Batam - Megaproyek di kawasan Teluk Tering, Batam mengundang polemik. Kantor Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau mempertanyakan dasar Pemko Batam memberikan rekomendasi pengelolaan kepada PT Kencana Investindo Nugraha.
Ketua Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat Siadari pemberian rekomendasi pengembangan Pantai Teluk Tering seluas 1.500 hektare oleh Wali Kota Batam HM Rudi, kepada PT Kencana Investindo Nugraha tidak sesuai aturan.
Menurut Lagat, Hak Pengelolaan Lahan di Kota Batam seharusnya diberikan oleh BP Batam bukan Pemko Batam. Walaupun, hak pemanfaatannya tetap harus melalui gubernur untuk wilayah 0-12 mil sebelum laut.
Terkait permasalahan lahan ini sebenarnya sudah diatur dalam Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang pengembangan pemanfaatan ruang dan sumber daya yang disusun BP batam,
"Makanya Pemko Batam itu apa dasarnya merekomendasikan, kalau pakai UU nomor 23 tahun 2014 tidak ada ditemukan hal (kewenangan) ini," kata Lagat, Selasa (26/2/2019).
Ombudsman berharap Pemko Batam bisa lebih kooperatif menerangkan permasalah pemberian surat rekomendasi pengembangan lahan.
"Kalau tidak ada yang disembunyikan kenapa harus menghindar. Kenapa yang diutus malah setingkat kepala seksi, ini yang dipertanyakan 1.500 ha loh. Kalau cuma 2-3 hektar iya," ujar Lagat.
Baca: Polemik Megaproyek Teluk Tering, Kepala BP Batam: Itu Urusan Para Dewa
Pemberian rekomendasi ini dikhawatirkan sarat akan kepentingan kekuasaan, sehingga membuat Ombudsman meragukan kredibilitas Wali Kota Batam yang nantinya juga akan menjabat sebagai Ex- Officio Kepala BP Batam.
"Kalau seandainya jadi ada ex officio nanti. Apakah tidak terjadi konflik interest, Wali Kota Batam sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam. Kerena membicarakan dua lembaga yang berbeda," imbuhnya.
Lanjutnya Ombudsman menilai rencana jika ex-officio jadi ditetapkan, maka akan jadi rentan konflik kepentingan, bagi Wali Kota Batam. Dimana dua lembaga dipimpin oleh satu lalu mengusulkan sesuatu yang sudah direncanakan BP Batam dan diambil alih Pemko Batam. Kompleksitasnya sendiri akan sangat tinggi
"Kalau memang mau betul-betul menghilangkan dualisme, ya sudah, satukan saja BP Batam dan Pemko Batam buat undang-undangnya daerah ekonomi khusus Batam. Sekarang dengan adanya dualisme ex-officio bukan jawaban. Pasti ada benturan, BP Batam bukan lembaga kemarin sore. Apa nanti wali kota bisa menghindar dari kepentingan politik? Pasti pemerintah tidak bisa menghindar dari konflik kepentingan. Kepala BP Batam yang sudah profesional saja bisa digoyang kok," terangnya
Ombudsman tidak bertentangan apapun keputusan kedepan. Namun sebagai lembaga mereka terus menyurati Presiden untuk benar-benar mengkaji dan meninjau wali kota sebagai ex-officio
"Kami mengimbau jangan sampai nanti berpotensi pada kepentingan," katanya.
(das)