Impact Investment Jadi Tren di RI, Apa sih Ini?

Impact Investment Jadi Tren di RI, Apa sih Ini?

Ilustrasi.

Belakangan ini muncul skema pendanaan terutama yang digalakkan oleh perusahaan modal ventura atau venture capital. Tren ini juga terjadi secara global, tak hanya di Indonesia yang mulai banyak bermunculan perusahaan rintisan (startup) yang didanai investor modal ventura ini.

Salah satu skema pendanaan yang mulai ramai ialah apa yang disebut impact investment. Ini adalah salah satu model bisnis yang dapat dikembangkan anak muda saat ini.

Model bisnis ini tidak sekadar mencari keuntungan, namun juga pada saat bersamaan memberikan dampak positif kepada masyarakat dan lingkungan.

Investment Manager Circulate Capital, Valencia Dea, menjelaskan bahwa meski tujuannya untuk memberikan kontribusi sosial, pengusaha impact investment tetap memikirkan keuntungan usahanya agar berjalan seimbang.

"Impact investor melihat financial return [imbal hasil] dan impact, dampak sosial, sustainable [keberlangsungan] dan government [tata kelola]. Mereka mau fokus di impact. Tidak apa-apa jika return-nya kecil. Tapi antara commercial dan impact-nya seimbang," kata Valencia dalam diskusi Inivative Finance Strategies for Business Creation and Financial Solution di Kampus Binus International, Jakarta, Sabtu (3/8/2019).

Sebagai informasi, Circulate Capital adalah salah satu perusahaan investasi yang fokus pada pendanaan untuk mencegah plastik laut.

Oktober tahun lalu, situs resmi perusahaan ini mencatat mereka menerima US$ 90 juta atau sekitar Rp 1,26 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) dalam pendanaan untuk strateginya memerangi plastik laut.

Beberapa penyokong pendanaan yakni beberapa perusahaan konsumer terkemuka dunia, termasuk PepsiCo, Procter & Gamble, Dow, Danone, Unilever, dan The Coca-Cola Company.

Lebih lanjut Valencia Dea menjelaskan salah satu bentuk impact investment. Contoh pada usaha pendaur ulang sampah. Hal ini berhubungan dengan isu sampah yang menjadi perhatian dunia, utamanya di Indonesia. Sampah yang menjadi masalah di Indonesia ternyata dapat memberi nilai ekonomi sekaligus tentunya mengurai isu-isu sosial masyarakat.

"Contoh sampah. Semua sampah di rumah disortir antara plastik atau aluminium. Semua tidak akan ke TPS [tempat pembuangan sementara]. Sebagian di-recycle [daur ulang], dijadikan pupuk kompos. Jadi apa yg dikerjakan langsung berdampak ke masyarakat," kata Valencia.

Impact investment pun berbeda dengan LSM atau Yayasan yang bergantung pada dana hibah dalam operasionalnya. Ketika dana hibah sudah berkurang atau habis, maka kegiatan LSM pun akan ikut berdampak.

Ini juga berbeda jika dibandingkan dengan bisnis konvensional yang mencari profit. Valencia menilai fokus untuk mencari keuntungan dapat menjadi kendala dalam menjalankan impact investment.

Dalam kesempatan itu, Economic Content Coordinator Binus University, Ikhsan Modjo, yang terlibat dalam diskusi, mengatakan bahwa fenomena impact investment dapat dirujuk pada The Rockefeller Foundation pada 2006 silam.

"The Rockefeller Foundation membuat term impact investing. Pada saat yang sama menuntut lebih adanya akuntabilitas dan transparansi. Gue nyumbang loe duit, ini benar engga duitnya untuk orang miskin, untuk lingkungan," kata Ikhsan Modjo, yang juga dikenal sebagai ekonom yang terjun politik ini.

Menurutnya, impact investment saat ini tengah dikembangkan di seluruh dunia, tidak hanya Indonesia. Menariknya, ternyata banyak orang Indonesia yang sebenarnya sudah menerapkan impact investment.

"Platform kitabisa, zakat, wakaf, contohnya. Animonya tinggo. Apalagi Indonesia negara yang beramal tinggi," katanya.

Meski begitu, tren impact investment ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat.

Ikhsan mengatakan prospek untuk impact investment di Indonesia dapat lebih baik. Menurutnya, empat dari 4 investor di Indonesia adalah investor impact. Agar impact investment bisa dikenal luas, dunia akademi dinilai berperan penting.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews