Reaksi Organisasi Kemasyarakatan Terhadap Konflik Relokasi di Rempang dan Galang Batam

Reaksi Organisasi Kemasyarakatan Terhadap Konflik Relokasi di Rempang dan Galang Batam

Banyak pihak mendorong musyawarah untuk menyelesaikan konflik Rempang, Batam (dok bp batam)

Batam, Batamnews - Konflik terkait relokasi atau penggusuran warga Rempang dan Galang oleh Badan Pengusaha (BP) Batam, mencuat dan menjadi sorotan utama dalam sepekan terakhir di Kepulauan Riau (Kepri).

Konflik ini memuncak dalam bentrokan antara aparat penegak hukum dan warga Rempang serta Galang yang berlangsung pada Kamis (7/9/2023) kemarin.

Unjuk rasa dan penolakan keras warga Rempang terhadap relokasi yang diusulkan oleh BP Batam terus berlanjut. Video-video bentrokan ini menyebar luas di berbagai platform media sosial seperti Facebook, TikTok, YouTube, dan Instagram, memperlihatkan tingkat ketegangan yang meningkat di Kepri.

Baca juga: Pengendara Bebas Berfoto-foto di Jembatan 4 Barelang Pasca Bentrok Aparat dan Warga Rempang

Konflik ini bermula ketika BP Batam meminta bantuan dari TNI, Polri, dan tim gabungan untuk mendatangi wilayah Rempang dengan tujuan mensterilisasi lokasi rencana investasi perusahaan asing di daerah tersebut. Hal ini menciptakan konfrontasi antara warga dan aparat keamanan yang mencoba memasuki wilayah tersebut.

Masyarakat Rempang dan Galang, tanpa memandang usia, terlibat dalam aksi penolakan relokasi mereka ke lokasi yang telah ditentukan oleh BP Batam.

Video-video di media sosial memperlihatkan ibu rumah tangga yang menangis histeris, pria lansia yang terluka parah, dan anak-anak sekolah yang terkena gas air mata dalam usaha aparat penegak hukum untuk mensterilisasi Rempang dan Galang.

 

Yang menarik perhatian adalah bahwa sebagian besar warga yang menolak relokasi ini tidak memiliki hak dasar kepemilikan tanah di wilayah tersebut. Meskipun begitu, mereka telah menjadi penduduk Rempang dan Galang selama puluhan tahun, mengikuti jejak leluhur mereka yang berjuang bersama para petinggi Kesultanan Riau Lingga Johor Pahang melawan para penjajah.

Budayawan Melayu Kepri, Raja Malik Hafrizal, dalam pandangannya tentang Rempang dan Galang, menggarisbawahi bahwa kawasan ini memiliki makna sejarah yang besar dalam pembentukan Imperium Melayu di kawasan tersebut.

Orang Rempang dan Galang pernah menjadi pasukan laut utama Kerajaan Melaka pada abad ke-15, menjaga Selat Melaka dengan keahlian mereka yang luar biasa.

Baca juga: Daftar Lebih Awal, Warga Rempang Batam Dapat Prioritas Pilih Rumah Ganti

“Mereka menjaga, memelihara bahkan “menggarau” laut selat Melaka sebagai pasukan laut yang tangguh. Kemahiran mereka tentang laut dan pulau, beting dan karang, angin dan ombak tak perlu disangsikan lagi. Perkataan “Galang” melekat pada mereka ketika tugas untuk melabuhkan kapal-kapal besar ke laut untuk siap berlayar melintas lautan,” ungkapnya.

Konflik ini juga memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana pemerintah pusat dan BP Batam mempertimbangkan nilai-nilai sejarah dan perjuangan para penduduk Rempang dan Galang dalam keputusan mereka tentang relokasi ini.

Para penduduk merasa bahwa mereka memiliki hak untuk tetap tinggal di tempat mereka saat ini dan tidak dipindahkan ke lokasi relokasi dengan segala fasilitas yang dijanjikan oleh BP Batam.

 

Selain itu, organisasi kemasyarakatan seperti Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri juga telah menyuarakan penolakan mereka terhadap relokasi warga Rempang dan Galang.

LAM Kepulauan Riau mengeluarkan maklumat yang menyatakan penolakan mereka terhadap rencana relokasi ini dan mendesak pemerintah untuk berdialog dengan warga terkait dampak jangka pendek dan jangka panjang dari proyek investasi di wilayah Rempang dan Galang.

Purna Prakarya Muda Indonesia (PPMI) Kepulauan Riau juga mengkritik kebijakan Kepala BP Batam dan Walikota Batam yang dianggap sebagai inisiator relokasi warga. Mereka meminta agar pemimpin daerah dapat bertemu dengan warga dan mencari solusi bersama atas permasalahan yang sedang terjadi.

Meskipun hingga saat ini BP Batam dan pemerintah pusat belum memberikan tanggapan resmi terkait permasalahan ini, warga Rempang dan Galang tetap teguh dalam pendiriannya untuk tidak direlokasi. Konflik ini terus menjadi isu hangat yang memerlukan penyelesaian yang adil bagi semua pihak yang terlibat.

Warga Rempang dan Galang memandang bahwa hak-hak mereka sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) harus dihormati, dan sejarah perjuangan mereka harus dihargai dalam proses pengambilan keputusan terkait relokasi ini.

 

Berikut maklumat yang diterbitkan Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau yang isinya menolak BP Batam merelokasi atau menggusur warga Rempang dan Galang.

Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau, Dato’ Sri Setia Utama H. Abd. Razak Ab dalam Maklumat Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau, tentang Masyarakat Melayu Rempang Galang No. 001/LAM-KEPRI/IX/2023 menyebutkan:

Berdasarkan hasil musyawarah Pengurus Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau pada hari Jumat tanggal 8 September 2023 Miladiah bersamaan dengan 22 Syafar 1445 Hijriyah di Kantor Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau di Tanjungpinang, tentang permasalahan masyarakat Melayu di Pulau Rempang dan Pulau Galang, maka Lembaga Adat Melayu Menyatakan Sikap sebagai berikut:

1. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau sebagai payung negeri mendukung sepenuhnya program pemerintah untuk pembangunan di segala bidang baik di pusat maupun di daerah.

2. Batalkan rencana relokasi 16 Kampung Tua masyarakat Melayu yang ada di Pulau Rempang dan Pulau Galang.

3. Membebaskan seluruh masyarakat yang ditahan akibat peristiwa yang terjadi pada tanggal 7 September 2023.

4. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau mengutuk keras tindakan refresif, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh tim gabungan terhadap masyarakat pulau Rempang dan pulau Galang yang terjadi pada tanggal 7 dan 8 September 2023 sehingga masyarakat mengalami cedera, trauma dan kerugian materi.

5. Mendesak Presiden RI, Kapolri, Panglima TNI, DPR RI, DPD RI, Gubernur, DPRD Kepri, Kapolda, DPRD Kota Batam, Walikota Batam, BP Batam dan semua Stakeholder terkait menghentikan segala tindakan kekerasan.

6. Mendesak pemerintah membuat kesepakatan tertulis dengan masyarakat Melayu di Pulau Rempang dan Pulau Galang terkait dampak jangka pendek dan jangka panjang dari Proyek Strategis Nasional di Pulau Rempang dan Pulau Galang.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews