Melihat Sejarah Singkep, Pulau yang Pernah Berjaya Karena Timah

Melihat Sejarah Singkep, Pulau yang Pernah Berjaya Karena Timah

Ilustrasi peta Pulau Singkep (Foto:Net)

Lingga - Pulau Singkep merupakan salah satu dari tiga pulau besar yang ada di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Pulau ini dulunya juga dikenal sebagai pulau penghasil timah dengan reputasi penambangan selama hampir dua abad mulai dari tahun 1812-1992 silam.

Bahkan, pulau ini juga dikenal sebagai salah satu pulau yang terdapat tambang timah terbesar selain Pulau Bangka di Sumatera Selatan. Kala itu, di Indonesia hanya ada tiga pulau penghasil timah yaitu Bangka, Belitung dan Singkep.

Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II (1857-1883), yang merupakan Sultan Riau-Lingga pertama yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, kebijakan kerajaan adalah memfokuskan program kerjanya untuk meningkatkan penghasilan rakyat.

Maka, selain menggalakkan pertanian sagu, Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II juga menggalakkan penambangan bijih timah di Pulau Singkep. Pulai itu pun mengalami masa kejayaan, baik dibidang perekonomian maupun kesejahteraan dikarenakan adanya pertambangan timah cukup besar yang menopang segala kemajuan di Pulau Singkep.

Namun, seiring dengan berkembangnya Lingga sebagai pusat Kesultanan Riau-Lingga dan membaiknya perekonomian kerajaan, Belanda semakin berusaha untuk mengetatkan kendali terhadap perekonomian Kesultanan Riau-Lingga itu.

Maka pada tanggal 1 Desember 1857 dilaksanakan perjanjian antara sultan dengan Belanda tentang diizinkannya pengusaha Belanda untuk membuka tambang timah.

Tapi, menginjak tahun 1985, menjadi tahun dimulai merosotnya kejayaan timah. Ketika itu terjadi peristiwa yang disebut tin crash atau malapetaka timah, yang ditandai dengan ambruknya harga timah di pasaran dunia.

Harga timah anjlok dari 16.000 Dolar AS menjadi 8.000 Dolar AS per metrik ton. Kemerosotan harga itu, membuat usaha penambangan, khususnya di Pulau Singkep menjadi lesu. Eksplorasi berkurang, laba menurun, dan mulailah dampak atas karyawan terasa, seperti pemutusan hubungan kerja dan lainnya.

Sejalan dengan itu pula, penambangan timah di Pulau Singkep dan semua akitifitasnya dipindahkan ke Karimun dan Kundur. Perubahan drastis langsung menerpa mereka yang mengantungkan hidupnya pada PT. Timah. Berangsur-angsur, 2.400 karyawannya diberhentikan dan diberi uang tolak alias pesangon.

Sebagian karyawan yang diberhentikan mulai meninggalkan Pulau Singkep. Sedangkan pegawai yang tidak diberhentikan, mutasi ke lokasi tambang lain di Bangka, Tanjung Batu dan Tanjungbalai, Karimun.
Pulau Singkep, dan khususnya Kota Dabo mulai terjerembab.

Secara perlahan dan sedikit demi sedikit, warganya mulai hengkang, terutama kalangan usahawan, banyak yang pindah ke Tanjungpinang atau Batam. Anak-anak mudanya berhamburan merantau, mencari pekerjaan. Akibatnya, Dabo Singkep jadi sepi.

Sekian tahun lamanya Singkep berada pada masa-masa transisi yang dipenuhi berbagai masalah, baik ekonomi, kesejahteraan, krisis kejiwaan karena halusinasi masa-masa kemewahan.

Selain itu, dampak-dampak negatif usai tutupnya PT. Timah itu terus menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Singkep seperti datangnya penyakit malaria yang menyerang karena lobang-lobang (kolong) bekas galian PT. Timah.

Karena itu pula, saat ini di Pulau Singkep dipenuhi dengan danau-danau bekas galian timah tanpa upaya rehabilitasi secara signifikan. Kondisi ini semakin diperparah dengan hadirnya Perusahaan Penambangan Pasir Tailing Timah sejak 1993.

Pola pembangunan yang ada pun tidak jelas karena tidak memiliki landasan ekonomi yang kukuh. Masyarakat Singkep sebelumnya merasa dimanja oleh pendapatan timah, dan dapat menikmati kehidupan modern jauh lebih cepat dari daerah lain di Kepulauan Riau, seperti melimpah ruahnya listrik, air bersih, bahan makanan, fasilitas kesehatan dan penidikan, serta kemajuan olahraga.

Namun setelah masa penambangan timah, Pulau Singkep menjadi daerah yang nyaris terbelakang. Hingga saat ini, tidak ada lagi tambang timah yang bisa mensejahterakan masyarakat itu kembali beraktifitas.

Hanya sebagian warga yang melakukan aktifitas tersebut, tapi kebanyakan tidak memiliki izin alias ilegal. Dengan begitu, sekarang ini masyarakat Pulau Singkep pun tidak lagi terfokus pada timah, melainkan berbagai macam pekerjan yang dijalani.

(ruz)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews