Menggali Akar Orang Darat, Jejak Kehidupan Masyarakat Asli di Pulau Rempang Batam

Menggali Akar Orang Darat, Jejak Kehidupan Masyarakat Asli di Pulau Rempang Batam

Pulau Rempang yang diincar Tomy Winata sejak tahun 2004 (Foto: Batamnews)

Batam, Batamnews - Pulau Rempang, yang terletak di Kota Batam, Kepulauan Riau, telah menjadi pusat perhatian dalam beberapa hari terakhir. Bentrokan antara warga setempat dan aparat pada Kamis (7/9/2023) telah mengguncang pulau ini.

Ratusan aparat gabungan dikirim ke Rempang Galang pada pagi hari tanggal 7 September 2023 untuk mengamankan petugas yang hendak mengukur dan mematok lahan di pulau ini. Namun, rencana ini berujung pada kericuhan ketika warga setempat mencoba menghalangi mereka dengan melempari aparat menggunakan batu.

Aparat datang dengan peralatan anti huru hara, termasuk watercanon, gas air mata, dan kendaraan taktis lainnya, untuk mempertahankan rencana pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam yang dikenal sebagai Rempang Eco City.

Baca juga: Reaksi Organisasi Kemasyarakatan Terhadap Konflik Relokasi di Rempang dan Galang Batam

Proyek ini akan mengubah wajah Pulau Rempang, dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) berinvestasi sebesar Rp 381 triliun untuk membangun kawasan investasi terpadu di atas lahan seluas 17 ribu hektar. Namun, keputusan ini memunculkan kontroversi besar karena mengancam hak-hak masyarakat yang telah tinggal di pulau tersebut selama berabad-abad.

Pulau Rempang bukanlah sekadar lahan kosong. Melansir laman resmi kebudayaan.kemendikbud.go.id, menurut catatan sejarah, pulau ini adalah tempat tinggal bagi Orang Darat, yang diyakini sebagai penduduk asli Batam.

Pada tahun 1930, seorang pejabat Belanda bernama P. Wink melakukan kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang dan mencatat bahwa mereka adalah suku asli yang hidup tanpa dinding dan hanya beratap.

Baca juga: Wisata Kampung Vietnam di Batam Sepi Pengunjung Imbas Konflik Rempang

Catatannya tentang kunjungan dimuat dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang, 4 Februari 1930 (Laporan Sebuah Kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang pada 4 Febaruari 1930). Laporan ini ditulis di Tanjungpinang, 12 Februari 1930 dan dimuat dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkunde, Deel LXX Aflevering I,1930.

 

Menurut P Wink, pejabat Belanda di Tanjungpinang sudah lama mengetahui tentang keberadaan Orang Darat ini. Namun, belum ada kontak langsung dengan mereka. Barulah P Wink, pejabat Belanda pertama yang turun langsung menemui Orang Darat ini.

Menurut P Wink, orang Belanda bernama JG Schot dalam tulisannya Indische Gids tahun 1882, di Pulau Rempang ada suku asli yang bernama Orang Darat atau Orang Utan. Menurut legenda, mereka berasal dari Lingga. Namun, tidak ada informasi yang jelas tentang asal usul ini. Orang Darat ini mirip suku asli Johor dan Melaka, yakni Orang Jakun.

Orang Darat di Pulau Rempang hidup di pondok-pondok tanpa dinding dan hanya beratap. Selain tinggal di Pulau Rempang, Orang Darat ada juga yang tinggal di Pulau Batam tapi kemudian seakan hilang karena membaur dengan Orang Melayu.

Tampilan Orang Darat, kulitnya lebih gelap dari orang Melayu. Mereka tidak terbiasa hidup di laut. Mereka tidak memiliki sampan. Mereka hidup dari bercocok tanam, mencari hasil hutan.

Kalau kondisi air pasang, mereka baru mencari kepiting dan lokan. Nantinya dibarter dengan orang Tionghoa yang memiliki kebun gambir yang ada di Pulau Rempang. Tahun 1930, jumlah Orang Darat hanya sekitar 36 jiwa. Sebelumnya informasi dari Tetua Orang Darat di Rempang, Sarip dulunya Orang Darat jumlahnya 300 jiwa.

Sayangnya, populasi Orang Darat semakin menurun, dengan hanya beberapa keluarga yang tersisa pada 2014.

Melalui Keppres Nomor 28 Tanggal 19 Juni 1992, pemerintah melakukan penambahan wilayah kawasan industri Pulau Batam. Ini ditengarai semakin meningkatnya usaha di Pulau Batam dan terbatasnya kemampuan serta daya dukung lahan yang tersedia di daerah industri Pulau Batam.

 

Pulau Rempang dan Pulau Galang masuk dalam perluasan kawasan industri Pulau Batam dengan status kawasan Berikat. Kawasan kemudian dikenal dengan sebutan Barelang yang merupakan singkatan dari Batam, Rempang, Galang.

Pulau Rempang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023 dan direncakan menjadi kawasan industri, perdagangan hingga wisata bernama Rempang Eco-City. Pembangunan kawasan industri di pulau seluas 17 hektare itu digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) anak perusahaan milik Tommy Winata.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews