Ini Alasan Batam Jadi Lokasi Paling Diuntungkan dari Perang Dagang AS-Cina

Ini Alasan Batam Jadi Lokasi Paling Diuntungkan dari Perang Dagang AS-Cina

Kawasan industri Batamindo. (Foto: ist)

DALAM beberapa bulan mendatang, Pegatron Corporation, salah satu pemasok terbesar Apple, akan membuka pabrik pertamanya di Batam, Indonesia. Hal ini sebagai bagian dari upaya pembuat elektronik Taiwan ini untuk melindungi diri dari dampak perang dagang AS-Cina.

Proyek senilai US $ 40 juta, yang akan membantu mendiversifikasi beberapa pabrikannya jauh dari Cina, diperkirakan akan membuat chip nirkabel dan semikonduktor untuk router.

Lokasi pabrik 9.000 meter persegi di area 320 hektar di kawasan Batamindo Industrial Park. Pada saat yang sama, Pegatron juga memperluas kemitraannya dengan pembuat elektronik Indonesia, PT Sat Nusapersada Tbk.

Sat Nusa rencananya akan menyewakan lebih banyak ruang lantai produksi dari kompleks pabrik terbaru perusahaan yang akan selesai pada akhir tahun ini.

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump telah mengancam untuk mengenakan tarif 25 persen pada barang-barang Cina senilai US $ 300 miliar tambahan. Di mana sebelumnya semua sisa impor ke AS di atas US $ 250 miliar sudah dikenakan bea masuk 25 persen.

“Ketidakpastian apa pun akan memengaruhi perusahaan, bukan hanya perusahaan Taiwan. Jalur produksi membutuhkan bertahun-tahun untuk didirikan, perusahaan perlu mempertimbangkan implikasi jangka menengah, ”kata Lu Jiun-wei, wakil peneliti di Institut Riset Ekonomi Taiwan (TIER), dilansir dari South China Morning Post, Jumat (28/6/2019).

Pertimbangan itu, kata Lu, juga mempertimbangkan apakah Trump akan terpilih untuk masa jabatan kedua sebagai presiden AS pada tahun 2020, serta kemungkinan Partai Demokrat di AS  untuk kembali berkuasa.

Yang terakhir tidak menjamin bahwa pendekatan dan kebijakan yang diadopsi oleh pemerintahan Obama sebelumnya akan dipulihkan. Artinya perusahaan terdampak harus melakukan penyesuaian, semisla menggeser rantai pasokan mereka, kata Lu Jiun.

Ekspor Tiongkok ke AS dan volume barang dan jasa Amerika yang telah diimpornya dalam empat bulan pertama tahun 2019, berdasarkan data pemerintah Tiongkok atau AS, telah menyusut dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu.

China mengatakan, ekspor turun 9,9 persen menjadi US $ 122,44 miliar dalam empat bulan pertama tahun 2019, sementara data AS menunjukkan penurunan tajam barang-barang yang dibeli dari China sebesar 12,6 persen.

Sebaliknya, impor AS dari negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Vietnam telah meningkat. Sebagian mengisi kekosongan, meskipun hanya sebagian kecil dari volume impor AS dari Cina selama ini. .

Selama periode empat bulan yang sama pada awal 2019, ekspor Vietnam ke AS telah meningkat hampir 38 persen menjadi US $ 20,69 miliar, menurut Biro Sensus AS. Perusahaan-perusahaan multinasional telah mulai mengalihkan produksi mereka dari Cina ke Vietnam dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Hal ini untuk menghindari dampak dari tarif 25 persen, yang meningkat pada bulan Mei dari 10 persen yang dikenakan pada impor Cina senilai US $ 200 miliar pada September 2018.

 

Vietnam pun Kewalahan, Batam akhirnya jadi Opsi

 

Pabrik Pegatron Corporation di pulau Batam. (Foto: Elaine Chan/ South China Morning Post)

 

Masuknya investor dalam beberapa tahun terakhir ke Vietnam membbuat harga lahan meningkat, sementara ketersediaan pekerja terampil dan fasilitas mulai mengering, memaksa perusahaan multinasional mencari opsi lain.

Batam, yang hanya berjarak 30 km selatan Singapura, memanfaatkan iklim ketegangan perdagangan global saat ini untuk menahan pelambatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.

Pemerintah pusat pun meningkatkan upaya untuk menarik investasi baru, memposisikan dirinya sebagai alternatif manufaktur dan pusat pengiriman. "Peluang [untuk Indonesia dan perusahaan] telah tiba," kata Abidin Hasibuan, presiden direktur PT Sat Nusapersada Tbk, kepada South China Morning Post.

Ia mengatakan, pemesanan untuk produksi telah meningkat sebanyak 30 persen selama setahun terakhir untuk pembuat elektronik, memproduksi, menguji dan merakit produk untuk pelanggan juga termasuk Xiaomi, Cisco, Sony, Sharp, Acer serta Pegatron.

Begitu juga untuk perakitan smartphone merk Huawei, meskipun batch pesanan terbaru telah didorong kembali setelah Google menarik dukungan Android.

Teknologi selalu menjadi pusat dari perang dagang, namun juga menjadi bentuk perang dingin teknologi antara dua ekonomi terbesar di dunia.

 

Sat Nusapersada bahas Peluang Binis Batam yang meningkat

BP Batam.

 

Dengan meningkatnya proteksionisme dan ketegangan perdagangan, direktur operasional PT Sat Nusapersada Tbk, Bidin Yusuf akan bertemu dengan pejabat dari pemerintah pusat dan kedutaan besar AS minggu ini di Jakarta membahas peluang bisnis yang telah meningkat untuk Batam dan negara Asia Tenggara.

Badan Pengusahaan (BP) Batam berada di Osaka minggu ini bersamaan dengan KTT G20 untuk mendorong Batam sebagai tujuan investasi. Begitu juga untuk menarik investasi asing, yang telah mengalami pertumbuhan berombak dalam beberapa tahun terakhir.

Investasi asing baru di Batam pada paruh pertama tahun 2018, tidak sampai setengah dari US $ 452,86 juta yang tercatat untuk seluruh 2017.

Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Ferdiana Sumiantoni mengatakan sebagian besar manufaktur elektronik melibatkan teknologi kelas bawah dan kurang dari 10 persen berada di ruang teknologi canggih, meskipun pemerintah daerah dan pusat bercita-cita untuk meningkatkan multiplier efek dari industri.

Rasio saat ini membuat ekspansi Pegatron ke Batam menjadi lebih cerah, memicu spekulasi bahwa perusahaan Taiwan dapat membawa bisnis Apple ke Indonesia, yang dalam jangka panjang dapat membantu meningkatkan industri manufaktur Indonesia.

Apple dilaporkan meminta pemasoknya untuk mempertimbangkan memproduksi smartphone di luar China karena penjualan di pasar China jatuh dan larangan teknologi dan tarif AS memperumit lanskap bisnis mereka.

Seorang juru bicara Pegatron di Taipei mengatakan, perusahaannya mulai mengalihkan "sebagian kecil dari produksi mereka" ke Batam tahun lalu di tengah "ketegangan perdagangan global", kendati Cina masih dianggap sebagai area manufaktur utama.

Dia mengatakan bahwa pabrik Batam akan menghasilkan "produk yang berhubungan dengan komunikasi" tanpa memberikan rincian spesifik, begitu juga ke negara-negara Asia lainnya, termasuk Vietnam dan India, juga sedang dipertimbangkan.

Perang dagang mungkin telah mengganggu rantai pasokan global, yang mengakibatkan perusahaan mengurangi atau memindahkan basis manufaktur mereka dari Cina, tetapi tingkat dan skala tren itu masih belum jelas, kata mitra pajak PwC China Rebecca Wong.

"Perang dagang tidak dapat menjadi satu-satunya alasan bagi perusahaan untuk mengubah (operasi mereka)," kata Wong. “Pindah ke tempat lain juga bisa berpotensi kegagalan. Tarif adalah faktor tambahan yang perlu dipertimbangkan ketika membuat keputusan. "

Faktor-faktor lain itu termasuk asal-usul dan pengadaan bahan baku, kualitas logistik dan ketersediaan pekerja terampil yang berkualitas, tambahnya.

"Ketika pabrik utama pergi, pabrik-pabrik satelit akan mengikuti," katanya. "Dan tren ini sedang berkembang," ujarnya.

Hal itu akan menjadi masalah jika Apple meminta pemasok terbesarnya, atau produsen utama, untuk mempertimbangkan mengalihkan produksi mereka dari China.

Selain Pegatron, Volex yang berbasis di Inggris, yang membuat dan memasok kabel listrik untuk produk elektronik, berencana untuk memperluas investasinya di Batam dengan memindahkan operasi dari kota Suzhou di Cina timur, dimana investasi awal sebesar US $ 18 juta.

(*)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews