BPPT : Sagu Meranti Bisa Jadi Bahan Alternatif Glukosa

BPPT : Sagu Meranti Bisa Jadi Bahan Alternatif Glukosa

Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir menyalami Direktur Pusat Teknologi Agroindustri BPPT Ir Nenie Yustiningsih MSc disaksikan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepulauan Meranti Makmun Murod Gedung BPPT Jakarta, Jumat (20/2). (Foto: Humas Pemkab Meranti/Seven Desta)

JAKARTA – Satu lagi kabar mengembirakan bagi petani sagu di Kepulauan Meranti. Hasil penelitian tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) RI menemukan bahwa sagu bisa diolah menjadi glukosa (gula cair) yang bernilai ekonomi tinggi. Penjelasan mengenai manfaat lain dari sagu tersebut disampaikan tim peneliti BPPT di hadapan Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir di ruang pertemuan BPPT Jl Thamrin, Jakarta, Jumat (20/2) lalu. Dijelaskan bahwa sagu bisa menjadi alternatif bahan baku glukosa yang selama ini banyak diambil dari tapioka.

“Sirup glukosa adalah pemanis alami dari bahan baku pati. Glukosa ini banyak digunakan untuk industri makanan dan minuman seperti sirup, permen, coklat dan es krim,” ujar Peneliti BPPT, Ir Supriyanto, M.Eng.

 Menurut dia, pada umumnya industri glukosa menggunakan bahan baku tapioka yang harganya sangat fluktuatif. Harga tapioka saat ini pada kisaran Rp 8.000 per kilogram. Sementara harga sagu sangat stabil hanya pada kisaran Rp 5.000 per kilogram.

 “Sagu pernah diujicoba sebagai bahan baku untuk industri glukosa menggantikan tapioka. Hasil produknya maupun prosesnya tidak berbeda nyata,” tegas Supriyanto.

 Untuk itulah Supriyanto memperkirakan bila di Kepulauan Meranti didirikan pabrik industri glukosa, maka akan sangat menguntungkan. “Dengan harga glukosa pada kisaran Rp 7.500 per kilogram, maka profit marginnya mencapai 20-25 persen,” tambahnya.

 Bahkan Supriyanto mengatakan saat ini ada pengusaha glukosa yang menginginkan sagu dalam jumlah sangat besar, sebagai bahan baku pabriknya di Jawa. Namun pengusaha tersebut kesulitan mendapatkan sagu mengingat tata niaga sagu yang belum meluas.

 “Pengusaha ini sudah melakukan penjajakan mendapatkan sagu di Cirebon yang merupakan sagu dari Meranti. Namun belum berhasil. Kalau diarahkan ke Meranti tentu sangat tepat,” ungkap dia.

Menurutnya penggunakan sagu sebagai bahan baku glukosa sudah dilakukan di Malaysia, terutama di Sarawak yang memiliki tanaman sagu. Bahkan pengelolaan perkebunan dan produksi sagu di negara tersebut sudah dilakukan dengan sangat baik sehingga memiliki kualitas sangat tinggi.

“Berbagai industri makanan dan minuman di Malaysia sudah lama menggunakan glukosa yang terbuat dari bahan baku sagu,” ungkap dia.

Sementara itu Bupati Kepulauan Meranti menyambut baik hasil penelitian tersebut. Dia berharap pihak yang berminat mengembangkan sagu menjadi berbagai produk hilir bisa diarahkan ke Kepulauan Meranti. 

“Harus diakui produk hilir sagu ini masih terbatas. Atas dasar itu kita selalu mendorong hilirisasi produk-produk sagu,” papar dia.

Sebelumnya Direktur Pusat Teknologi Agroindustri BPPT Ir Nenie Yustiningsih, M.Sc menjelaskan bahwa Kepulauan Meranti merupakan produsen sagu terbesar di Indonesia bahkan mungkin di dunia. Hal ini mengingat baru di Kepulauan Meranti tanaman sagu dibudidayakan dengan baik oleh masyarakat. 

Saat ini diperkirakan produksi sagu Meranti diperkirakan mencapai 200 ribu ton per tahun. Bila dikalikan harga Rp 5.000 per kilogram, maka uang yang dihasilkan tanaman sagu tersebut mencapai satu triliun per tahun.

“Kita berharap ke depan sagu tidak hanya jadi bahan pangan tapi menjadi bahan baku berbagai industri. Dengan demikian sagu bisa jadi unggulan daerah. Saya kira sagu bisa menjadi ikon Kepulauan Meranti,” ungkap Ir Nenie.

Dalam pertemuan tersebut, tim peneliti BPPT yang terdiri dari tujuh orang pakar juga mempresentasikan bagaimana kulit sagu bisa diolah menjadi biomass yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik. Tim BPPT juga menemukan bahwa kandungan gula pada sagu sangat rendah sehingga sangat bagus untuk kesehatan terutama mengurangi risiko diabetes. Kandungan serat pada sagu juga sangat tinggi sehingga sangat baik untuk kesehatan pencernaan.

Pada presentasi itu hadir pula Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepulauan Meranti Makmun Murod, Kepala Bappeda Aza Faroni, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Yulian Norwis, Kepala Disperindag Syamsuar Ramli, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Herman dan Kepala Badan LIngkungan Hidup Irmansyah serta Kabag Humas Ery Suhairi.

 

[hms]


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews