Malaysia Setop Ekspor Ayam Mulai 1 Juni, Singapura Kelimpungan

Malaysia Setop Ekspor Ayam Mulai 1 Juni, Singapura Kelimpungan

Ilustrasi.

Singapura - Sejumlah toko yang menjual daging ayam di Singapura menghentikan sementara operasinya menyusul langkah pemerintah Malaysia melarang ekspor ayam mulai 1 Juni.

Menurut Badan Pangan Singapura (SFA), sekitar sepertiga pasokan ayam di negara itu diimpor dari Malaysia, selain Brasil (49 persen) dan Amerika Serikat (12 persen).

SFA juga menginformasikan akan mencoba bekerja sama dengan pemangku kepentingan untuk mengaktifkan rantai pasokan untuk meningkatkan impor ayam beku dari sumber alternatif lain.

Meski tidak jelas bagaimana larangan ekspor ayam oleh Malaysia akan mempengaruhi pasokan dan harga di Singapura, para pedagang tetap menyatakan keprihatinan mereka.

Harga ayam di Singapura sudah mencatat kenaikan dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut data yang dirilis oleh Departemen Statistik Singapura, harga rata-rata ayam adalah S$7,21 atau sekira Rp 76 ribu lebih per kilogram pada April tahun ini, naik dari S$6,60 atau sekira lebih dari Rp 70 ribu per kilogram pada Maret.

Harga sayap ayam juga naik dari S$8,75 atau sekira Rp 92 ribu menjadi S$9,45 atau lebih dari Rp 100 ribu per kilogram.

Akibatnya, banyak pedagang yang khawatir jika harus menaikkan harga ayam lebih jauh dan membuat pembeli 'keberatan' untuk membeli.

Di Pasar Bukit Mewah, pedagang ayam Mohamed Basheer mengatakan usahanya sudah terkena dampak kenaikan harga pangan, namun pedagang berusia 42 tahun itu berusaha untuk tidak menaikkan harga jualnya terlalu tinggi.

Kalau saya naikkan harga, pelanggan akan lari dan kalau bisa kami sebagai pedagang tidak mau itu terjadi. Pelanggan juga banyak yang komplain tidak puas karena harga ayam mahal dan karena itu harus naik lagi," ujarnya.

Mohamed menyatakan, dia mengatakan kepada pelanggannya bahwa mereka tidak punya pilihan dan harus membeli kebutuhan dengan harga yang melambung.

Pedagang lain, Peh Ah Lai, mengatakan larangan ekspor ayam telah mempengaruhi usahanya.

Ia mengaku tak mampu berkata apa-apa saat pelanggan mengeluhkan harga jualnya yang semakin mahal.

"Kami tidak punya pilihan. Bukan kami yang ingin menaikkan harga,” ujarnya.

Sementara itu, di toko Swee Heng Fresh Chicken di Pasar Beo Crescent, pedagang Ng Kwee Huey menginformasikan bahwa dia tidak mengetahui larangan ekspor ayam yang akan diterapkan Malaysia.

Perempuan itu juga menanyakan sampai kapan larangan tersebut akan diterapkan karena pasokan ayamnya dari Malaysia.

“Jika tidak ada pasokan ayam dari Malaysia, maka kami akan menutup sementara usaha.

"Biaya penjualan sudah tinggi. Jika saya bisa berhenti menjual, maka saya akan berhenti.

"Cara itu lebih mudah daripada menjual barang yang terlalu mahal," katanya kepada Channel News Asia.

Hal yang sama terjadi di Pasar Tiong Bahru ketika pedagang ayam tidak diberitahu oleh pemasok mereka tentang larangan tersebut.

Seorang pedagang yang hanya ingin disapa Ah Mei mengatakan, meski bisnis ayamnya tidak terlalu terpengaruh, ia tetap khawatir dengan larangan ekspor tersebut.

“Saat ini saya masih memiliki banyak pelanggan karena saya tidak menaikkan harga terlalu tinggi.

"Tapi, jika setelah ini tidak ada pasokan ayam, saya akan menghentikan usaha untuk sementara," jelasnya.

Pedagang ayam lainnya, Stanley Yeow menginformasikan, ia hanya menjual apa yang dipasok oleh pemasok.

Jika tidak ada pasokan, dia tidak segan-segan menutup sementara usahanya hingga situasi membaik.

Sementara itu, beberapa pelanggan ditemukan telah menginformasikan bahwa larangan ekspor tidak mempengaruhi mereka.

Seorang pembeli, Jenny Ng memberitahu keluarganya hanya makan ayam secara teratur dan larangan ekspor yang diberlakukan oleh Malaysia tidak berdampak besar pada keluarganya.

Pembeli lain menyatakan, jika harga naik, maka mereka memiliki pilihan untuk memutuskan apa yang akan dimakan atau dimasak.

Namun, mereka tidak menutup kemungkinan reaksi terhadap rantai pasok ayam di Singapura.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews