BP Batam Dijabat Ex Officio, Mampukah jadi Penawar Kronisnya Industri Batam?

BP Batam Dijabat Ex Officio, Mampukah jadi Penawar Kronisnya Industri Batam?

Pemandangan Galangan Kapal di Batam (REUTERS/Henning Gloystein)

INDONESIA punya harapan besar terhadap Batam. Kota yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau ini dirancang untuk menjadi kawasan industri berteknologi tinggi yang kemudian menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, kawasan ini harapannya bisa menyaingi geliat industri di Singapura.

Batam mulai dikembangkan pada awal 1970-an. Kala itu, pemrakarsa pembangunan di Batam adalah eks Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo. Di tangan Ibnu, Batam yang awalnya adalah pulau antah berantah dengan hutan belantara 'disulap' menjadi basis logistik Pertamina dan daerah industri.

'Babat alas' dimulai di Batam. Untuk membangun daerah industri, terlebih dulu dibangun prasarana seperti pelabuhan, bandara, waduk, kelistrikan, jalan, sampai perumahan.

Tidak hanya itu, pemerintahan Orde Baru juga membentuk otoritas baru yang mengurusi Batam yang saat itu diberi nama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang kini berganti nama menjadi Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Batam terus berkembang dan pada akhir 1970-an saat dipimpin oleh BJ Habibie memasuki babak baru. Sesuai dengan visinya, Habibie ingin menjadikan Batam bukan sembarang kawasan industri, tetapi industri berteknologi tinggi yang berorientasi ekspor.

"Batam akan mengekspor high technology, menjual produk bernilai tinggi untuk membantu mendapatkan devisa. Batam bukan untuk dirinya, tetapi untuk bangsa. Tidak mungkin kita buka Pulau Batam untuk sembarang penduduk mereka membuka lahan, menebang pohon, menanam sayur. Pulau Batam bukan untuk kebun sayur," tegas Habibie, seperti dikutip dari situs BP Batam.

Ya, Batam memang disiapkan sebagai pusat industri nasional yang bertujuan ekspor. Batam digadang-gadang menjadi lumbung devisa nasional dari ekspor produk manufaktur berteknologi tinggi. Jadi tidak hanya devisa yang dikantongi, industri dalam negeri dan tenaga kerja Indonesia pun bisa 'naik kelas'.

Oleh karena itu, tidak heran Batam kemudian ditetapkan sebagai kawasan khusus yaitu Zona Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/FTZ). Namanya kawasan khusus, perlakuannya juga istimewa.

Barang yang masuk di Batam mendapatkan fasilitas fiskal seperti pembebasan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22, dan sebagainya. Awalnya cukai pun tidak berlaku di Batam, tetapi kemudian keistimewaan itu dicabut pada tahun ini.

Namun harapan tidak seindah kenyataan. Malah yang ada sejumlah investor hengkang dari Batam. Niat menjadikan Batam sebagai pesaing Singapura sepertinya semakin jauh panggang dari api. Kondisi terkini, berdasarkan laporan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ada dua industri di Batam yang akan tutup.

 


 

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam, pertumbuhan industri manufaktur di Batam malah cenderung turun. Pada 2013, pertumbuhan industri di Batam masih 7,07% tetapi pada 2017 melorot menjadi tinggal 1,76%.

Industri pengolahan berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Batam, dengan sumbangsih sekitar 55%. Tidak heran ketika industri manufaktur melambat, pertumbuhan ekonomi Batam ikut terhambat.

Bagaimana di sisi ekspor? Apakah Batam mampu menjadi mesin pendorong ekspor manufaktur Indonesia seperti yang dicita-citakan BJ Habibie?

Ternyata ekspor Batam juga mengalami perlambatan. Pada 2014, nilai ekspor Batam tercatat US$ 11,3 miliar dan pada 2017 susut menjadi US$ 8,71 miliar.



Perlambatan ekonomi, industri manufaktur, dan ekspor pada akhirnya berdampak kepada kesejahteraan rakyat. Angka kemiskinan di Batam memang berada dalam tren turun, tetapi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) malah naik.

 

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali memberikan perhatian khusus kepada Batam. Kini struktur kepemimpinan di Batam berubah, jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam dirangkap oleh Wali Kota untuk menghindari kemunculan 'matahari kembar'.

Semoga dengan perubahan ini Kepala BP Batam/Wali Kota menjadi fokus dalam mengembangkan industri. Dengan begitu, rakyat Indonesia kembali bisa menaruh harapan kepada Batam sebagai pendorong industri manufaktur dan ekspor nasional.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews