Pakar Kesehatan Ingatkan Waspada Ancaman Virus Nipah

Pakar Kesehatan Ingatkan Waspada Ancaman Virus Nipah

Kelelawar, menjadi hewan pengantar virus Nipah, selain babi. (Foto: Medical Xpress)

Singapura - Pakar kesehatan global menyerukan kewaspadaan persebaran Virus Nipah yang memiliki "potensi epidemi serius" di Asia Selatan dan Tenggara.

Pernyataan ini dilansir Channel News Asia, Senin (9/12/2019). Untuk diketahui, virus ini dibawa oleh kelelawar serta babi dan teridentifikasi pada tahun 1999 di Malaysia dan Singapura.

Virus ini telah memicu wabah dengan tingkat kematian antara 40 persen dan 90 persen dan menyebar ribuan kilometer ke Bangladesh dan India - namun tidak ada obat atau vaksin untuk melawannya, kata para pakar kesehatan.

"Dua puluh tahun telah berlalu sejak penemuannya, tetapi dunia masih belum cukup diperlengkapi untuk mengatasi ancaman kesehatan global yang ditimbulkan oleh virus Nipah," kata Richard Hatchett, kepala eksekutif Koalisi CEPI untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi, yang memimpin sebuah Konferensi Nipah di Singapura, pekan ini.

CEPI merupakan organisasi kemitraan antara para pakar penyakit, dan organisasi publik, swasta, filantropis, dan sipil. Didirikan pada tahun 2017, dengan tujuan untuk mencoba mempercepat pengembangan vaksin terhadap penyakit menular yang baru muncul dan tidak diketahui.

Di antara target penyakit pertama adalah Nipah, virus yang dibawa terutama oleh beberapa jenis kelelawar dan babi, yang juga dapat ditularkan langsung dari orang ke orang serta melalui makanan yang terkontaminasi.

Dalam dua tahun sejak pertama kali ditemukan, Nipah telah menyebar ke Bangladesh, tempat ia telah menyebabkan beberapa wabah sejak tahun 2001. Wabah Nipah tahun 2018 di Kerala, India, menewaskan 17 orang.

"Wabah virus Nipah sejauh ini terbatas di Asia Selatan dan Tenggara, tetapi virus ini memiliki potensi epidemi yang serius, karena kelelawar buah Pteropus yang membawa virus ditemukan di seluruh daerah tropis dan sub-tropis, yang merupakan rumah bagi lebih dari dua miliar orang, "kata Hatchett.

Dia mengatakan, karena dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, secara teori, Nipah juga dapat menyebar ke daerah-daerah padat penduduk.

Konferensi Nipah dua hari, yang pertama berfokus pada virus mematikan ini, diselenggarakan bersama oleh CEPI dan Sekolah Kedokteran Duke-NUS di Singapura dan dimulai pada hari Senin.

"Saat ini tidak ada obat atau vaksin spesifik untuk infeksi virus Nipah, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia telah mengidentifikasi (itu) sebagai penyakit prioritas," kata Wang Linfa, seorang profesor Duke NUS dan ketua bersama konferensi tersebut.

Dia berharap pertemuan itu akan merangsang para ahli untuk menemukan cara menemukan Nipah.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews