Pengamat: Terlalu Dini Indonesia Disebut Negara Gagal Karena Pandemi Covid

Pengamat: Terlalu Dini Indonesia Disebut Negara Gagal Karena Pandemi Covid

WNI usai jalani isolasi di RSD Wisma Atlet. (Foto: Liputan6)

Jakarta, Batamnews - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menilai, diksi Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas soal negara gagal adalah berlebihan. Ibas sebelumnya khawatir RI disebut sebagai failed nation atau bangsa gagal akibat tidak mampu menyelamatkan rakyatnya.

Dia menjelaskan, indikator negara gagal tak bisa diukur cuma dari faktor kasuistik seperti dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. Sebutan negara gagal juga tak cukup tepat bila penyebabnya hanya kelangkaan oksigen maupun statistik kasus positif corona.

Baca juga: Lampaui India, Kasus Harian Covid-19 di RI Tertinggi Kedua di Dunia

"Diksi failed nation ini boleh dibilang berlebihan, jika hanya mendasarkan pada indikator yang kasuistik dan parsial seperti kelangkaan oksigen dan posisi statistik angka positif covid tanpa memperhatikan indikator fundamental yang lain," katanya di Jakarta, Jumat (9/7/2021).

Menurutnya, Indonesia belum ada tanda-tanda mengarah ke negara gagal. Tetapi, di sisi lain Karyono menghargai Ibas yang mengkritik pemerintah karena peduli terhadap negara.

"Pasalnya, syarat-syarat menuju negara gagal masih belum terpenuhi untuk sementara ini. Tetapi, sekali lagi, kritik dari Ibas maupun sejumlah kritikus yang berkompeten dan konstruktif tentu bermanfaat untuk memacu peningkatan kinerja pemerintah," ucapnya.

"Pernyataan Ibas mengandung makna peringatan jangan sampai situasi ini menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang gagal," tambah Karyono.

Lebih lanjut, dia menerangkan, kritikan Ibas adalah sesuatu yang lumrah. Terlebih, Ibas adalah politisi partai Demokrat yang berada di luar pemerintahan. Sehingga, motif pemanfaatkan situasi pandemi untuk memperluas segmen dukungan sulit ditepis.

"Sebagai politisi Ibas tanggap dalam memanfaatkan peluang dengan membidik publik yang kecewa terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi. Tapi terlepas dari itu, kritik Ibas adalah sebuah konsekuensi atas posisi Demokrat sebagai partai penyeimbang yang sudah semestinya melakukan kritik dan memberikan solusi," tutur pengamat politik itu.

Baca juga: Kadinkes Batam dr Didi Kusmarjadi: Saya Positif Covid-19

Sementara, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menyatakan, Indonesia belum cukup tepat dinyatakan negara gagal karena persoalan penanganan pandemi Covid-19. Sebab, negara gagal identik dengan kelaparan dan kekeringan.

"Selama ini negara gagal itu identik dengan kehancuran karena perang saudara, kelaparan, kekeringan tak ada air, dan seterusnya," terangnya.

Analis politik ini menyatakan, meledaknya kasus positif corona di Tanah Air belum terjadi terlalu lama. Maka dari itu, belum tepat jika dibilang Indonesia sebagai 'failed nation'."Di Indonesia lonjakan covid baru terjadi dua minggu belakangan, jadi terlalu dini untuk disebut negara gagal," ucapnya.

 

Kritik Ibas

Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, menyatakan Covid-19 makin ‘mengganas’. Keluarga, sahabat dan orang-orang di lingkungan sekitar banyak yang terpapar. Tidak sedikit yang meninggal dunia.

Ibas mempertanyakan sampai kapan bangsa ini akan terus seperti sekarang. Dia khawatir RI disebut sebagai failed nation atau bangsa gagal akibat tidak mampu menyelamatkan rakyatnya.

Baca juga: Cerita Bobby Jayanto Terpapar Covid-19 Varian Delta

“Sampai kapan bangsa kita akan terus begini? Jangan sampai negara kita disebut sebagai failed nation atau bangsa gagal akibat tidak mampu menyelamatkan rakyatnya,” ujar Ibas, Rabu (7/7).

Ibas juga menyampaikan bahwa pemerintah terlihat ‘tidak berdaya’ menangani pandemi Covid-19 yang sudah memasuki tahun kedua. Kurangnya tabung oksigen, misalnya, menurutnya menunjukkan antisipasi yang lemah dari Pemerintah.

"Bagaimana mungkin tabung oksigen disumbangkan ke negara lain, tapi saat rakyat sendiri membutuhkan, barangnya susah didapat," kata Ibas.

Preseden Buruk

Kasus tabung oksigen ini, menurutnya, merupakan preseden buruk. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah seolah-olah kurang sigap mempersiapkan kebutuhan untuk menjawab gejala-gejala yang muncul sebelumnya.

Baca juga: Sherina Munaf Positif Covid-19 Meski Sudah Sebulan Hanya di Rumah Saja

"Kan ada varian baru di negara lain. Kita tahu, itu bukan tak mungkin masuk ke negara kita. Lalu muncul kasus-kasus baru. Kemudian angka yang kita khawatirkan juga terjadi, dan lain sebagainya. Itu semua gejala-gejala yang rasanya mudah dibaca dan terkait dengan kesiapan kita dalam menyediakan kebutuhan medis. Tidak ada yang mendadak. Karena pandemi kan sudah masuk tahun kedua, jadi harusnya bisa diantisipasi," papar legislator dari dapil Jawa Timur 7 itu.

Selain itu, Ibas juga meminta pemerintah tegas mengambil keputusan soal vaksin. Jika vaksin yang sebelumnya tidak cukup manjur, segera sediakan vaksin yang lebih baik. Kemudian percepatan vaksinasi di kota dan di desa atau daerah ekstrem menurutnya harus menjadi prioritas.

"Banyak yang sudah divaksin tetap terpapar varian baru virus ini. Jika vaksin yang sebelumnya digunakan dianggap kurang bagus, pemerintah tak perlu ragu menghadirkan vaksin yang ‘cespleng’ demi melindungi rakyat. Kemudian lakukan prioritas percepatan vaksinasi di kota dan di desa atau daerah ekstrim. Sehingga kita bisa hidup normal lagi seperti negara lain, seperti beberapa negara di Eropa, misalnya," tandas dia.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews