Negara Ini Merasa Malu Gegara Kekurangan Stok Ganja

Negara Ini Merasa Malu Gegara Kekurangan Stok Ganja

Ilustrasi.

Kingston - Jika sejumlah negara berlomba untuk memusnahkan ganja karena dianggap sebagai bagian dari narkotika, namun hal ini tidak berlaku Jamaika.

Bahkan, negara yang terletak di Kepulauan Karibia ini malah merasa malu lantaran kekurangan stok ganja.

Dilansir Ladbible, para petani ganja di negara itu kehilangan pendapatan hingga puluhan ribu dolar AS lantaran gagal panen. Cuaca buruk dan pandemi Covid-19 menjadi biang keroknya.

Para petani ganja di Jamaika mengatakan cuaca 'menghancurkan segalanya' - dan di atas itu, langkah-langkah dan pembatasan Covid secara ketat yang menyebabkan mereka terimbas jam malam mulai pukul 6 petang.

Hal ini menghentikan para petani dari merawat ladang dan tanaman mereka di malam hari, sesuatu yang biasanya mereka lakukan.

Triston Thompson yang bekerja di Tacaya, sebuah perusahaan konsultan dan pialang untuk industri ganja legal yang baru lahir di negara itu, mengatakan kepada Sky News: "Ini memalukan secara budaya.

"Tahun lalu adalah tahun terburuk. Kami tidak pernah mengalami kerugian sebesar ini. Sesuatu yang menggelikan bahwa Jamaika kekurangan stok ganja," ujarnya.

Jamaika mengesahkan industri ganja dengan mengatur dan memberlakukan dekriminalisasi atas kepemilikan ganja dalam jumlah kecil pada tahun 2015.

Langkah Jamaika baru diikuti oleh PBB lima tahun kemudian, tepatnya pada Desember 2020, yang mengakui nilai obat ganja dan menghapusnya dari daftar obat-obatan berbahaya dan ditempatkan di bawah kontrol ketat.

Pemungutan suara itu muncul menyusul rekomendasi dari para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa Komisi Narkotika PBB harus menghapus ganja dari daftar internasional obat berbahaya yang tidak dianjurkan digunakan untuk tujuan pengobatan.

Meskipun sekarang diakui sebagai obat, ganja tetap dilarang untuk penggunaan non-medis, menurut PBB.

Anna Fordham, direktur eksekutif Konsorsium Kebijakan Narkoba Internasional, mengatakan: "Keputusan asli [pada tahun 1961] untuk melarang ganja tidak memiliki dasar ilmiah dan berakar pada prasangka kolonial dan rasisme.

"Ini mengabaikan hak dan tradisi masyarakat yang telah tumbuh dan menggunakan ganja untuk tujuan pengobatan, terapeutik, agama dan budaya selama berabad-abad, dan telah menyebabkan jutaan orang dikriminalisasi dan dipenjara di seluruh dunia."

Steve Rolles dari Transform Drug Policy Foundation Inggris, bagaimanapun, mengatakan kepada Vice bahwa sementara pemungutan suara menandai kemajuan yang sangat dibutuhkan dalam hal undang-undang ganja.

"Kami masih berurusan dengan sistem yang sangat ketinggalan jaman dan rusak," kata dia.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews