#KoinUntukSilviana, Simpati untuk Siswi SMK MHS Batam yang Menunggak SPP Rp5 Juta

#KoinUntukSilviana, Simpati untuk Siswi SMK MHS Batam yang Menunggak SPP Rp5 Juta

Gerakan #KoinUntukSilviana yang muncul di media sosial. (Foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID Batam - Kisah seorang siswi SMK Multistudi High School (MHS) Batam Kepulauan Riau, Silviana (15), yang terancam tak bisa sekolah mendapat perhatian publik. Siswi cukup berprestasi itu kini menungggak uang sekolah hingga Rp5 juta.

Sejumlah orang pun melakukan gerakan #Koinuntuksilviana. Seruan itu sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib Silviana yang terancam putus sekolah akibat tak memiliki biaya membayar biaya sekolah.

Gerakan #Koinuntuksilviana muncul pertama kali di grup Facebook “Sorot Batam”. Dalam grup itu cukup banyak mendapatkan respon.

 

Orangtua Silviana bersama adiknya. (Foto: Batamnews)

 

Baru dibuka beberapa saat, kebutuhan Silviana tersebut bisa tertutup. Bahkan untuk sementara lebih dari yang dibutuhkan.

“Semua sumbangan totalnya sudah mencapai Rp6.290.000, tak sampai satu jam,” ujar Ani Lestari, salah satu relawan #Koinuntuksilviana, Minggu (8/5/2016) malam.

Menurut Ani, koin tersebut sebagai bentuk imbauan atau untuk menyentuh hati siapa saja membantu Silviana dan orangtuanya yang kesulitan biaya sekolah.

Ia juga bersyukur, respon para donatur tergerak hatinya untuk membantu Silviana yang tinggal di rumah liar Baloi Kolam, Batam, Kepulauan Riau tersebut.

Bagi para donatur yang ingin menyumbangkan dananya bisa melalui Nomor Rekening Bank Danamon Nagoya an. Ani Lestari. 

"Sisanya kita serahkan ke orangtuanya untuk membantu meringankan biaya hidup mereka," ujar Ani.

Silviana merupakan sosok siswi yang cerdas di SMK MHS Batam di Batu Ampar. Ia menduduki juara dua pada semester lalu. 

 

Suparman, ayah Silviana di rumahnya di Ruli Baloi Kolam Batam. (Foto: Batamnews)

 

Silviana dilahirkan dari pasangan Suparman dan Ade Kusmiati. Suparman merasa tak sanggup lagi membiayai Silviana untuk bersekolah.

Ia pun beberapa kali bolak-balik dipanggil pihak sekolah karena tak kunjung membayar uang SPP dan uang sekolah yang menunggak itu.

Suparman mengaku pada awalnya memilih sekolah swasta karena uang masuk bisa dicicil, belakangan ia tak sanggup, setelah biaya sekolah di sana cukup tinggi.

Suparman hanyalah seorang pedagang jajanan cimol keliling ke sekolah-sekolah, sedangkan istrinya bekerja sebagai buruh cuci dan setrika pakaian.

Mereka hidup dalam keterbatasan dan tinggal di rumah liar. Sedangkan dia memiliki lima orang anak. 

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews