KPK Ungkap Asal Uang Suap Abu Bakar ke Gubernur Kepri

KPK Ungkap Asal Uang Suap Abu Bakar ke Gubernur Kepri

Juru Bicara Febri Diansyah dan pimpinan KPK (Foto: Yogi/Batamnews)

Jakarta - Gubernur Nonaktif Kepulauan Riau Nurdin Basirun jadi tersangka suap dan gratifikasi izin reklamasi di Batam, Kepulauan Riau. KPK menyita uang Rp 159 juta diduga suap untuk izin reklamasi dari tangan penyuap.

Uang tersebut saat ditangkap berada di tangan Budi Hartono Kabid Perikanan Tangkap Dinas Perikanan dan Perikaran Kepulauan Riau. Uang tersebut berasal dari Abu Bakar (ABK), pihak swasta yang bekerja sebagai nelayan di Pulau Panjang.

KPK belum mengungkap secara gamblang dari siapa uang tersebut berasal. Pasalnya, Abu Bakar diduga hanya sebagai perantara.

Uang tersebut demi memuluskan izin rencana reklamasi di Tanjung Piayu, Batam seluas 10,2 hektare. Di sana akan dibangun sebuah resort. Belakangan diketahui lahan tersebut bukan diperuntukkan untuk resort melainkan budidaya perikanan dan hutan lindung.

KPK menduga uang berasal dari orang yang kenal dengan Nurdin. 

"Sejauh ini, kami menduga uang itu berasal dari pihak yang mempunyai hubungan jabatan dengan posisi dan kewenangan yang bersangkutan sebagai penyelengara negara," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada Batamnews di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Febri melanjutkan, jika dilihat asal uang suap tersebut, ketentuan pasal gratifikasi dapat berlaku kepada Nurdin. 

"Sehingga ketentuan pasal gratifikasi itu berlaku," kata Febri. 

Sampai saat ini dalang penyuap Nurdin belum ditemukan. Sedangkan tersangka ABK yang melakukan suap kepada Nurdin adalah nelayan biasa. 

Diyakini ABK hanya perpanjangan tangan dari pengusaha reklamasi di Kota Batam. Sampai saat ini KPK masih melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut. 

Izin reklamasi 

Dalam keterangannya KPK mengatakan, Nurdin Basirun menerima suap Rp 45 juta melalui Edy Sofyan pada 30 Mei 2019. Uang tersebut pengurusan izin prinsip reklamasi lahan di Tanjung Piayu, Sei Beduk, Batam. Uang itu disebutkan dari Abu Bakar. KPK menyebutnya sebagai pihak swasta.

Nurdin pun kemudian meminta Budi Hartono dan Edy Sofyan membantu penyelesaikan izin Abu Bakar secepatnya.

Setelah itu, Budi Hartono meminta Abu Bakar mengakali lahan tersebut sebagai tempat lokasi restoran dengan keramba di bawahnya keramba ikan agar terlihat seperti budidaya perikanan.

Setelah itu Budi Hartono memerintahkan Edy Sofyan melengkapi dokumen perizinan dan data pendukung lainnya agar perizinannya disetujui secepatnya. Bahkan Edy Sofyan hanya meng-copy paste dokumen perizinan tersebut dari daerah lain agar cepat selesai.

Dalam waktu sehari, 31 Mei, setelah diberi uang oleh Edy, izin prinsip reklamasi langsung keluar. Setelah itu, Abu Bakar kembali menyiram Nurdin Basirun dengan uang dolar Singapura sebesar 6.000 dolar Singapura.

Luas lahan yang diminta mencapai 10,2 hektare untuk membangun sebuah resort. Namun wilayah Tanjung Piayu ternyata masih berstatus hutan lindung dan budidaya.

Abu Bakar perantara?

Dalam kasus suap tersebut, KPK telah menetapkan Gubernur Kepri Nurdin Basirun sebagai tersangka dan menahannya. KPK juga menahan 3 tersangka lain yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri Budi Hartono (BUH) dan satu pihak swasta bernama Abu Bakar (ABK). 

Baca juga: Abu Bakar Penyuap Gubernur Kepri Ternyata Seorang Nelayan Biasa

Nurdin jadi tersangka kasus dugaan suap izin prinsip reklamasi di Tanjung Piayu dan dugaan penerimaan gratifikasi. KPK menggeledah rumah dinas Gubernur Kepri di Tanjungpinang dan menemukan uang sekitar senilai Rp 5,3 miliar. Uang itu diduga uang dari pemberian dari pihak lain selain Abu Bakar. KPK menyebutkan Abu Bakar sebagai pihak swasta yang diduga menyuap Nurdin Basirun.

LAPORAN: YOGI EKA SAHPUTRA

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews