Peternak Sapi di Midai Resah Indikasi Pungli Pengurusan SKKH

Peternak Sapi di Midai Resah Indikasi Pungli Pengurusan SKKH

Ilustrasi.

Natuna - Sejumlah peternak sapi di Kecamatan Midai mengeluhkan lambatnya pengurusan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), apalagi di momen menjelang Idul Adha saat ini hal tersebut sangat dibutuhkan untuk pengangkutan ternak kurban. Mereka juga mempertanyakan pungutan yang tidak jelas peruntukannya, alias pungli. 

Sebelumnya, kapal pompong bermuatan 10 ekor sapi dan 5 orang penumpang dari Pulau Midai tujuan Anambas dinyatakan hilang dalam perjalanan. Saat ini tim pencari sedang melakukan pencarian.

Fakta lain muncul di balik itu. Kapal yang seharusnya sudah berangkat sebelum cuaca buruk beberapa waktu, harus tertahan di Midai beberapa waktu karena prosedur pengurusan surat yang lama.

Akibatnya kapal terpaksa berlayar membawa ternak kurban dan kondisi cuaca buruk setelah menunggu beberapa waktu. Resiko itu diambil pemilik kapal mengingat jadwal permintaan suplai ternak yang sebelumnya sudah dipesan warga di Anambas. Hal yang tak diinginkan terjadi, kapal itu nahas dan belum ditemukan saat ini.

Salah seorang peternak sapi, Yadi asal Desa Sebelat, Kecamatan Midai menceritakan, di dalam pompong yang hilang tersebut ada sapinya sebanyak 6 ekor. 

Yadi menjelaskan, harusnya saat cuaca teduh yang lalu, kapal itu sudah bisa berangkat, namun terkendala lambatnya Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang belum kunjung diterbitkan Dinas Pertanian Kabupaten Natuna.

Keberangkatan ditunda hingga tanggal 8/7/2020 lalu, malangnya saat itu cuaca tidak mendukung.

Terungkap selama ini dalam pengurusan SKKH, para peternak sapi di Midai mengaku sulit, bahkan dimintai biaya untuk pengurusan SKKH tersebut. 

Yadi menyebut petugas UPT Dinas Pertanian Kecamatan Midai dan Suak Midai selama ini mengatur sebagai penanggungjawab terkait masalah peternakan di dua kecamatan tersebut. 

"Pengurusan SKKH sangat sulit di sini, bisa 7 sampai 10 hari baru keluar. Padahal kami harusnya saat cuaca teduh sudah bisa mengirim sapi ke Anambas untuk persiapan hari raya Idul Adha. Surat dari desa dan camat sudah keluar hanya tinggal menunggu dari dinas pertanian yang tak kunjung keluar," sebut Yadi.

Ketika surat tersebut keluar, Ia harus tetap berangkatkan meski cuaca kurang mendukung, karena pihak pemesan sudah berulang kali menghubungi.

Selama ini untuk satu ekor sapi sendiri, petugas meminta bayaran senilai Rp 30.000 per ekor. 

"Katanya untuk orang dalam di dinas pertanian untuk memperlancar pengurusan, karena di Midai tidak ada dokter hewan maka seharusnya untuk sapi yang hendak dikirim keluar Midai harus dibawa ke Ranai dulu untuk dilakukan pengecekan kesehatannya. Untuk itu dengan membayar Rp  30.000 per ekor sapi ini, proses tersebut bisa kita lewati," ungkap Yadi

Dirinya mengungkapkan pernah menghubungi pihak Dinas Pertanian Kabupaten Natuna melalui Kabid Peternakan untuk menanyakan lambatnya pengurusan SKKH serta terkait biaya Rp 30.000 per ekor sapi. 

"Namun jawaban yang mengejutkan kami dapat, ternyata SKKH sudah dikirim ke petugas UPT. PIhak dinas sendiri tidak mengetahui pungutan Rp 30 ribu per sapi tersebut. Bahkan dinas mengatakan tidak dipungut biaya untuk pengurusan SKKH," ungkap Yadi.

Hal senada juga diungkapkan Megi, peternak sapi asal Desa Gunung Jambat, Midai. Menurutnya, UPT beralasan jika pengurusan SKKH prosesnya panjang di dinas terkait.

"Kami sudah dari lama mau melaporkan hal ini. Namun belum sempat. Apalagi dengan kejadian pompong pengangkut 10 ekor sapi kita hilang inilah, kami peternak banyak dirugikan. Harusnya sapi-sapi kita bisa dikirim saat cuaca teduh tapi lantaran lambatnya SKKH keluar jadi ya seperti inilah imbasnya, bukan hanya sapi, nyawa manusia pun jadi taruhanya sekarang," ujar Megi.

Yadi dan Megi berharap pemerintah daerah melalui dinas terkait bisa mencari solusi hal tersebut.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews