Pengamat: Tak Mungkin Batam Tanpa Impor Beras

Pengamat: Tak Mungkin Batam Tanpa Impor Beras

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Batam itu berbeda. Beda dengan Jawa, beda dengan pulau lainnya. Swasembada beras, menurut Wakil Rektor Universitas Putra Batam Dr. M. Gita Indrawan, ST.MM, jika bisa terlaksana itu bagus. Tapi, Batam bukan didesain untuk itu.

"Saya pikir, pemerintah tidak akan memperlakukan Batam sama dengan daerah lain. Seperti sebelumnya, Batam diberikan kebijakan khusus tentang impor beras itu," kata Gita kepada Batamnews.co.id, Kamis (19/11/2015).

Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, di sebuah foum internasional APEC 2015, berjanji akan menutup kran impor beras di Indonesia. Sedangkan Batam, tanam padi ada di mana?

Di Kepulauan Riau (Kepri) memang ada. Seperti yang pernah disampaikan Ketua Cerdik Pandai Melayu (Cindai), Edi Susanto pada sebuah media.

Di Jemaja Letung, Anambas, yang jaraknya 12 jam dari Batam melalui laut, itu memang ada. Perjalanan yang mahal, bahkan menurut perhitungan Gita, untuk membawa beras biayanya lebih mahal dari biaya transport Jakarta ke Batam.

"Beras impor dari Thailand itu lebih murah, karena langsung ke Batam. Beras dari Jawa, berapa kali keluar masuk pelabuhan. Dari asalnya di Jawa sudah kena pungutan, masuk pelabuhan kena pungutan, keluar kena pungutan lagi, pungutan terus baru sampai di Batam. Di situ mahalnya, yang saya dengar begitu. Bukan masalah transportnya," Gita menggambarkan.

Jika penghentian impor beras tetap dipaksakan berlaku di Batam, serentetan masalah beras akan muncul. Harga beras di Batam akan menjadi sangat mahal. "Dan ujung-ujungnya, beras ilegal dimana-mana," kata Gita.

Buang ide swasembada beras, di Batam maupun di Kepulauan Riau (Kepri), kata Gita lebih lanjut. "Kepri dan batam ini kan memang bukan daerah agraris. Tidak bisa dipaksakan seperti itu, tanam padi di tepi pantai," lanjutnya.

Swasembada beras di Batam itu terlalu jauh, terlalu rumit. "Kalaupun dilaksanakan, tidak akan bisa mencukupi kebutuhan beras di Batam. Tetap harus ada beras lain," ujarnya.

Konsep ketahanan pangan itu lebih realistis untuk Batam dan Kepri. Impor beras berhenti tidak harus diartikan setiap daerah harus menanam padi sendiri. Ini lebih menarik.

"Yang perlu dilakukan di Batam ini adalah cluster unggulan pertanian. Misalnya di Bintan itu untuk kelapa, di Karimun cengkeh. Misalnya ya, misalnya seperti itu. Pernah dengar itu kan," jelas Gita.

Harapan untuk Batam dan Kepri adalah cluster unggulan pertanian. Kepri sudah punya pemetaannya. Sayangnya belum ada rencana pelaksanaannya. Padahal, ini yang paling mungkin. "Lima tahun saya rasa bisa diwujudkan," kata Gita.

[rul]

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews