Mandi Safar, Tradisi Turun Temurun di Lingga yang Tetap Lestari di Tengah Pandemi

Mandi Safar, Tradisi Turun Temurun di Lingga yang Tetap Lestari  di Tengah Pandemi

Pelaksanaan tradisi ma di Safar di objek wisata pemandian Lubuk Papan (Foto:dok.Batamnews)

Lingga - Pelaksanaan tradisi mandi safar di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) di tahun 2020 ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah daerah (Pemda) Lingga melalui Dinas Kebudayaan (Disbud) tidak menggelar kegiatan budaya mandi safar secara terpusat karena Pandemi Covid-19.

Namun demikian, antusias masyarakat untuk tetap menjalankan tradisi sekaligus membawa sanak keluarga ke tempat pemandian yang ada di wilayah Lingga setalah melalui doa selamatan di masjid atau surau masing-masing masih terus dilakukan. Objek wisata pemandian tampak masih tetap ramai pengunjung.

"Tahun ini memang pemerintah tidak mengadakan tradisi secara adat, namun Disbud tetap melaksanakan doa selamatan ritual Mandi Syafar di Dinas (sesama pegawai kantor)," kata Kepala Bidang (Kabid) Nilai Adat, Tradisi Budaya dan Kesenian di Disbud Lingga, Syamsul Asrar kepada Batamnews, Rabu (14/10/2020).

Ia menjelaskan, tidak dilaksanakannya tradisi adat budaya mandi safar kali ini secara terpusat bukan karena disengaja, tapi karena situasi Pandemi Covid-19. Masyarakat tidak diperbolehkan berkumpul beramai-ramai untuk memutuskan penyebaran virus Corona yang masih ada hingga sekarang.

"Meski kita tidak menggelarnya baik di Kantor LAM maupun objek wisata Lubuk Papan seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi tradisi ini sudah mendarah daging bagi masyarakat Lingga. Maka setelah berdoa di masjid, mereka langsung bergerak menuju objek-objek wisata pemandian yang ada," sebutnya.

Sebagaimana diketahui, mandi safar adalah salah satu tradisi lama Melayu yang hingga kini masih terjaga eksistensinya di Kabupaten Lingga. Tradisi lama yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam ini digelar setiap tahun di bulan Safar dalam hitungan Tahun Hijriah. Tradisi tersebut dilakukan masyarakat Negeri Bunda Tanah Melayu secara turun temurun sejak lama.

Bahkan, Sultan-sultan zaman dahulu juga telah melakukan kegiatan yang memiliki makna luar biasa itu. Bahkan, Tradisi Mandi Safar ini sudah dilaksanakan sejak zaman Sultan Riau-Lingga, Sultan Abdulrahman Muazamsyah yang memerintah tahun 1883-1911. Sesuai dengan namanya, tradisi ini dilaksanakan dengan acara mandi dengan tujuan untuk menolak bala.

Saat ini, kegiatan Mandi Safar sudah menjadi agenda kegiatan yang dilaksanakan di Dinas Kebudayaan (Disbud) Lingga. Karena berpotensi menjadi objek wisata baru yang sangat menarik, khususnya objek wisata sejarah dan budaya. Sekaligus untuk meningkatkan silaturahmi, baik dengan sesama tetangga maupun dengan keluarga lainnya.

Namun, makna lain yang diambil dari pagelaran Mandi Safar adalah sebagai sarana untuk intropeksi diri. Baik secara lahiriah maupun secara batin dan mengharapkan rida dari Allah SWT. Sekaligus untuk melestarikan budaya lama yang sudah ada di daerah ini sejak ratusan tahun yang lalu.

Tradisi Mandi Safar juga dilaksanakan masyarakat Lingga umumnya. Ada yang melaksanakannya secara berkelompok di tempat pemandian umum dan ada juga yang melaksanakannya di sekitar masjid-masjid yang ada. Di Lingga, pelaksanaan tradisi ini selalunya berlangsung meriah.

Seperti pada tahun-tahun sebelumnya dimana Pemda Lingga melalui Disbud menyemarakkan dengan menggelar pawai dan arak-arakan peserta mandi safar yang terdiri dari siswa-siswi sekolah.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews