Polisi Myanmar Tembakkan Peluru Karet Bubarkan Demo Anti-kudeta

Polisi Myanmar Tembakkan Peluru Karet Bubarkan Demo Anti-kudeta

Polisi Myanmar menyemprot pengunjuk rasa anti-kudeta menggunakan kendaran taktis. (Foto: Reuters via The Star)

Naypyidaw - Polisi Myanmar mulai bertindak represif terhadap demontrasi warga yang menolak kudeta oleh militer.

Mengutip AFP, polisi menembakkan peluru karet untuk membubarkan unjuk rasa anti-kudeta di ibu kota Myanmar Naypyidaw pada Selasa (9/2/2021).

"Mereka melepaskan tembakan peringatan ke langit dua kali, kemudian mereka menembak (ke arah pengunjuk rasa) dengan peluru karet," kata seorang penduduk kepada AFP, dilansir The Star.

Pengunjuk rasa anti-kudeta di seluruh Myanmar menentang larangan militer baru pada aksi unjuk rasa dan turun ke jalan empat berturut-turut, ketika kecaman internasional meningkat terhadap kudeta tersebut.

Setelah menyaksikan ratusan ribu orang berdemonstrasi menentang kudeta pekan lalu, pemimpin junta militer Jenderal Min Aung Hlaing membuat pidato di televisi pada Senin malam untuk membenarkan langkahnya merebut kekuasaan.

Dalam pidatonya di televisi, yang pertama sejak kudeta, Min Aung Hlaing menegaskan perebutan kekuasaan dibenarkan karena "kecurangan dalam pemilu".

NLD memenangkan pemilihan nasional November lalu dengan telak, tetapi militer tidak pernah menerima keabsahan suara tersebut.

Tak lama setelah kudeta, militer mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun dan berjanji untuk mengadakan pemilu baru.

Min Aung Hlaing pada hari Senin bersikeras militer akan mematuhi janjinya dan menginstal ulang demokrasi. Dia juga menyatakan bahwa segalanya akan "berbeda" dari pemerintahan 49 tahun sebelumnya, yang berakhir pada 2011.

“Setelah tugas masa darurat selesai, pemilihan umum multi partai yang bebas dan adil akan diselenggarakan sesuai konstitusi,” ujarnya.

Tapi janji itu disertai ancaman.

Menghadapi gelombang pembangkangan yang semakin berani, pihak militer memperingatkan bahwa penentangan terhadap junta adalah melanggar hukum.

Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di media pemerintah, mereka mengatakan "tindakan harus diambil" terhadap aktivitas yang mengancam stabilitas dan ketertiban umum.

Militer telah melarang pertemuan lebih dari lima orang di Yangon, pusat komersial negara, ibu kota Naypyidaw dan daerah lain di seluruh negeri di mana demonstrasi besar telah meletus, termasuk kota terbesar kedua Mandalay.

Jam malam juga diberlakukan di lokasi-lokasi titik api protes.

Tetapi pada hari Selasa, protes baru muncul di berbagai bagian Yangon, termasuk di dekat markas Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, yang ditahan militer pada hari pertama kudeta.

Para pengunjuk rasa membawa plakat termasuk "Kami ingin pemimpin kami", mengacu pada Suu Kyi, dan "Tidak ada kediktatoran".

Di kotapraja San Chaung Yangon, sejumlah guru berbaris di jalan utama, melambaikan hormat tiga jari yang telah menjadi isyarat khas para pengunjuk rasa.

"Kami tidak khawatir dengan peringatan mereka. Itu sebabnya kami keluar hari ini. Kami tidak dapat menerima alasan mereka melakukan penipuan suara. Kami tidak ingin ada kediktatoran militer," kata guru Thein Win Soe kepada AFP.

Di Naypyidaw, polisi pada hari Selasa berulang kali menembakkan meriam air ke arah kerumunan kecil pengunjuk rasa, yang menahan serangan tersebut dan menolak untuk mundur.

"Akhiri kediktatoran militer," teriak orang-orang di kerumunan saat meriam air ditembakkan.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews