Nelayan Mendesak Sertifikat Hak Milik di Pantai Kuda Laut Dicabut

Nelayan Mendesak Sertifikat Hak Milik di Pantai Kuda Laut Dicabut

Seorang warga nelayan yang protes lahan yang mereka tempati tiba-tiba diklaim pihak lain. (foto: edo/batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Karimun - Kasus lahan di pantai Kuda Laut, Meral, Karimun, masih berproses. Nelayan dan warga yang bertempat tinggal di kawasan itu tetap meminta agar klaim sertifikat hak milik lahan di lokasi yang mereka tempati dicabut.

Selain itu, kelompok nelayan juga telah mengirimkan surat ke beberapa instansi terkait seperti Polres Karimun, Kejari, DPRD, Polda Kepri, BPN Provinsi, DPR RI, KPK dan beberapa instansi lainnya.

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum nelayan, Edwar Kelvin Rambe saat dikonfirmasi wartawan.
 
"Informasi yang kita peroleh orang Polda, Kejari, Kementerian Kelautan sudah turun ke lapangan. Kepada DPRD kita sudah ajukan untuk dapat hearing," kata Edwar melalui telpon Kamis (30/11/2017) malam.

Edwar menyampaikan, nelayan meminta agar surat kepemilikan dapat dicabut agar aktifitas mereka dapat berjalan kembali seperti biasa.

Menurutnya, sertifikat kepemilikan lahan tersebut dapat dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) jika belum mencapai jangka lima tahun.

"Permintaan nelayan sederhana saja agar surat kepemilikan itu dicabut, sehingga mereka bisa melaut lagi dan tidak digusur. Sertifikat mereka 2017 dan sebelum lima tahun BPN bisa mencabut," ujar Edwar.

Kemudian, lahan yang bermasalah itu memiliki dua sertifikat dengan dua nama pemilik Ri dan R yang total luasnya sekitar lima hektar lebih. Dari data yang ada, Edwar mengatakan, sebagian lahan tersebut disebutkan juga berada di wilayah laut.

Sebelumnya, pihak pemilik lahan melalui kuasa hukumnya, Pandapotan Marpaung membantah ingin menggusur nelayan dan menguasai laut Karimun.

Pandapotan memaparkan bahwa berawalnya sengketa lahan karena ada penggarap yang tanpa hak menduduki tanah tersebut.

"Setelah melayangkan gugatan dan diproses, Pengadilan Negeri Karimun menetapkan putusan memenangkan pihak pemilik lahan selaku penggugat,” ucapnya.

“Jadi secara garis besar Pengadilan Negeri Karimun dalam amar putusannya menyatakan bahwa tergugat (penggarap) bersalah telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni menguasai dan menduduki serta mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain tanpa hak dan izin dari si pemilik tanah. Kemudian juga memerintahkan tergugat (penggarap) untuk menyerahkan tanah kepada klien kami," Jelasnya.

Kemudian, ia juga mengatakan kalau informasi yang beredar di masyarakat bahwa kliennya akan menghilangkan mata pencarian para nelayan, tidak benar.

"Kami selaku penasehat hukum dari pemohon eksekusi atas tanah milik pemohon atau klien kami yang berada di Kuda Laut. Kami ingin menyampaikan beberapa hal untuk meluruskan sekaligus memberikan informasi yang benar kepada masyarakat terkait hal yang sedang terjadi agar tidak sesat dan semakin liar isunya. Dengan akta yang ada itu darimana datangnya kami dianggap akan menggusur nelayan dan menghilangkan mata pencaharian mereka. Kami terbuka jika ada pidana dalam permasalahan ini maka laporkan ke polisi. Jika tidak sepakat dengan sertifikat hak milik yang dikeluarkan BPN maka gugat ke PTUN," papar Pandapotan.

Ditambahkan Pandapotan, lahan yang bersengketa tersebut tidak mencapai empat hektar lebih, seperti yang berkembang di masyarakat saat ini.

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews