Triasmitra Group: 40 Persen Kasus Kabel Laut Putus Terjadi di Kepri

Triasmitra Group: 40 Persen Kasus Kabel Laut Putus Terjadi di Kepri

CEO Presiden Direktur Triasmitra Group, Titus Dondi (Foto:Dyah/Batamnews)

Batam - Sejak 2013 hingga 2019 Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) di Indonesia tercatat mengalami  total kerusakan hingga 69 kali. Dari puluhan kasus kerusakan tersebut, 60 persennya disebabkan karena jangkar kapal.

Kemudian 25 persen kerusakan kabel tersebut diakibatkan vandalisme atau pencurian kabel bawah laut, dan sisanya 15 persen akibat gempa bumi.

CEO Presiden Direktur Triasmitra Group, Titus Dondi mengatakan, dari semua kasus kerusakan SKKL di Indonesia, 40 persen kerusakan terjadi di perairan Kepri. Untuk kabel bawah laut milik Triasmitra sendiri, hingga saat ini sudah mengalami 2 kali putus di jalur berbeda.

Kata dia salah satunya di Perairan Batam pada kabel Palapa Ring Barat yang baru saja terjadi akhir September ini. “40 persen terjadi di Kepri karna jalur lalu lintasnya (di laut) sangat padat. Yang melintasi kabel laut kita di Kepri saja setiap harinya lebih dari 5000 kapal,” ujar Titus.

Ia melanjutkan, dari 5000 kapal tersebut, ada sekitar 1000 kapal kecepatannya melambat dibawah 2 knot. Dan dari 1000 ada 200 kapal yang berniat membuang jangkar di jalur SKKL.

Kasus kecelakaan putusnya kabel karena jangkar, biasanya diakibatkan kapal tidak meghidupkan Automatic Identification System (AIS). Sehingga mereka tidak bisa menerima informasi peringatan adanya kabel bawah laut.

“Kapal kalau menurunkan jangkar pasti gerakkannya melambat kurang dari 2 knot dan ini berpotensi memutus kabel laut. Kami sudah menghindarkan kabel putus beratus-ratus kali karena mereka menghidupkan AIS nya. Karena AIS itu kan kita monitor ada di sitem monitoring. Tiap kapal nama kapal sangat jelas di monitoring kita . Jadi kita bisa menghubungi mereka ketika mendekati kabel bawah laut kita,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewajibkan penggunaan Automatic Identification System (AIS) pada kapal yang berlayar di perairan Indonesia.

Aturan wajib AIS ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2019 tertanggal 20 Februari 2019. Dan mulai berlaku efektif 20 Agustus 2019 terhadap seluruh kapal yang berlayar di perairan Indonesia, baik kapal konvensi dan non konvensi serta berbendera asing maupun bendera Indonesia.

AIS adalah perangkat navigasi yang berkembang setelah sistem radar. AIS sesungguhnya adalah perangkat transceiver, yang mampu secara otomatis memancarkan dan menerima data navigasi (ID kapal dan posisi) melalui sinyal radio Very High Frequency (VHF).

Sebelumnya, IMO menetapkan AIS beroperasi pada frekuensi 161,975 MHz dan 162,025 MHz. Dimana Jangkauan transmisi AIS sekitar 35 mil dengan syarat tidak ada penghalang antara antena pemancar dan penerima.

Sinyal yang dipancarkan oleh AIS dapat diterima oleh kapal yang memiliki perangkat AIS, stasiun darat berupa VTS dan Sistem radio pantai (SROP) dan satelit (AIS Receiver Satellite).

“Untuk itu, kapal-kapal yang berukuran hingga 300 GT ke atas, diwajibkan untuk menyalakan AIS selama berlayar di perairan Indonesia,” pungkasnya.

(das)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews