Benteng Merana di Ujung Pantai Karang Bersulam

Benteng Merana di Ujung Pantai Karang Bersulam

Melihat dari sisi depan Benteng Tanjung Cengkeh, Daik, Lingga. (Foto: Ruzi Wiranata/batamnews.com

BEBATUAN bersusun rapi itu telah termakan usia. Berbentuk tempat perlindungan seluas 50 meter, batu-batu berlumut inilah yang menjadikan Pantai Pasir Panjang Karang Bersulam berbeda dengan tempat wisata lainnya di Daik, Lingga.

Sebuah plang nama di sisi bukit tampaknya didedikasikan sebagai penabalan identitas batu bersusun itu. Dari kejauhan agak susah membacanya. Catnya sudah mengelupas, sebagian huruf yang semula adalah rangkaian kata telah terlepas dan tak jelas maknanya.

Melihat dari dekat, dari jejak-jejek huruf yang sudah tak lengkap itu terbacalah "Situs Cagar Budaya, Benteng Tanjung Cengkeh". Selebihnya sudah tak terbaca lagi, huruf-huruf yang masih tertempel di plang nama dari beton itu sudah tak terbaca.  Laksana huruf merana tak bertujuan.

Melangkah ke dalam benteng, dari sini bisa melihat pasir putih Pantai Karang Bersulam yang memesona. Matahari mengintip dari balik awan kelabu menyiram sinarnya ke punggung laut yang memantulkan cahaya laksana kilau berlian.

Deburan suara ombak yang berebut menggumuli pasir putih terdengar jelas dari benteng ini. Ia seperti raksasa yang sedang mendesis menggoda gelombang laut yang cuma dapat menghempaskan badannya ke atas karang-karang yang ada di sana.

Bahasa alam sang laut di pantai itu bersahutan dengan semilir angin yang menggelitik pohon nyiur, hingga daunnya melambai-lambai mengimbangi kepak sayap elang laut yang melayang indah.  

Berdiri di benteng yang berada di sebuah bukit yang terjal di ujung pantai ini, badan terasa sejuk. Dari atas benteng, bisa  melihat begitu indahnya hamparan Gunung Daik bercabang tiga yang namanya termasyhur hingga ke negeri jiran Malaysia.

***

BENTENG Tanjung Cengkeh terlihat merana. Tak terawat. Tumbuhan liar mulai menggerayanginya. Ilalang tumubuh liar menutupi berbagai sisi benteng. Padahal tempat ini adalah salah satu jejak sejarah kebesaran Melayu di masa lalu.

Benteng adalah bangunan untuk keperluan militer yang dibuat untuk keperluan pertahanan ketika berperang. Dalam riwayatnya, benteng sudah dibangun umat manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Tentu salah satunya adalaha Benteng Tanjung Cengkeh ini.

Disebutkan, benteng ini dibangun semasa Sultan I Lingga yaitu Sultan Mahmud Riayat Syah III (1761-1812 ), atau sezaman dengan Benteng Kuala Daik. Benteng ini berfungsi sebagai tempat pengintaian di Pulau Lingga.

Menurut sejumlah catatan sejarah, Sultan Mahmud Riayat Syah III adalah Sultan yang pertama kali di Daik Lingga. Dia adalah Sultan Johor-Pahang-Riau-Lingga XVI yang memindahkan pusat kerajaan Melayu dari Bintan Hulu Riau ke Daik Lingga pada 1787. Istrinya Raja Hamidah (Engku Putri) adalah  pemegang Regelia kerajaan Melayu-Riau-Lingga.

Namun jika menelusuri catatan sejarah, maka kondisi kerajaan yang sangat banyak gangguan pepeangan adalah di masa Sultan Abdul Rahman Syah 1812-1832. Abdul Rahman adalah  putra Sultan Mahmud Riayat Syah III yang dikenal sangat taat menjalankan perintah Islam dan mengemari pakaian Arab.

Pada zaman Sultan Abdul Rahman inilah dibangun Mesjid Sultan Lingga, benteng-benteng pertahanan di Mepar, Bukit Cening, Kota Parit (di belakang Kantor Bupati Lama) serta Benteng Kuala Daik, Meriam Pecah Piring, dan Padam Pelita yang terdapat di mes Pemerintah Kabupaten Lingga.

Peperangan di masa itu terjadi setelah Inggris dan Belanda yang mengobok-obok Kerajaan Melayu ini. Apalagi pada 1824, Belanda dan Inggris yang membagi wilayah jajahannya, yaitu semenanjung Malaya untuk Inggris, dan Sumatra serta pulau-pulau di sekitarnya dibawah kekuasaan Belanda.

Kondisi ini bertambah parah akibat terjadi perebutan kekuasan di kalangan internal kerajaan, yaitu antara dua kakak beradik putra Sultan Mahmud Riayat Syah III. Inggris mengangkat Raja Kerajaan Johor yang pertamanya, yaitu Tengku Hussain bergelar Sultan Hussain Syah (1819-1835) putra tertua Sultan Mahmud Syah lll.

Sedangkan Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan besar Johor Pahang Riau Lingga ke XVll yang tak lain adalah adik Tengku Hussain, menjadi Sultan pertama Kerajaan Riau Lingga bergelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke l.

Maka pecahlah kerajaan besar Melayu atau emporium Melayu Johor-Riau-Lingga menjadi dua bagian.  Istana Sultan Abdul Rahman Syah terletak di Kampung Pangkalan Kenanga sebelah kanan mudik sungai Daik. Sultan Abdul Rahman yang terkenal sangat membangkan kompeni tentu saja selalu diserang.

Dalam menghadapi Belanda sultan dibantu Yang Dipertuan Muda Riau diantaranya Raja Haji Fisabilillah atau bergelar Marhum Ketapang. Perlawanan itu dilakukan sampai sultan mangkat pada 19 Agustus 1832 di Daik, dimakamkan di Bukit Cengkeh bergelar Marhum Bukit Cengkeh.

Itulah sebabnya, Benteng Tanjung Cengkeh sangat erat kaitan ceritanya dengan Sultan Abdul Rahman.

***

TEPAT di bagian depan benteng yang menghadap ke laut, terdapat bebatuan besar sebagai penyangga gelombang laut menjadi lokasi yang cocok untuk tempat bersantai.

Lokasi benteng yang masih dalam lingkup pantai pasir panjang tersebut sangat mudah untuk dikunjungi pengunjung. Perjalanan hanya memakan waktu sekitar 10 menit berjalan kaki dari bibir pantai menuju bukit .

Untuk menuju lokas ini, hanya membutuhkan waktu 20 menit bersepeda motor dari kota Daik. Di sepanjang jalan mata teduh dengan pemandangan indahnya suasana perkampungan, seperti Kampung Budus, Kampung Tengah, Cenut, Kado dan Malar.

Di sepanjang jalan masih banyak pepohonan yang lebat serta perkebunan lada sahang (merica) warga setempat.

Pantai pasit putih ini memang belum banyak tersentuh wisawatan. Hanya ramai saat menjelang bulan ramadhan, yaitu ada budaya mandi safar yang dilakukan sejak turun temurun.

Setelah itu, pantai indah dengan benteng yang menyimpan banyak cerita itu kembali kesepian.***

Laporan: Ruzi Wiranata - Lingga


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews