Hati-hati Unfair Trade, Perpajakan FTZ di Batam Jadi Sorotan Guru Besar UI

Hati-hati Unfair Trade, Perpajakan FTZ di Batam Jadi Sorotan Guru Besar UI

Industri Baja. (Foto: Reuters)

Jakarta, Batamnews - Presiden RI Joko Widodo murka akibat pipa baja yang digunakan oleh PT Pertamina (Persero) didatangkan dari luar negeri alias impor, padahal barang tersebut bisa dibuat di Indonesia.

Hal ini berujung pada pemecatan pejabat tinggi Pertamina yang dinilai tidak mampu memaksimalkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Jika ditelisik lagi, pemanfaatan komponen dalam negeri memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Faktanya, masih kerap ditemukan baja impor yang lebih murah daripada produksi dalam negeri.

Hal ini disinyalir karena masih adanya praktik dumping dalam produk baja impor. Bukan hanya pipa baja, praktik ini juga terjadi pada produk baja lainnya, termasuk bahan baku.

Pemerintah sebenarnya sudah mengenakan Bea Masuk Anti Dumping untuk melindungi industri baja dalam negeri. Namun, sayangnya ada aturan yang menjadi celah dari pembebasan bea masuk anti dumping.

Aturan tersebut yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012.

Regulasi ini bersifat lebih mengokohkan pembebasan bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.

Berdasarkan data SEAISI dan BPS, permintaan plat baja nasional tidak mengalami pertumbuhan dalam kurun waktu empat tahun terakhir yaitu di rentang 1,5 juta ton per tahun. Sementara di tahun 2020, angka tersebut turun menjadi 1 juta ton. "Padahal kemampuan suplai domestik mencapai 2,75 juta ton per tahun," tegasnya.

Guru Besar Hukum Internasional UI Rektor Universitas Jenderal A Yani, Hikmahanto Juwana menegaskan bahwa Batam adalah wilayah kedaulatan RI. Namun, dari perpajakan ada hal-hal yang berbeda.

"Idenya perpajakan berbeda, mengundang investor datang dan memanfaatkan KEK atau pelabuhan khusus. Persoalannya, ketika melihat Peraturan Pemerintah," katanya dikutip dari CNBC Indonesia.

Menurutnya, dalam World Trade Organization (WTO), bicara mengenai bea masuk anti dumping, imbalan, tindakan pengamanan atau pembalasan dalam trade remedies, kewenangan atau hak negara ada pelaku usaha dari negara lain. Awalnya pelaku usaha dari suatu negara masuk ke negara yang dituju dengan harga murah. Alasannya supaya konsumen pada negara yang dituju dapat membeli barang yang murah ini.

"Bagus, tapi yang diinginkan oleh mereka yang menjual secara murah adalah ingin mematikan industri dalam negeri. Baru kemudian kalau industri mati, harga dinaikan. Ini unfair trade," tegasnya.

Bila Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tidak ditinjau ulang, maka kontradiksi antara peningkatan industri baja lokal dan derasnya baja impor akan terus terjadi. Akhirnya Indonesia sendiri yang akan merasakan kerugian.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews