Tekad Para Istri DPRD Lingga Promosikan Warisan Budaya Tudung Manto

Tekad Para Istri DPRD Lingga Promosikan Warisan Budaya Tudung Manto

Ketua Persatuan Istri Anggota Dewan (Piswan) DPRD Lingga, Lina Nashiruddin mengenakan Tudung Manto (Foto: Istimewa)

Lingga, Batamnews - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), melalui para istrinya yang tergabung dalam Persatuan Istri Anggota Dewan (Piswan) DPRD Lingga, mempromosikan warisan budaya Tudung Manto saat gelaran Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) ke-IX tingkat Kabupaten Lingga di Desa Lanjut, Kecamatan Singkep Pesisir, Maret 2022 lalu.

Para istri-istri dari Anggota DPRD Lingga yang hadir di MTQ tersebut tampak seragam mengenakan Tudung Manto. Tudung manto adalah penutup kepala khas Melayu, yang dipakai oleh kaum perempuan. Dulunya, tudung manto punya tempat istimewa, karena hanya dipakai kalangan bangsawan.

Tudung Manto dikenakan untuk menutup kepala dengan sebagian kain dibiarkan agak terjurai atau terjuntai ke samping pipi kanan dan kiri. Penutup kepala yang dipakai perempuan Melayu ini, biasanya dipadupadankan dengan baju kurung Melayu tradisional.

Ketua Persatuan Istri Dewan (Piswan) DPRD Kabupaten Lingga, Lina Nashiruddin mengungkapkan, pihaknya mengenakan penutup kepala Tudung Manto saat menghadiri pagelaran MTQ tersebut bertujuan untuk mempromosikan keelokan Tudung Manto pada masyarakat khususnya generasi muda kaum perempuan.

“Diharapkan dapat mempromosikan dan memperlihatkan kepada anak muda penerus agar dapat turut serta mengembangkan dan bangga terhadap Tudung Manto,” kata istri dari Ketua DPRD Lingga, Ahmad Nashiruddin ini.

Tudung Manto telah memiliki sertifikat dan diakui Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan HAM yang berasal dari Kabupaten Lingga. Dengan begitu, Lina berharap keberadaan Tudung Manto tidak hanya sebatas dilestarikan, namun juga harus dapat berdampak pada kehidupan sosial dan perekonomian bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.

“Dengan ikut andil dalam pelestarian Tudung Manto tentunya kita berharap kelestarian ini dapat lebih maju dan bisa merambah ke luar daerah,” ujarnya.

Lina menegaskan, Tudung Manto harus dapat benar-benar dilestarikan dan dikembangkan hingga dapat berdampak pada perekonomian masyarakat. Apalagi dengan telah diakuinya Tudung Manto oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Persatuan Istri DPRD Kabupaten Lingga juga mengajak seluruh elemen masyarakat khususnya kaum perempuan generasi muda untuk dapat menjaga dan melestarikan serta bersama-sama mempromosikan Tudung Manto ke daerah luar bahkan ke taraf nasional dan internasional.

Para istri anggota DPRD Kabupaten Lingga ini sepakat terhadap upaya yang tengah digalakkan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Lingga, yang mana beberapa waktu lalu tepat pada pada tanggal 7 Maret 2022 sampai dengan 21 Maret 2022 menggelar pelatihan pengrajin tenun Tudung Manto yang dilaksanakan di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau.

 

Menurut para istri Anggota DPRD Kabupaten Lingga ini, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lingga bersama Dekranasda Kabupaten Lingga tersebut bertujuan untuk melestarikan Tudung Manto dengan melahirkan pengrajin tenun Tudung Manto.

“Tentunya dengan semakin banyak pengrajin tenun Tudung Manto, maka produksi Tudung Manto itu sendiri akan banyak dan memiliki stok. Tudung Manto banyak diminati oleh wisatawan yang datang ke Lingga. Dan itu salah satunya dapat meningkatkan perekonomian khususnya para pengrajin Tudung Manto,” kata Lina Nashiruddin.

Seperti diketahui, Bupati Lingga berharap dengan dilaksanakan pelatihan pengrajin Tudung Manto yang digelar oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lingga bersama Dekranasda Kabupaten Lingga menargetkan di tahun 2022 lahir sebanyak 100 orang pengrajin tenun Tudung Manto.

Lina Nashiruddin juga mengungkapkan jika dirinya bersama istri Anggota DPRD Kabupaten Lingga lainnya sangat mendukung dan berupaya melestarikan serta mempromosikan Tudung Manto.

Ia menceritakan, salah satu upaya yang dilakukannya yakni ketika mengikuti kegiatan Festival Tutup Kepala Perempuan Nusantara. Dikesempatan itu kata Lina Nashiruddin, ia memperkenalkan apa itu Tudung Manto, mulai dari history, cara pakai dan proses pembuatan Tudung Manto dan sebagainya tentang Tudung Manto.

Upaya-upaya promosi demikian, kata Lina Nashiruddin harus terus digalakkan. Tujuannya agar Tudung Manto terkenal seantero negeri, bahkan sampai ke luar negeri dan Tudung Manto dapat menjadi bagian lain dari pendukung perekonomian masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Lingga.

Lebih jauh, Lina Nashiruddin bercerita, Tudung Manto memiliki ciri yang khas dan sangat melekat dengan budaya melayu Lingga. Dalam pembuatannya, untuk dapat menghasilkan satu helai Tudung Manto memerlukan keterampilan, kesabaran dan ketelitian serta membutuhkan waktu yang tidak singkat.

“Ibu Syarifah Puspawati Agusmarli merupakan salah satu pengrajin Tudung Manto, beliau telah memproduksi beberapa Tudung Manto,” ungkap Lina Nashiruddin.

Persatuan Istri DPRD Lingga mengaku sangat mendukung program pemerintah daerah dalam melestarikan Tudung Manto dalam setiap kegiatan atau event-event yang diselenggarakan baik oleh Kabupaten maupun Provinsi. Harapannya Tudung Manto bisa lebih dikenal oleh masyarakat baik lokal maupun mancanegara.

Sehingga bisa menjadi salah satu produk unggulan untuk dipromosikan kepada daerah lainnya sebagai salah satu produk lokal yang sangat cocok untuk dijadikan sebagai buah tangan ataupun souvernir bagi yang berkunjung ke Negeri Bunda Tanah Melayu.

“Kami juga berpartisipasi dalam mempromosikan Tudung Manto sebagai salah satu produk unggulan dari Kabupaten Lingga. Dengan semakin dikenalnya Tudung Manto ini, maka tentu akan mampu menyumbangkan PAD bagi Kabupaten Lingga melalui pengrajin-pengrajin yang memproduksi Tudung Manto,” kata Lina Nashiruddin.

 

Untuk itu, ia mengajak bersama jadikan pemakaian Tudung Manto menjadi identitas wanita Melayu khususnya Kabupaten Lingga. Bangga memakai dan memperkenalkan produk lokal kebanggaan Kabupaten Lingga. "Bertudong Manto Berkain dagang itulah perempuan Melayu".

Diketahui belum lama ini pada pembukaan pelatihan Tudung Manto, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Lingga, Maratusholiha mengungkapkan, pelatihan yang dilaksanakan selain dalam upaya mendukung pelestarian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015 lalu, juga untuk meningkatkan jumlah prosuksi Tudung Manto.

Kegiatan ini juga difungsikan untuk memotivasi masyarakat guna mempertahankan maupun mencintai produk lokal yang merupakan khazanah kebudayaan Melayu. Selain itu, pelatihan pembuatan Tudung Manto juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan.

“Kita harus serius dan fokus dalam mempertahankan dan melestarikan warisan budaya asli Kabupaten Lingga ini, agar bisa dikenal lebih luas oleh masyarakat luar. Jangan sampai warisan ini tenggelam, dan pada akhirnya diambil daerah lain,” tegas Maratusholiha.

Sebagaimana diketahui, Tudung Manto telah mendapatkan HAKI, sejak 2010 dengan pengakuan secara perorangan atau pribadi. Dan seiringnya waktu, pada tahun 2021 Hak Cipta atas Tudung Manto kini melekat pada Pemerintah Kabupaten Lingga. Penghargaan tersebut diberikan dalam rangka perlindungan Pengetahuan Tradisional berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

“Saya mengajak untuk mewariskan keterampilan menekat Tudung Manto, dengan cara melakukan perekrutan generasi muda, demi melestarikan khazanah bangsa Melayu,” kata Maratusholiha.

Senada dengan yang disampaikan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kabupaten Lingga. Bupati Lingga, Muhammad Nizar juga terus mendorong dan memberikan dukungan terkait melestarikan dan mempromosikan serta meningkatkan produksi kerajinan tangan penutup kepala Tudung Manto.

Menurut Bupati Lingga, sebelum diadakan pelatihan pengrajin Tudung Manto, ia mencatat hanya terdapat 20 orang pengrajin Tudung Manto. Hal itu diungkapkan Muhammad Nizar pada 13 November 2021 saat membuka secara resmi kegiatan Fashion Show Tudung Manto yang ditaja oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga, di Taman Tanjung Buton, Daik Lingga.

“Saat ini hanya tersisa 20 pengrajin, dan untuk kedepannya harus mendapat penambahan jumlah pengrajin, untuk peningkatan jumlah produksinya,” kata Bupati.

Untuk melestarikan dan meningkatkan jumlah produksi Tudung Manto, Bupati Lingga meminta Disnakertrans Kabupaten Lingga bersama Dekranasda untuk bergandengan melakukan upaya menciptakan pengrajin-pengrajin baru Tudung Manto dan meningkatkan jumlah produksi Tudung Manto.

Terhadap Tudung Manto, Pemerintah Daerah Kabupaten Lingga dan DPRD Kabupaten Lingga bersama-sama sepakat dan mengajak seluruh elemen masyarakat Kabupaten Lingga yang dijuluki Bunda Tanah Melayu ini untuk melestarikan dan mempromosikan Tudung Manto ke daerah luar, nasional maupun internasional.

 

Sejarah singkat Tudung Manto

Mengutip laman Warisan Budaya Tak Benda Kemendikbud, Asal mula penyebutan pemakaian tudung oleh perempuan Melayu dapat ditemukan dalam naskah Sulalatus Salatin.

Tudung Manto telah ada sejak masa pemerintahan Sultan Abdullah Muayat Syah yang pernah memindahkan ibukota kerajaan Melayu Johor-Riau ke Pulau Lingga pada tahun 1618, dengan alasan menjauhkan diri dari pengaruh Aceh.

Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa Tudung Manto baru ada pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I (1722-1760). Pada masa ini pusat pemerintah Kerajaan Melayu Johor-Riau berada di Hulu Riau.

Pulau Lingga pada masa ini dipimpin oleh Megat Kuning anak Datuk Megat Merah, yang disebut-sebut berasal dari Tanjung Jabung Jambi. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai Suku Mantang, Suak, Tambus dan Nyenyah.

Pada masa Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I ini, disebutkan bahwa perempuan Melayu di Daik ini telah mengenakan kain penutup kepala yang disebut melayah atau tudung. Keberadaan melayah sebagai penutup kepala diperkirakan sebagai hasil enkulturasi dengan budaya Arab dan India.

Pada zaman dahulu Tudung Manto ini mempunyai kedudukan yang istimewa karena hanya dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dari kalangan bangsawan yang disesuaikan dengan warna dan garis keturunan dalam acara pernikahan atau pun acara-acara adat istiadat budaya lainnya.

Bagi masyarakat Kabupaten Lingga, Tudung Manto tetap di produksi oleh pelaku usaha kecil di Kabupaten Lingga dan dipakai hingga saat ini dan bahkan menjadi salah satu cinderamata khas dari Kabupaten Lingga untuk ibu-ibu yang berkunjung ke Negeri Bunda Tanah Melayu.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews