Menteri ATR: BP Batam Nol-kan UWTO Rumah Luas 200 Meter, Hak Milik Dicabut

Menteri ATR: BP Batam Nol-kan UWTO Rumah Luas 200 Meter, Hak Milik Dicabut

Menteri ATR Syofyan Jalil (Foto: Liputan6)

Batam - Menteri Agraria dan Tata Ruang Syofyan Djalil memastikan permukiman dengan luas di bawah 200 meter tidak perlu lagi membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). BP Batam akan nolkan pembayaran.

"Permukiman yang luasnya 200 meter persegi akan dibuat aturan oleh BP Batam, UWTO-nya nol. Kalau bisnis enggak, tetap bayar, karena itu komersil," kata Syofyan saat berkunjung ke Batam, Jumat (21/6/2019).

Syofyan mengatakan, pengukuran ulang tak perlu dilakukan karena sudah dilakukan pengukuran sebelumnya.

"Tahun ini akan ditetapkan," ujar Syofyan.

Selain itu Syofyan mengatakan, di Batam tak ada lagi rumah atau lahan berstatus hak milik. Semua akan dikembalikan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).

Meskipun ada warga yang sudah memiliki status rumah sebagai Sertifikat Hak Milik (SHM) nantinya saat dijual akan dikembalikan statusnya menjadi HGB.

Syofyan beralasan hal tersebut untuk melindungi tanah di Batam karena berada di wilayah strategis yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.

Kampung Tua

Dalam kesempatan itu, Menter ATR Syofyan Djalil menjelaskan, status kampung tua yang akan lepas dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Badan Pengusahaan (BP) Batam ternyata memiliki pengecualian dalam status hak, khususnya bagi warga kampung tua yang tinggal di wilayah sempadan pantai.

Sofyan Djalil mengatakan mereka yang tinggal di sempadan pantai kampung tua, untuk sementara waktu, masih diberikan hak guna bangunan (HGB), berbeda dengan yang membangun rumah di darat akan mendapatkan status lahan yakni hak milik (SHM).

"Kita mau menyelesaikan masalah itu, cuma statusnya yang berbeda," ujar Sofyan di kantor Wali Kota Batam usai rapat membahas legalitas kampung tua, Jumat (21/6/2019). 

Menurutnya masyarakat yang tinggal di sempadan pantai merupakan tradisi masyarakat Indonesia. Sehingga tradisi itu tetap ada sampai saat ini, bukan hanya pantai tapi juga ada masyarakat yang tinggal di atas sungai. 

Untuk menangani masalah itu, bagi masyarakat kampung tua yang membangun rumahnya di darat diberikan hak milik. Sedangkan yang tinggal di atas pantai atau laut akan diberikan HGB. 

Namun itu bersifat untuk sementara waktu sampai Pemerintah Daerah (Pemda) dapat membangun rumah susun bagi warga. 

FTZ Kampung Tua

Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Edy Putra Irawady meminta agar kampung tua tetap mendapatkan fasilitas Free Trade Zone (FTZ). Hal ini dikarenakan kampung tua sudah dilepas dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) BP Batam.

"Jika keluar dari HPL BP Batam maka akan bukan FTZ lagi, makanya saya minta kepada Pak Menteri supaya fasilitas FTZ tetap ada," ujar Edy usai rapat bersama dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Gubernur Kepri, Wali Kota Batam, Ketua DPRD Batam di Kantor Wali Kota Batam, Jumat (21/6/2019). 

Permintaan itu disampaikan dengan pertimbangan jika fasilitas FTZ dicabut maka akan menyulitkan masyarakat di kampung tua. Otomatis, barang yang dijual akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan lain-lainnya. 

"Kalau ada masyarakat yang berjualan terus dikenakan pajak, kan kasihan, ini juga untuk bentu masyarakat," kata dia.

Menurutnya fasilitas FTZ dapat diberikan dengan dasar hukum perubahan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 2012 tentang pelakuan kepabeanan, perpajakan, dan cukai serta tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB). 

"Dengan begitu wilayah kerja BP Batam juga akan berkurang," jelasnya. 

Selain kampung tua dilepas dari HPL BP Batam, diketahui BP Batam juga telah memberikan Pengalokasian Lahan (PL) di kampung tua tersebut. Edy menyebutkan luas PL yang diberikan sebesar 669 hektare. 

Namun para penerima PL tersebut sampai saat ini tidak pernah melakukan pembebasan lahan sesuai dengan perjanjian dengan BP Batam. Maka dengan begitu para penerima PL melakukan wanprestasi. 

"Jadi implikasi hukumnya, BP Batam tidak membayar apa-apa," katanya menegaskan. 

Lepas dari HPL

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil juga memutuskan kampung tua segera dilepas dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Badan Pengusahaan (BP) Batam. 

"Setelah dilepas dari HPL BP Batam maka akan diserahkan kembali kepada masyarakat yang mendiami kampung tua," ujar Sofyan usat rapat bersama dengan Kepala BP Batam, Wali Kota Batam, Gubernur Kepri, dan Ketua DPRD Kota Batam di Kantor Wali Kota Batam, Jumat (21/6/2019). 

Saat ini sudah kampung tua yang tersebar di 37 titik di Kota Batam sudah dipetakan dan diukur. Hasilnya luas 1.103,3 hektare, namun luasan tersebut sudah termasuk beberapa klasifikasi. 

Diantaranya luas hutan lindung 28,6232 ha, luas Daerah Penting Cakupan Luas dan Strategis (DPCLS 21,0590 ha, luas HPL 184,9718 ha, luas proses HPL 314,5340 ha, dan luas alokasi PL 380,7729 ha yang ada di 37 titik kampung tua. 

"Hutan lindung dan DPCLS akan dilepas ke Kementerian Kehutanan," katanya. 

Kemudian, perkiraan jumlah bidang ada 42.970 bidang, perkiraan jumlah bangunan ada 17.655 bangunan, dengan perkiraan jumlah Kartu Keluarga (KK) sebanyak 21.180 KK. 

Untuk penerima hak milik yang akan diberikan kepada masyarakat, Sofyan menyerahkan sepenuhnya kepada Wali Kota Batam untuk mengeluarkan surat keputusan (SK). 

"Berdasarkan kondisi real di lapangan siapa yang berhak menerima," kata dia. 

Kemudian terkait fasilitasi sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum), Sofyan mengatakan akan diserahan kepada pemerintah kota dengan status hak pakai agar dilakukan penataan. 

(snw/ret)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews