Pakar: Naskah UU Cipta Kerja Belum Selesai Sudah Diketok, Bisa Digugat ke MK

Pakar: Naskah UU Cipta Kerja Belum Selesai Sudah Diketok, Bisa Digugat ke MK

Suasana Rapat RUU Ciptaker di Parlemen. (Foto: Liputan6.com)

Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi seluruh isi dan proses pengesahan Undang-undang Cipta Kerja. Menurut Bivitri, pemerintah mengecilkan gerakan penolakan dengan menyebutkan banyak kabar bohong atau hoaks terkait UU yang sudah disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu di DPR.

"Jadi memang sangat bermasalah. Yang dinarasikan pemerintah dan DPR mereka kan mengecilkan gerakan penolakan dengan bilang hoaks. Sebenarnya itu keliru, enggak ada hoaks, yang hoaks mereka," kata Bivitri kepada merdeka.com, Jumat (9/10).

Bivitri mencontohkan, terkait pesangon. Menurut dia, pesangon memang ada, tetapi diturunkan.

"Mereka protes pesangonnya turun, dari yang saya andaikan dulu 10 sekarang tinggal 5. Itu sebabnya mereka protes bukan karena pesangon dihilangkan itu misleading yang disebar luaskan," ungkap Bivitri.

Dalam UU Cipta Kerja, pesangon dikurangi menjadi 25. Sementara dalam UU Ketenagakerjaan, jumlah pesangon yakni 32 kali gaji.

Bivitri juga menyoroti kententuan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dalam UU Ketenagakerjaan PKWT dibatas 3 tahun, namun dalam UU Cipta Kerja dihapus. Dengan hilangnya poin tersebut, menurut Bivitri, potensi seseorang menjadi pekerja kontrak abadi sangat besar.

"Kita akan dikontrak terus no ending, karena UU tidak mengatur itu memang sangat bermasalah," jelas dia.

 

Sangat Mungkin Dibatalkan MK

Bivitri menilai, UU Cipta Kerja sangat mungkin dibatalkan oleh MK. Sebab, dari sejumlah riset yang dilakukan, beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja sudah diatur MK.

“Ada riset juga oleh Kode Inisiatif putusan-putusan MK saja banyak yang diatur ulang di dalam UU Cipta Kerja. Jadi artinya bisa declare inkonstitusional lagi sama MK. Jadi kemungkinan itu pasti ada, kalau di MK itu kan bisa diuji materil dan uji formil, kalau uji materil itu pasal perpasal, jadi mesti dilihat pasal perpasal, kalau uji formil bisa nilai,” tegas Bivitri.

Salah satu yang menjadi sorotan Bivitri yakni belum selesainya naskah final UU Cipta Kerja. Menurut Baleg, naskah yang beredar belum final.

Hal ini menurut Bivitri bisa dijadikan tambahan gugatan ke MK.

“Ternyata UU belum diketik tuntas. Ini salah banget, bisa dichallenge di MK nanti, ada sebuah UU belum final, tapi sudah diketok, dan itu penipuan juga,” tegas Bivitri menambahkan.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan UU Cipta Kerja dibentuk untuk membantu tugas para pencari kerja dan menciptakan lapangan kerja, perlindungan buruh, hingga pemberantasan korupsi dan pungli. Dia menilai saat ini isi UU Cipta Kerja banyak yang tidak benar salahnya satunya terkait pesangon.

"UU Cipta Kerja dibentuk justru untuk membantu tugas untuk menciptakan lapangan pekerjaan, perlindungan buruh, penyederhanaan birokrasi serta memberantas korupsi dan pungli," kata kata Mahfud, Kamis (8/10).

Dia meluruskan dalam UU tersebut terdapat beberapa peraturan yang dinilai kabar bohong. Mulai dari pesangon, cuti kerja hingga PHK.

"Sekarang ramai karena banyak hoaks. Di UU tidak ada pesangon itu tidak benar, pesangon ada. Dibilang tidak ada cuti, hoaks di sini ada. Dibilang mempermudah PHK, itu tidak benar. Justru sekarang PHK harus dibayar sebelum putus pengadilan," ungkap Mahfud.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews