AS Buka Lockdown, Rupiah Unjuk Gigi ke Rp15.385 per Dolar AS

AS Buka Lockdown, Rupiah Unjuk Gigi ke Rp15.385 per Dolar AS

Ilustrasi.

Jakarta - Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp15.385 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Senin (27/4/2020) sore. Posisi ini menguat 15 poin atau 0,1 persen dari Rp15.400 per dolar AS pada Jumat (24/4/2020) sore.

Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp15.591 per dolar AS atau melemah dari Rp15.553 per dolar AS pada Jumat (24/4/2020).

Rupiah menguat bersama sejumlah mata uang negara-negara kawasan Asia, seperti won Korea Selatan 0,77 persen, dolar Singapura 0,34 persen, dan rupee India 0,28 persen.

Kemudian, yen Jepang menguat 0,26 persen, peso Filipina 0,22 persen, ringgit Malaysia 0,12 persen, dan dolar Hong Kong 0,01 persen. Hanya baht Thailand yang melemah 0,07 persen dan yuan China minus 0,01 persen.

Sedangkan seluruh mata uang utama negara maju kompak berada di zona hijau. Dolar Australia menguat 0,89 persen, poundsterling Inggris 0,42 persen, dolar Kanada 0,34 persen, euro Eropa 0,13 persen, rubel Rusia 0,05 persen, dan franc Swiss 0,02 persen.

Analis sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pergerakan mata uang di dunia terpengaruh respons positif pelaku pasar terhadap kebijakan pelonggaran penutupan akses wilayah (lockdown) di AS. Hal ini sejalan dengan melandainya penambahan jumlah kasus positif virus corona atau covid-19 di Negeri Paman Sam.

"Meski masih bertambah tapi secara persentase, pertumbuhannya relatif kecil 3,49 persen. Sejak 8 April, persentase pertumbuhan kasus stabil di satu digit, kurvanya semakin mendatar," ucap Ibrahim.

Kemudian, ada sentimen dari kawasan Eropa, di mana negara-negara Benua Biru yang juga mulai memberlakukan pelonggaran lockdown. Bahkan, aktivitas ekonomi mulai kembali terjadi.

Kendati begitu, data ekonomi AS terus memburuk. Teranyar, data pesanan barang tahan lama di AS turun 14,4 persen pada bulan lalu yang merupakan penurunan tertinggi sejak 2014.

Di sisi lain, ada sentimen negatif dari status keluarnya Inggris (Britania Exit/Brexit) dalam proses pembicaraan kerja sama perdagangan antara Inggris dengan Uni Eropa. Sebab, Inggris masih bersikeras tidak akan memperpanjang periode transisi, meski ada pandemi corona.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews