Mengenang Rocker Andy Liany, Musisi Legendaris Asal Tanjungpinang (1)

Andy Liany, Metamorfosa Si Bocah Pendiam Menjadi Bon Scott-nya Indonesia

Andy Liany, Metamorfosa Si Bocah Pendiam Menjadi Bon Scott-nya Indonesia

Andy Liany.

Sanggupkah aku hidup bersama denganmu
Mungkinkah aku hidup tanpa ada dirimu
Hanya waktu yang bisa jawab semua itu
Sampai kapan aku tak tahu

LIRIK lagu itu lantang bergema Sabtu (9/3/2019) malam. Tembang 90-an itu dibawakan pria berambut gondrong, baju kaos hitam dan celana jins borju. Suara dan gerak-gerik sang vokalis terlihat dinamis menyatu dengan alunan musik yang meiringi dari atas pangung Bentan Musik Community (BMC).

Ketika nada tinggi,  pria itu tetap mempertahankan pitch suaranya sambil menutup mata. Tampak ia begitu menghayati lagu yang dibawakannya. Nada yang cukup tinggi memang membuat lagu itu cukup berat untuk dibawakan.

Beberapa penonton malam itu ikut terbuai. Ada yang ikut bernyanyi ada pula yang cukup mengoyangkan kaki dan kepala sambil memejamkan mata. Mereka terlihat bernostalgia.

"Lagu ini kita persembahkan untuk Andy Liany, musisi legendaris asal Tanjungpinang," ujar Kiki Pratama, pria gondrong itu membuka pertunjukan di pengujung malam. Ia mengaku mengidolakan Andy Liany

Nama Andy Liany, cukup familiar bagi warga Tanjungpinang, terutama generasi 90-an. Seperti yang dituturkan Kiki, penyanyi muda Tanjungpinang ini tidak asing lagi dengan lagu sang legendaris.

 

 

Hampir setiap mangung, lagu-lagu Andy Liany kerap ia bawakan. Tak hanya di Tanjungpinang namun juga saat tampil di luar daerah. “Saya sangat ngefans dengan Andy, suaranya tinggi ataupun rendah tetapi bagus,” ujar Kiki.

Kiki adalah seorang penggemar Andy Liany. Musisi kelahiran Tanjungpinang itu dikenalnya melegenda hingga ke Kanada sebagai Vocalis Slow Rock Indonesia.

Batamnews.co.id mendapatkan kesempatan wawancara bersama adik kandung Andy Liany, Al Hafez Saleh Rachim atau yang dikenal Oj Rock.  Oj sangat senang menceritakan karir abangnya. Dia miris dengan informasi simpang siur yang beredar tentang Andy Liany selama ini.

Tak terbantahkan, sosok musisi nasional Andy Liany dari Kota Gurindam ini memiliki karya hingga penjuru dunia. Oj Rock menceritakan jika Andy meniti karir berawal sejak tinggal di Jalan Sumatera, Tanjungpinang.

Dikatakan Oj, Sejak kecil Andy dikenal sebagai siswa yang pintar. Mulai dari sekolah Taman Kanak (TK) Hang Tuah, Sekolah Dasar (SD) Katolik Tanjungpinang, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Tanjungpinang.  

Andy menurutnya seorang yang pendiam dan rendah hati. Bakat Andy sudah tampak sejak kecil, bahkan ketika masih mengenyam taman kanak-kanak di TK Hang Tuah. Hampir setiap ada acara Andy tampil menghibur kawan-kawannya bernyanyi.

“Kalau ada yang suruh nyanyi, dia waktu itu langsung semangat,” kata Oj Rock yang juga saat ini melanjutkan karir Andy menjadi musisi nasional.

Ketika kelas dua SMPN 3 Tanjungpinang,  Andy memutuskan untuk merantau ke Bandung. Beberapa kerabat keluarganya berada di daerah tersebut.

 

 

Ketika itu Andy melanjutkan sekolah di SMPN Pasundan, begitu juga melanjutkan SMAN 3 Pasundan. “Di Bandung dia tinggal bersama keluarga besar kami adik dari almarhum ayah saya,” kata Oj bercerita.

Pertualangan Andy ke Bandung bukan soal perpindahan tempat. Tetapi dia ingin memiliki perubahan dalam hidup. Terutama niat Andy datang ke Bandung untuk menyaksikan penampilan band-band rockstar kala itu.

Andy yang kelahiran 19 Juli 1964 ini sejak masih pelajar sudah mengemari musik-musik tanah air maupun internasional.

Kepiawaiannya mengalir bak air secara otodidak. Selain itu darah musisi memang sudah mengalir di tubuh Andy dan Oj Rock. Ayah dan kakek mereka adalah musisi lokal di zamannya.

“Almarhum ayah saya sembilan berkeluarga pemusik semua, bahkan mereka satu band,” kata Oj.

Bahkan pada tahun 1956, ayah Andy Liany sering diundang orang-orang Belanda tampil di pinggir pantai. Masa itu band ayah Andy bernama Usman Rachim Bersaudara.

“Usman itu nama kakek kami, jadi kakek dulu juga musisi,” katanya.

Band tersebut melanglangbuana belantika musik di Tanjungpandan, Belitung ketika itu.

Sejak kecil, Andy yang pendiam itu memiliki hobi mandi  di laut dan memancing ikan. Hidup yang dijalani Andy penuh kesederhanaan seperti yang dialami anak-anak lainnya.

Surat cinta kepada Ibu

Sejak SMA, sedikit demi sedikit jiwa musik Andy mulai tumbuh. Berawal dari melihat beberapa penampilan musik di Bandung ia juga selalu mendengarkan musik-musik kesukaannya.

Andy sering memutar kaset-kaset lama seperti band luar Yess, Janis Joplin, AC/DC dan beberapa band luar lainnya. Waktu itu Andy memang sering mendengarkan band bergenre rock.

Setelah itu, ketika hendak lulus dari SMA, hati Andy bergejolak menyukai musik. Ia melanjutkan perkuliahan di Universitas Pasundan Bandung jurusan Kedokteran.

“Masuk kedokteran karena ia memang pintar,” ujar Oj.

Selain pintar dan pendiam Andy adalah kutu buku. Membaca juga menjadi kesenangannya dalam keseharian.

Setelah kuliah, cintanya akan dunia musik kian besar. Apalagi ketika itu Andy tidak pernah absen melihat konser di bandung, ada beberapa konser besar seperti Harry Roesli dan DKSB.

Ia akhirnya memutuskan fokus di dunia tersebut melanjutkan langkah almarhum ayahnya. Saat itu juga keputusan Andy sudah bulat.

“Andi mohon izin ke mamah ingin bersungguh memainkan musik rock n roll sampai berhasil,” begitu tulisan Andy kepada ibu di Tanjungpinang yang dikirim melalui pos.

Setelah itu ia memutuskan untuk berhenti kuliah dan menfokuskan diri bermusik.

Ibu Andy yang memiliki usaha catering di Tanjungpinang pun sedikit merasa berat hati. Tapi sang ibu percaya bahwa itu adalah keinginan jalan hidup yang sudah diyakini Andy.

Kisah sepucuk surat itu dijadikan Andy judul lagu di album Antara Kita. Lagu tersebut bertajuk “Boleh Nggak Ma,”.

Berjuang demi musik

Tekad bulat Andy mengarungi belantika musik terjadi pada 1986-1987.  Selang beberapa waktu mendapatkan surat balasan dari ibunya dari Tanungpinang, Andy langsung hijrah ke Jakarta dari Bandung.  Perjuangannya untuk sampai ke Ibu kota tidak semudah yang dibayangkan.

Saat itu Andy memang hidup dalam kesederhanaan, tidak memiliki banyak materi untuk mengapai cita-citanya. Tetapi itu tak mengendurkan asanya untuk berhenti berjuang.

Ketika hendak ke Jakarta, ia tidak mempunyai ongkos. Uang yang dimiliki hanya cukup untuk makan selama perjalanan. Pantang menyerah, Andy naik truk sayur dari Bandung ke daerah Puncak.

Setelah itu ia menyambung dengan truk sayur lainnya ke daerah ke Keramat Jati, Jakarta. Di jakarta Andy hidup bersama keluarga besar adik ibunya Haji Al Imron Jain. Saat itu Andy tinggal di Cirendeu Raya, Ciputat, Jakarta.

Setelah menetap di Ciputat semenjak 1986 itu ia mulai mengembangkan karir musiknya. Mulai mencari jati diri sebagai musisi.

Pada suatu hari, di awal 1987, Andy bertemu dengan almarhum Aswin Ratumbusang yang kemudian menjadi ayah angkatnya di perantauan. Aswin adalah guru yang mengajarkan sang legendaris teknik bernyanyi.  

Aswin merupakan sahabat beberapa musisi terkenal waktu itu salah satunya Ahmad Albar.  Di rumah Aswin Andy digembleng secara ketat di Pondok Pinang Jakarta Selatan. Di sana merupakan home studio ARS.

Andy belajar musik di sana selama dua tahun sampai benar-benar jadi seorang penyanyi. Ketika itu semua fasilitas ARS masih standar.

Oj bercerita bagaimana sang kakak digembleng Aswin. Ketika itu Andy sangat gemar mendengar lagu AC/DC. “Jadi kalau pak Aswin bilang gini aja sama almarhum, gue sediain backsound AC/DC, lu teriak sekencang-kencangnya,” kata Oj bercerita.

Semangat Andy mencari jati diri musiknya tidak sia-sia. Teknik vokalnya kian berkembang. “Bahkan bandnya sampai dijuluki AC/DC-nya Indonesia dan dia Bon Scottnya (vocalis AC DC),” kata Oj Rock.

Selang beberapa tahun belajar bermusik, datang saat dimana ia bertemu musisi hebat ketika itu seperti Pay dan teman-teman lainnya di gang Potlot.


Yogi Eka Sahputra


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews