Pasar Internasional Butuh Sabut Kelapa 408 Ribu Ton per Tahun

AISKI Minta Jokowi Bantu Mesin Pengolah Sabut untuk IKM Daerah Penghasil Kelapa

AISKI Minta Jokowi Bantu Mesin Pengolah Sabut untuk IKM Daerah Penghasil Kelapa

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI), Ady Indra Pawennari sedang melukukan persiapan ekspor cocofiber ke China di pelabuhan Panjang, Bandar Lampung (Foto:istimewa untuk Batamnews)

Batam - Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) meminta Presiden Jokowi mendorong Kementerian Perindustrian meningkatkan bantuan mesin dan peralatan pengolahan sabut kelapa pada Industri Kecil Menengah (IKM) di daerah-daerah penghasil kelapa.

Hal itu dimaksudkan untuk menyikapi tingginya permintaan pasar internasional terhadap produk sabut kelapa. Seperti cocofiber dan cocopeat untuk bahan baku springbed, matras, jok mobil, tali dan karpet, serta media tanam pada sistem pertanian hydroponik dan animal beding.

Permintaan itu disampaikan Sekretaris Jenderal AISKI, Ady Indra Pawennari usai melakukan pertemuan dan kunjungan ke Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) bersama sejumlah investor asal China di Batam, Senin (23/9/2019).

"Melihat besarnya kebutuhan pasar internasional, kita mendorong pemerintah meningkatkan bantuan mesin dan peralatan bagi IKM sabut kelapa di daerah, khususnya di daerah penghasil," kata dia kepada Batamnews, Selasa (24/9/2019).

Menurut Ady, dari hasil pertemuan dan kunjungan lapangan yang dilakukannya itu, salah satu pengusaha asal China dalam rombongan tersebut tertarik mengembangkan industri pengolahan kelapa di Desa Resang, Kecamatan Singkep Selatan, Kabupaten Lingga.

"Kebetulan, Pemerintah Kabupaten Lingga sudah punya lahan dan infrastruktur industri kelapanya. Jadi, mereka tinggal kerjasama operasional dengan BUMD setempat. Mudah -mudahan, dalam waktu dekat ini segera terealisasi," ujarnya.

Pria peraih Anugerah Pahlawan Inovasi Teknologi tahun 2015 ini membeberkan, produk turunan buah kelapa yang sangat diminati oleh pasar internasional saat ini adalah cocofiber dan cocopeat (serat dan serbuk sabut kelapa).

"Untuk cocofiber itu, pasarnya hanya ke China dengan kebutuhan 10.000 ton per bulan. Sedangkan untuk cocopeat, pasarnya lebih luas lagi. Selain China, juga ada Jepang, Korea Selatan, USA dan Eropa. Kebutuhannya sekitar 24 ribu ton per bulan," bebernya.

Ketika ditanya produktivitas industri sabut kelapa Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar ekspor saat ini, Ady mengaku masih sangat kecil. Untuk cocofiber dan cocopeat, Indonesia baru bisa ekspor sekitar 32.400 ton per tahun atau rata-rata 2.700 ton per bulan.

Jika dihitung dari potensi produksi buah kelapa nasional yang mencapai 15 miliar butir per tahun, tambah Ady, maka Indonesia bisa memproduksi cocofiber dan cocopeat sekitar 8 juta ton per tahun.

"Rinciannya, cocofiber sekitar 2,2 juta ton dan cocopeat sekitar 5,8 juta ton per tahun. Ini potensi mendatangkan devisa yang luar biasa," ucapnya.

Ady melanjutkan, harga penjualan cocofiber dan cocopeat di pasar internasional saat ini, sekitar USD 320 dan USD 240 per ton. Harga ini berlaku di negara Asia. Sedangkan untuk pasar USA dan Eropa, harganya jauh lebih mahal karena pengaruh jarak tempuh dan biaya transportasi.

(ruz)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews