KPK Beri Warning: Suap Mutasi Jabatan Disinyalir Terjadi di Seluruh Indonesia

KPK Beri Warning: Suap Mutasi Jabatan Disinyalir Terjadi di Seluruh Indonesia

Uang suap Bupati Klaten yang disita KPK dibungkus kardus. (foto: ist/viva)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah pusat bertindak lebih serius, untuk mengatasi praktik korupsi yang dilakukan pejabat di institusi negara, khususnya kepala daerah.

Sebab, selama 2016, KPK sudah melakukan 17 kali operasi tangkap tangan. Di antara itu, ada empat kepala daerah yang menjadi tersangka, sisanya terdiri dari hakim, anggota dewan, hingga advokat dan sektor swasta.

"Subang April 2016, Banyuasin September 2016, Wali Kota Cimahi Desember 2016, dan terakhir Klaten Desember 2016," ucap Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif di kantor KPK, Jakarta, belum lama ini.

Peringatan KPK ini dikemukakan, karena pada kasus di Klaten, ditemukan adanya dugaan penerimaan suap terkait mutasi jabatan. Dimana para pejabat yang diberikan posisi diduga mengumpulkan uang mereka untuk diserahkan ke Bupati Klaten Sri Hartini.

"Perlu kami ingatkan kepada pemda provinsi maupun kabupaten, kami juga memohon Kemendagri untuk memperhatikan serius tentang pengangkatan posisi tententu sebagaimana diamanatkan PP 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah," jelas Laode.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah itu, kepala daerah punya keleluasaan untuk membentuk struktur organisasi tata kerja untuk mengoptimalkan daerahnya.

"Ini banyak sekali formasi baru, promosi, dan mutasi, kami tengarai mungkin hal ini (suap) tidak terjadi di Klaten saja, tetapi di seluruh Indonesia," ucapnya.

Menurut Laode, solusi untuk mencegah berkembangnya pemberian suap atau gratifikasi demi mendapatkan jabatan tertentu, pemerintah pusat perlu melakukan intervensi dengan memastikan rekrutmen di daerah berjalan transparan.

"Penempatan orang-orang di posisi tersebut diharapkan melalui sistem assessment pengangkatan yang transparan. Jangan hanya ditinjuk-tunjuk berdasarkan jumlah setoran," jelasnya.

Sementara untuk pemantauan dan penindakan di daerah, karena KPK tak punya aparat di daerah, lembaga ini akan berkoordinasi dengan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

"Ada beberapa hal harus diingatkan, kalau semua orang untuk dapat jabatan tertentu harus membayar, kita bisa bayangkan bagaimana kualitas pekerjaan orang itu," terang Laode.

Dalam kasus suap ini, KPK telah menetapkan Bupati Klaten Sri Hartati dan Suramlan, Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama di Dinas Pendidikan Klaten, menjadi tersangka.

Sri diduga menerima suap senilai Rp 2 miliar, dari Suramlan. Selain Sri dan Suramlan, enam orang lain ikut ditangkap KPK, mereka adalah Nina Puspitarini (PNS), Bambang Teguh (PNS), Slamet (PNS/Kabid Mutasi), Panca Wardhana (staf honorer), Sukarno (swasta) dan Sunarso (Swasta). Mereka ditetapkan sebagai saksi, di kasus ini.

KPK menduga uang suap ini berasal dari urunan para banyak pihak yang diberikan jabatan, karena memiliki isyarat kode uang syukuran.

Pada hari ketika Sri ditangkap KPK, yaitu Jumat, 30 Desember 2016. Seharusnya ada pelantikan pejabat di Klaten, tapi dibatalkan.

Mahfud MD: Bupati Klaten Cuma Apes

Pakar hukum UII Mahfud MD menuturkan, banyak pejabat yang memanfaatkan posisinya untuk menjalankan bisnis jual beli jabatan seperti yang dilakukan oleh Bupati Klaten. Sebab, kata dia, bisnis kotor tersebut dapat memberikan banyak keuntungan bagi para pelakunya.

"Yang seperti Bupati Klaten itu banyak. Kenapa bisa ketangkep, ya karena Bupati Klaten sedang apes saja," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu pada acara Refleksi Menyongsong Tahun 2017 di Gedung Pascasarjana UII Jalan Cik Ditiro, Senin (2/1/2017).

Menurutnya, proses seleksi aparatur sipil negara (ASN) memang sangat rawan terhadap tindakan suap-menyuap. Meskipun seleksi ASN telah memiliki Undang-Undang sendiri. Maka itu, siapa pun yang tertangkap melakukan suap akan dihukum dengan tahanan penjara dan seluruh asetnya dikembalikan pada negara.

(ind/bbs)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews