Tim 9: Jerat Pidana Menanti Pengrusak Lingkungan Reklamasi dan Pemotongan Bukit

Tim 9: Jerat Pidana Menanti Pengrusak Lingkungan Reklamasi dan Pemotongan Bukit

Kerusakan parah lingkugan di Bengkong. Selain itu lokasi ini juga merupakan hutan lindung. (Foto: Iskandar/Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Pengusaha reklamasi di Batam, Kepulauan Riau, bisa dijerat pidana. UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) jelas-jelas mengatur tentang hukuman bagi pengrusak lingkungan. 

"Iya, nanti setelah proses pemeriksaan akan ada gelar perkara, dan nanti akan ditentukan apakah memenuhi unsur dan lanjut pidana atau cukup sanksi administratif. Kita juga akan mendengar ahli dibidangnya," ujar Kepala Bapedalda Kota Batam, Dendi Purnomo pada batamnews.co.id, Senin (23/5/2016) malam.

Dalam pasal pasal 87 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH):

“Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”
 
Berdasarkan pasal tersebut, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan hukum) yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. 

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tersebut memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan, sejauh terbukti telah melakukan perbuatan pencemaran dan/atau perusakan. 

Pembuktian tersebut baik itu nyata adanya hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian (liability based on faults) maupun tanpa perlu pembuktian unsure kesalahan (liability without faults/strict liability) (Pasal 88 UUPPLH).

Selain di duga melanggar UU No 32 Tahun 2009, pengusaha yang melakukan proses reklamasi di Batam terbukti tidak mengindahkan dan melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012. 

"Pengusaha hanya berlindung dengan izin cut and fill, belum memiliki izin reklamasi sudah mulai bekerja," kata Dendi.

"Jadi, tidak tertutup kemungkinan pidana," ucap Dendi yang juga Sekretaris tim 9.

Tim 9 diketuai Sekretaris Daerah Agussahiman dan beranggotakan di antaranya Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Suhartini, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Rudi Syakyakirti, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Dendi Purnomo, Bagian Hukum dan institusi terkait lainnya diberi waktu selama tiga bulan untuk melakukan penyidikan.

Tersisa waktu dua bulan, setelah melakukan menghentikan proses reklamasi di Golden Prawn, Bengkong, Ocarina, Belian dan daerah lainnya. Tim 9 akan memecah tim menjadi dua dan melanjukan penyidikan ke daerah selatan.

"Tim dibagi menjadi dua, kita akan lanjutkan ke daerah selatan," ungkap Dendi.

Saat ini Pemerintah Kota (Pemko) Batam melalui tim 9 masih terus menyelidiki mengenai kerusakan lingkungan dan perizinan ilegal reklamasi dan pemotongan bukti di Batam. Dari hasil penyidikan sementara sejak 20 April 2016 lalu, tim 9 telah menghentikan sebanyak 14 titik reklamasi.

Selain menghentikan proses reklamasi, ternyata dari 14 titik hanya dua yang mengantongi izin reklamasi dan itu pun izinnya sudah kadaluarsa. Sementara 12 titik lainnya hanya mengantongi izin cut and fill.

Bahkan ada beberapa pengusaha belum memiliki izin sama sekali sudah mulai bekerja melakukan reklamasi. Ada 14 lokasi di Batam, Tiban, Batam Centre, Bengkong dan beberapa tempat lainnya.


[is]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews