Negara-negara Ini Setujui Ganja Medis, Bagaimana Indonesia?

Negara-negara Ini Setujui Ganja Medis, Bagaimana Indonesia?

Ilustrasi

Jakarta - Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya memutuskan untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia, dan ini disetujui untuk keperluan medis. Keputusan ini pun diambil dari hasil voting yang dilakukan PBB dari 53 negara anggota.

Keputusan PBB terkait ganja juga berawal dari rekomendasi WHO pada Januari 2019 lalu. Perubahan kategori ini akan membuka jalan bagi perluasan penelitian ganja di seluruh dunia.

Menurut peneliti dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Balitbangtan, Dr Evi Savitri, penggunaan ganja seperti di Indonesia memang sudah diatur sebagai narkotika golongan 1, yang artinya untuk keperluan pengobatan pun tidak diperbolehkan. Namun, tetap ada peluang untuk mengembangkan ganja medis.

"Tetapi untuk pengembangan medis masih ada peluang selama itu dilakukan oleh lembaga yang memang kompeten memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penelitian," jelas Dr Evi seperti dilansir Batamnews dari detikcom, Jumat (4/12/2020).

Dikutip dari berbagai sumber, berikut beberapa negara yang menyetujui penggunaan ganja untuk medis.

1. Kanada

Kanada sudah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis sejak 2001, sementara kepentingan rekreasional dilegalkan secara penuh pada 17 Oktober 2018.

Namun untuk keperluan kedua, diberlakukan batasan usia pengguna yang masing-masing memiliki aturan berbeda.

 

2. Thailand

Thailand melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis sejak 2018 lalu. Akan tetapi, kepemilikan, penanaman, atau pengangkutan ganja yang mencapai 10 kilogram di Thailand dapat berakibat penjara hingga lima tahun atau denda.

Di negara tersebut juga banyak dijual bebas terutama di kawasan yang banyak dikunjungi wisatawan.

3. Belanda

Belanda adalah negara Uni Eropa pertama, dan salah satu negara pertama di dunia, yang melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis. Inisiatif pertama negara untuk menyediakan ganja bagi pasien medis dimulai pada 1993 silam. Kemudian pada 2001, Kantor Obat Ganja didirikan.

Sejak tahun 2003 lalu, ada obat resep resmi yang dikenal sebagai "Mediwiet", tersedia di apotek Belanda. Ada lima jenis ganja medis di Belanda. Dokter Belanda biasanya meresepkan ganja untuk pasien yang menderita Sindrom Tourette, nyeri kronis, sklerosis ganda, kerusakan sumsum tulang belakang, gejala yang berhubungan dengan kanker dan AIDS atau bagi mereka yang menjalani perawatan untuk kanker dan HIV/AIDS.

4. Georgia

Pada 2018 lalu, Mahkamah Konstitusi Georgia melegalkan penggunaan ganja untuk dimiliki dan dikonsumsi masyarakat untuk kepentingan rekreasi dan medis.

Namun, masyarakat tidak diizinkan untuk membudidayakan dan menjual ganja tersebut. Hal itu kemudian membuat para pengguna ganja untuk keperluan rekreasi dan medis menjadi kesulitan memperolehnya.

5. Korea Selatan

Korea Selatan menjadi negara pertama di Asia Timur yang melegalkan ganja untuk keperluan medis.

Hal ini mereka terapkan sejak November 2018 lalu. Akan tetapi saat ini hanya ada beberapa turunan ganja yang diizinkan untuk digunakan, misalnya Sativex dan Epidiolex.

Penggunaannya pun hanya diizinkan pada pasien-pasien tertentu yang dinyatakan memenuhi persyaratan. Untuk penggunaan rekreasi, Korsel masih memberlakukan pelarangan keras, dengan menerapkan ancaman hukuman penjara atau denda berat.

 

6. Sri Lanka

Ganja di Sri Lanka ini bisa digunakan untuk kepentingan medis secara legal. Masyarakat maupun pihak yang membutuhkan bisa mendapatkannya di toko herbal Ayurveda.

Namun untuk kepemilikan secara pribadi yang digunakan untuk kepentingan rekreasional, sebagian besar di dekriminalisasi.

7. Chili

Chili melegalkan penggunaan ganja medis pada tahun 2015 dan termasuk di antara sejumlah negara Amerika Latin yang secara bertahap melonggarkan undang-undang yang melarang penanaman, distribusi dan konsumsi ganja.

Pasien medis yang diberi resep mariyuana dapat menggunakan obatnya secara legal jika mendapatkannya dari sumber yang sah. Mereka bisa mendapatkan obat sebagai impor, dari apotek atau dari pertanian bersertifikat.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews