Apindo: Perka 10 BP Batam Matikan Investor

Apindo: Perka 10 BP Batam Matikan Investor

Ketua Apindo Kepri Ir Cahya (Foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Peraturan Kepala (Perka) BP Batam no 10 tahun 2017 menuai kontroversi. Perka ini dianggap mematikan investor dan pengusaha.

Perka itu sudah diterbitkan pada tanggal 6 Juni 2017 lalu. “Kenapa baru sekarang dirilis ke umum. Kami baru tahu Kamis yang lalu (28 september),” ujar Ketua Apindo Kepri, Ir Cahya, kepada batamnews.co.id, Minggu (1/10/2017).

Menurut Cahya, Perka tersebut menimbulkan sejumlah kekhawatiran baru dan sangat meresahkan. 

“Salah satu, pasal 20 adalah pengguna lahan diwajibkan untuk menyerahkan jaminan pelaksanaan pembangunan sebesar 10 persen dari total nilai pembangunan,” ujar Cahya. 

Baca juga:

BP Batam: Gagal Bangun Jaminan Investor 10 Persen Hangus, Lahan Ditarik

 

Cahya menuturkan, jika estimasi total proyek mencapai Rp 2 triliun, maka investor harus menyetor jaminan 10 persen yaitu Rp 200 miliar kepada BP Batam.  

“Dan dana tersebut baru akan dikembalikan kepada kami setelah kami menyelesaikan pembangunan tersebut. Artinya kalau proyek selesai 10 tahun, maka dana baru dikembalikan 10 tahun kemudian,” ujar dia.

Yang lebih parah lagi, kata Cahya, jika tidak selesai sesuai waktu, maka dana tersebut akan dicairkan menjadi milik BP Batam. “Apakah aturan seperti ini tidak keterlaluan?” kata dia.

Di dalam perka tersebut di pasal 30, juga disebutkan, setiap lahan dan rumah yang akan kita agunkan ke bank, wajib mendapatkan persetujuan BP batam lebih dulu. 

"Kalau dulu hanya cukup izin dari istri, tapi sekarang selain istri, BP Batam juga harus ikut memberi persetujuan. Karena semua rumah kita dibangun diatas lahan BP Batam, begitu alasannya," kata Cahya. 

Belum lagi aturan-aturan lain yang tak sesuai dengan di lapangan yang menghambat investor membangun.

“Dengan perka seperti ini, bagaimana kami bisa menbangun Batam ini?” ujar Cahya.

Apindo mengaku heran dengan BP Batam yang menerbitkan perka yang bertentangan dengan semangat Presiden Jokowi mendorong pemangkasan birokrasi dan mempermudah perizinan serta investasi. 

“Perka 10/2017 sangat bertolak belakang dengan semangat Perpres 19/2017 yg baru diterbitkan 22 September yang lalu,” ujarnya. 

Selain itu, kata Cahya, harus diakui semua pengusaha membutuhkan dana bank untuk mengembangkan usaha. Sehingga lahan-lahan, rumah adalah aset.

“Kami juga sudah menginvest banyak dana untuk mematangkan lahan kami, untuk membangun rumah kami,” ujar dia.  

Saat ini, kata Cahya, jika semua tanah dianggap sewa dari BP Batam, maka semua  kegiatan kami harus mendapatkan persetujuan dari BP Batam terlebih dahulu.  

“Lantas BP Batam memakai indikator apa untuk memberi persetujuan? Pakai suka tidak suka, atau apa? Kami semakin bingung dibuatnya. Dan jelas, ini sangat meresahkan.  Kami yang pengusaha lokal aja resah, apalagi investor.... ngacir dulu,” ungkapnya. 

Belum lagi soal jaminan pelaksanaan sebesar 10 persen itu yang dinilai sangat memberatkan. “Bisa mencapai angka triliunan, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap dana itu?” ujar dia. 

Di sisi  lain, yang sulit diatasi adalah rumah liar. “Selalu terkendala dengan rumah liar yang sekarang masih menguasai lahan-lahan kami. BP Batam tidak pernah konsen untuk mencari solusi penyelesaian masalah tersebut. Malah asyik mengeluarkan perka aneh-aneh.  Apakah ini tidak membuat Batam semakin terpuruk?” ujar Cahya penuh tanya.

(snw)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews