Resesi Seks Mengguncang Singapura, Pasangan Baru Enggan Punya Anak

Singapura alami resesi seks. Pasangan baru enggan punya anak, karena biaya hidup yang tinggi. (ilustrasi/foto dR)
Singapura, Batamnews - Singapura menghadapi krisis kelahiran yang semakin dalam, yang dikenal sebagai "resesi seks". Menurut laporan CNBC International, angka kelahiran di Singapura mencapai rekor terendah pada tahun 2022, mengalami penurunan sebesar 7,9%, yang telah berlangsung selama beberapa tahun.
Tingginya biaya hidup di Singapura menjadi salah satu faktor utama yang membuat banyak pasangan enggan untuk menambah anggota keluarga mereka.
Tren penurunan kesuburan di Singapura diperkirakan akan berlanjut. Data dari Institute of Policy Studies, sebuah lembaga pemikir di Singapura, menunjukkan bahwa perempuan berusia 20-24 tahun di negara ini memiliki kemungkinan lebih rendah untuk melahirkan dibandingkan dengan perempuan berusia 35-39 tahun.
Menurut Jaya Dass, direktur pelaksana Ranstad Asia-Pasifik, banyak faktor yang memengaruhi keputusan untuk memiliki anak, termasuk keterjangkauan rumah, stabilitas pasangan, dan kondisi pasar kerja yang memadai.
"Daya tarik untuk memiliki anak telah berkurang secara signifikan karena masyarakat semakin matang dan berubah," katanya.
Singapura saat ini juga dihadapkan dengan masalah populasi yang menua. Pemerintah telah mencoba mendorong kelahiran dengan memberikan insentif dan "bonus".
Misalnya, pasangan yang memiliki bayi pada tanggal 14 Februari dapat menerima insentif hingga S$11.000 untuk anak pertama dan kedua, serta S$13.000 untuk anak ketiga dan seterusnya, yang merupakan peningkatan signifikan dari sebelumnya.
Baca juga: Penipuan Lowongan Pekerjaan Online di Singapura: 6.600 Korban dan Kerugian 80 Juta Dolar AS
Namun, Wen Wei Tan, seorang analis di Economist Intelligence Unit (EIU), mengatakan bahwa mengatasi tingkat kesuburan yang rendah memerlukan penanganan masalah yang lebih mendasar, termasuk masalah demografis dan sosial.
"Mengatasi tingkat kesuburan mengharuskan kita untuk menghadapi beberapa kelemahan sistem yang mendasarinya," ujarnya.
Selain itu, Singapura juga dihadapkan pada tantangan tingginya biaya perumahan. Kota ini dikategorikan sebagai salah satu kota termahal untuk ditinggali, dan harga rumah terus meningkat. Ketersediaan perumahan umum yang terjangkau juga menjadi masalah.
Baca juga: Mal Singapura Viral di TikTok karena Sediakan Jalur Sepeda yang Unik
Biaya lain yang terkait dengan membesarkan anak di Singapura juga menjadi beban tersendiri, yang membuat banyak warga memilih untuk tidak memiliki anak.
Meskipun pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk mendorong kelahiran, masalah ini tetap menjadi perhatian utama dalam upaya menjaga keberlanjutan populasi Singapura.
Komentar Via Facebook :