Ini Alasan Aktivis Antitambang Tolak Tambang Pasir, Hingga Akhirnya Dibunuh

Ini Alasan Aktivis Antitambang Tolak Tambang Pasir, Hingga Akhirnya Dibunuh

Salim Kancil yang terkapar tak bernyawa setelah dianiaya sejumlah preman. (Foto: LBH Jakarta)

BATAMNEWS.CO.ID, Lumajang - Salim alias Kancil dan Tosan aktif di Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang. Keduanya tegas menolak penambangan pasir di pesisir pantai Watu Pecak desa setempat.

Keduanya mempunyai alasan sederhana, sehingga terus menentang tambang pasir tersebut, kendatipun harus dibayar mahal lewat penganiayaan yang dialaminya oleh puluhan preman. Bahkan Salim harus meregang nyawa setelah kawanan preman menganiayanya. Mereka berjuang agar lahan pertanian di kampungnya tidak rusak akibat ulah penambang.

"Tambang itu merusak pertanian warga dan truk pasirnya juga membuat celaka warga. Sudah ada yang meninggal karena ditabrak truk pasir," kata istri Tosan, Ati Hariati di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang, Senin (28/9).

Perlu diketahui, penolakan warga atas penambangan pasir liar di Lumajang sudah berlangsung bertahun-tahun. Tidak hanya di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, penambangan pasir liar juga terjadi di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun. Kemudian di Desa Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh. Semua aktivitas penambangan tersebut memicu konflik hingga saat ini.

Tim Investigasi KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, pemerintah dan aparat setempat terkesan membiarkan konflik penambangan itu berlangsung.

"Tambang-tambang pasir ini sudah diketahui ilegal dan merusak lahan pertanian di pesisir pantai. Tapi oleh pemerintah dan aparat setempat dibiarkan. Tak ada tindakan tegas," katanya di Surabaya, Senin (28/9).

Tosan sendiri kini sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang akibat penganiayaan yang dialaminya tersebut. Minggu (27/9), telah dilakukan tindakan medis, yang salah satunya operasi.

Kondisi Tosan, kata Ati, telah sadar meskipun masih dilarang banyak berbicara oleh dokter. Dia masih belum bisa mendapat kunjungan orang lain. Asupan makanan hanya dari selang infus yang terpasang di tangannya.

Tosan digeruduk kelompok orang di rumahnya sekitar pukul 07.00 WIB. Dia dijemput secara paksa oleh puluhan orang bersenjata pentungan kayu, celurit dan batu.

Tosan sempat berhasil lolos saat istrinya menarik para preman yang menganiayanya, hingga memiliki kesempatan melarikan diri. Dia kembali dikejar dan dihajar di tanah lapang, tanpa ada tetangga yang berani menolong. Tubuhnya ditinggalkan tergeletak tidak berdaya, sebelum kemudian dibawa ke Puskesmas oleh istrinya dan beberapa orang warga.

sumber: merdeka.com

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews