Wawancara Ketua Dewan Pers, Yosef Adi Prasetyo

Verifikasi Media untuk Kembalikan Kepercayaan Publik dan Tangkal Hoax

Verifikasi Media untuk Kembalikan Kepercayaan Publik dan Tangkal Hoax

Ketua Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo saat memaparkan materi di Pelatihan Jurnalistik Disnaker Batam-LPK Gemilang di The Hills Hotel, Nagoya, Batam. (foto: jim/batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Dewan Pers sedang menggesa proses verifikasi perusahaan pers di Indonesia. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menargetkan verifikasi media di Indonesia selesai dalam satu tahun.

Stanley mengatakan, verifikasi merupakan amanat UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk mendata perusahaan pers. Melalui verifikasi, Dewan Pers juga memastikan komitmen pengelola media dalam menegakkan profesionalitas dan perlindungan terhadap wartawan. Wartawan pun dituntut benar-benar sesuai fungsinya.

Selain itu, melalui pendataan atau verifikasi perusahaan pers, Dewan Pers (DP) ingin mendorong penguatan pers dan positioning media mainstream dalam memasuki era konvergensi media.

Menurut pria yang akrab disapa Stanley ini, media arus utama harus bisa mengembalikan kepercayaan publik soal banyaknya media abal-abal dan wartawan gadungan. Ditambah dengan maraknya serbuan berita hoax atau informasi bohong yang dibuat seolah-olah sebagai karya jurnalistik.

Dalam hal hoax, pers seakan-akan menjadi pihak yang disalahkan.

Stanley menyebutkan, menurut perkiraan kini ada sekitar 2.000 media cetak di Indonesia. Namun, dari jumlah tersebut hanya 321 media cetak yang memenuhi syarat disebut sebagai media profesional.

Sedangkan media online atau siber, diperkirakan mencapai 43.000. Tapi yang tercatat sebagai media profesional yang lolos pendataan hanya 168 media saja. Angka ini menyusut dari data tahun 2014 yang mencapai 243 media online. Selain itu, tercatat ada 674 media radio dan 523 media televisi.

Dewan Pers menggandeng Serikat Perusahaan Pers (SPS) di masing-masing provinsi untuk proses verifikasi. Media yang terverifikasi akan diumumkan Dewan Pers secara bertahap dan bisa menjadi pedoman bagi masyarakat atau instansi.

Berikut petikan wawancara dan obrolan Batamnews.co.id dengan pria kelahiran Malang, 20 Juni 1959 ini. Wawancara dilakukan di sela-sela Pelatihan Jurnalistik yang digelar Disnaker Batam dan LPK Gemilang yang didukung AJI Batam. Acara digelar di Hotel The Hills, Nagoya Batam, Rabu (22/3/2017). Ketua SPS Kepri Marganas Nainggolan dan beberapa pengurus SPS ikut terlibat dalam obrolan tersebut.

Apa latar belakang dan tujuan dari verifikasi media ini?

Itu mandat Undang-Undang 40 Tahun 1999 yaitu mendata media. Dan verifikasi itu adalah salah satu cara untuk mendata.

Verifikasi media ini juga merupakan hasil Piagam Palembang pada tahun 2010. Di situ menyatakan bahwa kita sepakat empat hal, pertama itu terkait dengan keselamatan wartawan. Kedua terkait dengan badan hukum. Ketiga itu terkait dengan kompetensi wartawan. Keempat mengenai kesejahteraan wartawan.

Apa syaratnya untuk verifikasi perusahaan pers ini?

Cukup banyak syaratnya. Diantaranya perusahaan pers harus berbadan hukum PT. Media harus memiliki alamat yang jelas, mencantumkan penanggung jawab. Lalu menjamin perlindungan terhadap wartawan. Bentuknya dalam bentuk gaji dan sebagainya.

Bagaimana Anda melihat kondisi pers di Tanah Air saat ini?

Banyak sekali keluhan yang masuk ke kami. Banyak sekali surat-surat yang masuk mempersoalkan media abal-abal yang banyak bermunculan. Ada media yang hanya dibuat untuk tujuan politik dan tujuan tertentu. Bukan fungsi jurnalistik.

Bahkan di beberapa daerah, ada sejumlah orang yang mengaku wartawan membentuk LSM lalu meminta uang kepada kepala desa. Ini kaitannya dengan dana desa Rp 1 miliar per desa yang dianggarkan pemerintah. Mereka meminta 5 persen dari anggaran yang turun dengan janji tidak akan mengusik soal pengelolaan anggaran itu.

Saya sudah menandatangani MoU dengan Kapolri dan Panglima TNI. Dengan Pak Tito soal media yang tidak terdaftar di Dewan Pers akan langsung diarahkan ke pidana jika diadukan. Sedangkan media yang terverifikasi melalui jalur UU Pers yaitu hak jawab, mediasi, dan klarifikasi.

Mou dengan Panglima TNI soal wartawan yang meresahkan. Ini akan diterapkan di seluruh koramil-koramil, bahkan babinsa.

Lalu bagaimana mekanisme proses verifikasinya?

Dewan Pers sudah mengadakan pertemuan dengan Serikat Perusahaan Pers (SPS) soal mekanismenya. Tidak mungkin Dewan Pers bisa sendiri melakukan verifikasi ini. Sebab, selain verifikasi administrasi ada juga verifikasi faktual. SPS mempunyai cabang di tiap provinsi dan SPS-lah yang akan melakukan pendataan dan hasil akhir akan diberikan ke Dewan Pers. Soal bagaimana teknisnya, kami serahkan ke SPS.

Bagaimana dengan verifikasi media online, sebab mandat ke SPS hanya untuk media cetak?

SPS kan sudah berubah menjadi Serikat Perusahaan Pers bukan lagi serikat khusus media cetak. Banyak media online sudah menjadi anggota SPS. Ada wacana pembentukan asosiasi media online di pusat tapi belum tau kapan terbentuk. Bisa setahun, bisa dua tahun bahkan lebih. Jika di SPS Kepri sudah ada SPMO (Serikat Perusahaan Media Online) silakan bersama-sama. Intinya proses ini tidak kaku. Jika di tingkat nasional sudah terbentuk, bisa melebur.

Mandat ke SPS ini sudah saya tanda tangani pekan lalu dan sudah bisa berjalan.

Apakah ada target kapan verifikasi ini akan selesai?

Targetnya setahun selesai. Tapi kita akan pantau lagi. Ada media yang sudah lolos ternyata sekarang sudah tutup. Maka verifikasi itu akan terus mengikuti perkembangan media.

Dewan Pers berencana memberikan QR code terhadap media yang sudah terverifikasi. Benarkah?

QR code ini fungsinya adalah, misalnya ada orang yang mengaku dari wartawan atau media yang gak jelas, seperti media KPK, maka kita tinggal foto dari smartphone, nanti bisa dikroscek, apakah media ini jelas atau tidak, media ini terdaftar di DP atau tidak. Foto dengan smartphone nanti bisa terkoneksi dengan data di DP.

Apa saja isi QR code?

Isi QR code adalah nama media, nomor verifikasi, kemudian penanggung jawabnya siapa, alamat redaksinya dimana, kontaknya, email, dan lain-lain.

Bagaimana jika ada narasumber yang menolak diwawancara oleh wartawan dari media yang belum lolos verifikasi?

Ada dua kemungkinan. Pertama kalau medianya tidak jelas, orang berhak untuk menolak. Tapi kalau medianya benar, maka dia bisa kena UU Pers. Jika ada media belum terverifikasi tapi merupakan media yang jelas kantornya, jelas penanggungjawabnya, ada badan hukum, terbit rutin, tinggal kemampuan teman-teman yang harus menjelaskan itu. Tapi penolakan itu hak narasumber juga.

Bagaimana tanggapan Anda dengan pelatihan jurnalistik ini?

Saya mengapresiasi Pelatihan Jurnalistik yang digelar oleh Pemko Batam melalui Dinas Tenaga Kerja Kota Batam ini. Disnaker sudah melakukan investasi SDM. Ini untuk kemampuan dan keterampilan jurnalis dalam peningkatan kompetensi wartawan dan menyongsong era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Ini sangat positif bagi saya.

Dewan Pers mendorong pemerintah daerah ikut menyokong kegiatan-kegiatan peningkatan tenaga kerja, khususnya jurnalis ini seperti pelatihan uji kompetensi. Jangan sampai nanti produser televisi, tenaga teknis di stasiun radio, pemred dan wartawan kita malah orang dari luar. Apalagi Batam yang berbatasan dengan negara tetangga.

(ind)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews