Dituding Tukang Utang, Pemerintah Buka-bukaan Data

Dituding Tukang Utang, Pemerintah Buka-bukaan Data

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bahas pembentukan Gugus Tugas RUU PKS dengan Menteri PPA Bintang dan Wamenkumham (Foto: dok. KSP)

Jakarta - Kantor Staf Presiden (KSP) kembali menggelar webinar KSP Mendengar. Kali ini pembahasannya mengenai utang negara.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, webinar itu mewadahi masyarakat yang ingin bertanya sekaligus melontarkan kritik mengenai utang negara. Dalam acara ini pemerintah juga akan membuka data terkait utang negara.

"Tentang kenapa kita harus utang, bagaimana defisit, bagaimana kita mengembalikan nanti ada ahlinya. Saya tidak akan membatasi silahkan bertanya, mengkritik juga silahkan, kita akan dengarkan baik-baik," ucap Moeldoko, Selasa (23/2/2021).

Stafsus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun membuka data terkait utang pemerintah saat ini. Dia mengakui penarikan utang di 2020 memang meningkat, namun itu karena pandemi COVID-19 yang memaksa pemerintah melakukan pembiayaan lebih besar untuk mendanai pemulihan ekonomi dan kesehatan. Terlihat dari defisit anggaran yang mencapai 6,09% dari PDB atau Rp 956 triliun.

"Penarikan utang memang lebih besar di 2020 karena pandemi. Tapi secara tahunan dari 2015 sebenarnya relatif stabil kecuali karena COVID-19 tahun lalu," tuturnya.

Selama 2020 pemerintah sendiri menarik utang sebesar Rp 1.226,9 triliun. Terdiri dari surat berharga negara (SBN) Rp 1.117,2 triliun dan pinjaman sebesar Rp 49,7 triliun.

Memang jika dilihat dari 3 tahun sebelumnya pembiayaan utang relatif stabil. Pada 2017 sebesar Rp 422 triliun, 2018 sebesar Rp 372 triliun dan 2019 sebesar Rp 437 triliun.

Yustinus juga menunjukan data pendukung lainnya, seperti defisit fiskal Indonesia yang melebar ke posisi 6,1% terhadap PDB di 2020. Menurutnya pelebaran defisit itu masih lebih baik dari banyak negara lainnya.

"Dari sisi defisit fiskal meski sudah dialokasikan sangat besar kita 6,1% tapi dibanding negara lain kita cukup moderat. Negara lain bahkan sampai double digit ada yang sampai 20%," terangnya.

 

Yustinus juga menjabarkan data proyeksi IMF atas utang publik Indonesia yang mencapai 38,5% terhadap PDB. Menurutnya juga itu relatif rendah dan bahkan paling rendah dibandingkan se-ASEAN.

"Di ASEAN penambahan utang kita paling kecil. Ini sekaligus mengklarifikasi banyak tuduhan seolah-olah kita ini tukang utang dan utang kita sudah tidak aman. Kita bandingkan ternyata kita relatif lebih baik," tambahnya.

Kemudian dari sisi perkembangan utang pemerintah terhadap PDB menurut Kemenkeu dalam 10 tahun masih berada di bawah 30% dari PDB. Hanya di 2029 yang mencapai 38,7% dari PDB atau mencapai Rp 6.074,56 triliun.

Angka itu memang terlihat besar, namun Yustinus menegaskan bahwa itu relatif masih aman. Sebab dalam rasio pajak terhadap utang atau tax to debt ratio masih 38,32%. Rasio itu menurutnya menunjukan Indonesia masih memiliki kemampuan membayar utang dari pajak.

"Dibanding banyak negara hanya di bawah Turki dan Afrika Selatan. Tapi kita lebih baik dibanding Brazil, Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Artinya kita punya kemampuan lebih besar dalam pembayaran utang. Karena rasio pendapatan pajak kita terhadap utang lebih tinggi dibanding banyak negara," terangnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews