Pemasangan Pendeteksi Dini Tsunami Baru Terhambat Devaluasi Rupiah?

Pemasangan Pendeteksi Dini Tsunami Baru Terhambat Devaluasi Rupiah?

Suasana Jembatan Kuning yang ambruk akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9)

Washington - Indonesia seharusnya sudah memiliki sistem pendeteksi dini tsunami yang dikembangkan oleh ilmuwan Amerika Serikat. Namun pemasangan prototipe pertama yang seharusnya dilakukan pada 2017/2018 terhalang minimnya anggaran.

Instalasi pendeteksi gelombang tsunami berbasis hidropon yang dikembangkan oleh ilmuwan Amerika Serikat dan Indonesia gagal dipasang menyusul ketidakjelasan anggaran. Seharusnya prototipe pertama sudah bisa diujicoba sejak 2017 silam, namun diundur hingga akhir 2018 lantaran ketiadaan anggaran.

Hal ini pertama kali dilaporkan oleh stasiun televisi AS, CNBC, yang kemudian dikonfirmasi oleh Iyan Turlyana, Pakar Teknik Kelautan di Laboratorium Otomasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Lembaga pemerintah itu sedianya diminta bantuan menyediakan kabel optik untuk keperluan transmisi data.

Menurutnya Amerika Serikat menentukan tenggat pemasangan prototipe sistem peringatan dini pada 2017, namun kemudian diundur hingga 2018.

BPPT yang "baru dilibatkan di akhir," memastikan tidak bisa menyiapkan anggaran untuk pengadaan kabel, kata Iyan. "kami kelabakan," kisahnya saat BPPT diminta terlibat. "Maka dicarilah dana dari tempat lain, tapi tidak berhasil," kata dia saat dihubungi Deutsche Welle. Tapi "bisa dikonfirmasikan BPPT tidak bisa menyediakan dana yang diminta hingga akhir 2018," kata Iyan lagi.

Pihak BPPT banyak dilibatkan ketika sistem pendeteksi dini yang dikembangkan AS mulai diujicoba di Indonesia pada 2016 silam.

Menurut laporan CNBC, Louis Comfort, Professor dan Direktur Pusat Manajemen Bencana di University of Pittsburgh, mendapat tugas mengembangkan sistem pendeteksi dini tsunami untuk diuji coba di Indonesia. Dana penelitian dikabulkan pada 2013 silam dan sukses diujicoba pada 2016.


Menurut Comfort, pada Juli silam pemerintah Indonesia sudah mengabulkan permintaan dana untuk pemasangan prototipe pendeteksi, namun "dananya tidak cukup untuk membiayai pemasangan" lantaran melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.

Ia menduga birokrasi yang rumit menghambat implementasi proyek. "Ada tiga lembaga yang harus bekerjasama, ditambah kami yang merupakan gabungan dari lima institusi, empat dari Amerika Serikat dan dua dari Indonesia. Semua itu harus dikoordinasikan," kata dia.

Hal ini disayangkan oleh BPPT. Karena menurut Iyan, sistem pendeteksi baru itu "menjawab masalah Vandalisme dan biaya yang sangat tinggi," terkait pengadaan dan perawatan buoy tsunami. Terutama biaya pengadaan yang murah membuat penggunaan sistem pendeteksi berbasis akustik bisa dipasang di lebih banyak lokasi.

(pkd)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews