Persamaan Liverpool dengan Ekonomi RI: Sama-sama Lagi Tiarap

Persamaan Liverpool dengan Ekonomi RI: Sama-sama Lagi Tiarap

Penyerang Liverpool Mohamed Salah. (Reuters)

Liverpool, klub sepakbola asal Inggris, punya tiga penyerang hebat yaitu Roberto Firmino-Sadio Mane-Mohamed Salah. Trio yang oleh warganet Indonesia dijuluki Firmansah itu adalah nyawa buat Si Merah. Saat Firmansah bermain buruk, maka niscaya klub juara Liga Primer Inggris 2019/2020 itu sulit meraih hasil maksimal.

Musim lalu, Firmansah berjaya. Salah mencetak 19 gol di Liga Primer, Mane sebiji di bawahnya, dan Firmino membikin sembilan. Liverpool menyarangkan 85 gol, sehingga sumbangan ketiganya mencapai 54,12%.

Musim ini ceritanya agak berbeda. Liverpool yang musim lalu berlari seperti mesin kini kembali jadi sekumpulan manusia biasa. Membuang-buang poin menjadi sebuah kebiasaan baru.

Perfoma trio Firmansah kurang garang. Hingga saat ini, hanya Salah yang masih on-fire dengan mencetak 15 gol, terbanyak di Liga Primer. Namun Mane baru mengukir tujuh gol dan Firmino enam.

Total ketiga penyerang itu menorehkan 28 gol dari total 34 gol yang dicetak Liverpool di Liga Primer. Jadi walau sedang kurang gacor, mereka masih menyumbang 82,35% dari koleksi gol Liverpool.

Saat nyawa mereka sedang goyah, maka performa Liverpool secara keseluruhan ikut terpengaruh. Liverpool kini tercecer di peringkat empat klasemen sementara Liga Primer, berjarak tujuh poin dari Manchester City di posisi puncak. Sepertinya sangat sulit (kalau tidak mau dibilang mustahil) buat Liverpool untuk mempertahankan trofi Liga Primer.

 

Apabila Liverpool sangat bergantung kepada trio Firmansah, maka ekonomi Indonesia juga bergantung kepada tiga hal. Trio penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi rumah tangga-investasi-ekspor. Saat ketiganya lemas, maka ekonomi Indonesia juga ikut lesu.

Inilah yang terjadi pada 2020. Trio itu anjlok, sehingga membuat Produk Domestik (PDB) terpuruk.

Sepanjang 2020, konsumsi rumah tangga tumbuh negatif (kontraksi) 2,63% dibanding 2019. Sementara Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi tumbuh negatif 4,95% dan ekspor minus 7,7%.

 

Sumber: BPS

 

Seperti halnya trio Firmansah, konsumsi rumah tangga-investasi-konsumsi berperan vital dalam pembentukan PDB nasional. Pada 2020, sumbangsih konsumsi rumah tangga dalam pembentukan PDB mencapai 57,66%. Sementara investasi dan konsumsi menyumbang masing-masing 31,73% dan 17,17%.

So, sangat wajar kalau saat tiga pos ini anjlok maka rontok pula ekonomi Ibu Pertiwi. Agar ekonomi bisa kembali tumbuh positif, maka ketiganya harus bangkit.

Adalah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membikin konsumsi rumah tangga-investasi-ekspor sebegini rupa. Indonesia, sebagaimana lebih dari 200 negara dan teritori di dunia, tidak imun terhadap pandemi virus corona.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 4 Februari 2021 mencapai 103.989.900 orang. Bertambah 464.613 orang dibandingkan sehari sebelumnya. Sejak pandemi terjadi pada awal 2020, jumlah pasien positif bertambah rata-rata 261.281 orang setiap harinya.

Sumber: WHO dan CEIC

Untuk mengurangi risiko penyebaran, berbagai negara di dunia menerapkan kebijakan social distancing. Miliaran penduduk bumi dianjurkan untuk #dirumahaja atau #stayathome, jangan keluar rumah kecuali untuk urusan maha mendesak, apalagi sampai berkerumun.

Kerumunan manusia yang saat ini seakan jadi 'haram' membuat berbagai aktivitas yang berpotensi membuat manusia berkumpul (apalagi di ruang tertutup) menjadi dibatasi. Kantor-kantor memberlakukan kerja dari rumah (work from home) kepada sebagian karyawan, sementara operasional restoran, pusat perbelanjaan, sampai rumah ibadah pun dibatasi. Bahkan banyak negara yang masih melarang sekolah tatap muka, termasuk Indonesia.

Saat aktivitas dan mobilitas warga masih terbatas, permintaan pun berkurang. Hanya kebutuhan pokok yang masih harus dipenuhi, sedangkan barang-barang tahan lama (durable goods) yang merupakan kebutuhan sekunder dan tersier dikesampingkan dulu. Ini yang kemudian membuat konsumsi rumah tangga nyungsep.

Sementara pembatasan aktivitas produksi membuat investasi ikut mengkerut. Ditambah lagi permintaan yang juga turun membuat dunia usaha mengurungkan diri untuk berekspansi.

Kejadian ini terjadi di hampir seluruh negara. Aktivitas produksi dan konsumsi menciut sehingga permintaan global berkurang drastis. Hasilnya, ekspor pun ambruk.

Selagi pandemi masih membayangi, maka berbagai pembatasan aktivitas dan mobilitas tetap akan diterapkan. Mustahil ekonomi bisa 'berlari' dalam situasi seperti ini.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews