Hari Bakti BP Batam, 48 Tahun Mengabdi

Sejarah Penting BP Batam: Era Rintisan Hingga Metropolitan

Sejarah Penting BP Batam: Era Rintisan Hingga Metropolitan

Gedung Badan Pengusahaan Batam di kawasan Batam Centre. (Foto: Humas BP Batam)

TEPAT 26 Oktober 2019 Badan Pengusaha (BP) Batam akan berumur 48 tahun. Umur yang cukup matang melihat proses yang dilalui. Berawal dari pulau hutan belantara hingga menuju kota industri yang cukup diperhitungkan di Indonesia saat ini.

Menelisik sejarah Kota Batam tentu tidak bisa dilepaskan dari campur tangan lembaga yang awalnya bernama Otorita Batam tersebut. Hal ini bisa ditemukan dalam buku “Mengungkap Fakta Pembagunan Batam,” yang menjelaskan kemajuan Batam dan sejarah perkembangan Otorita Batam.

Kota Batam ini awalnya hanya pulau terbelakang. Dahulunya dihuni oleh beberapa orang suku Melayu atau disebut orang laut yang juga dikenal dengan nama Tambus. Namun, seiringnya waktu, Batam perlahan diperhatikan karena memiliki wilayah strategis dari segala aspek. 

Lembaga Otorita Batam dihadirkan untuk membangun. Beberapa tampuk pimpinan silih berganti mengurus pulau tersebut. 

Mulai dari masa era perintis pembangunan Batam di tangan Ibnu Sutowo (1970-1976), masuk periode konsolidasi di bawah Prof. Dr. J.B. Sumarlin, hingga periode ex-officio Kepala BP Batam sekarang Muhammad Rudi. 

Cikal Bakal BP Batam (1970)

Pada tanggal 15 Juni 1968, Presiden Kedua RI Soeharto membentuk Tim Ahli Ekonomi Presiden, terdiri dari Prof DR, Widjojo Nitisastro, Prof Dr. Ali Wardhana, Prof. Dr. Moh Sadli, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Prof. Dr. Subroto, Dr. Emil Salim, Drs. Frans Seda, dan Drs Radius Prawiro. 

Jauh hari sebelum pembentukan tim ahli tersebut, Soeharto pada masa konfrontasi masih sebagai prajurit militer yang bertugas di wilayah konflik perbatasan, memandang Batam tidak hanya sebatas zona militer semata. Tetapi lebih daripada itu, Batam melibatkan sudut pandang politik, geopolitik, dan ekonomi. 

Seperti yang dijelaskan Sabeth Muksin dalam buku “Mengungkap Fakta Pembangunan Batam”, diulas rentetan awal proyek pembangunan Pulau Batam di bawah kepemimpinan Ibnu Sutowo. Ketika itu, Soeharto menyerahkan Pulau Batam kepada beliau untuk dikembangkan. Dengan ide awal bahwa Batam adalah sebagai pulau refinery atau basis logistik perminyakan.

Di masa Ibnu Sutowo, Pulau Batam yang awalnya dikembangkan sebagai Pangkalan Logistik dan Operasional. Kegiatan itu berhubungan dengan eksploitasi dan eksplorasi minyak lepas pantai sesuai Keppres 65 Tahun 1970. 

Perlahan Kota Batam terus dikembangkan, titik pentingnya pada 26 Oktober 1971 Soeharto mengeluarkan Keppres Nomor 74  1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam Menjadi Daerah Industri. Di masa inilah, cikal bakal munculnya Otorita Batam yang kemudian diresmikan melalui Keppres 41 Tahun 1973. 

Hal ini berdasarkan salah satu poinnya yang tertuang dalam Keppres Nomor 74 tahun 1971, berbunyi Pembentukan Badan Pemimpinan Industri Batam selanjutnya disebut Badan Pimpinan yang bertangung jawab di bawah Presiden. 

Saat itu, Ibnu Sutowo selaku Direktur Pertamina ditetapkan sebagai penanggungjawab pengembangan Pulau Batam. Sehingga setiap tanggal 26 Oktober selalu diperingati sebagai HUT OB atau BP Batam.

Batam di tangan Ibnu Sutowo berlangsung maksimal. Beberapa proyek dibangun, mulai dari pembangunan pelabuhan, pengembangan peternakan sapi, dan lainnya.

Secara keseluruhan ketika itu pembangunan Batam cukup membaik. Meskipun, secara keseluruhan pulau tersebut masih bertumpu kepada keuangan Pertamina yang dipegang Ibnu. 

Periode Konsolidasi 

Di masa Ibnu Sutowo inilah OB resmi dibentuk dan bertanggungjawab langsung terhadap Presiden. Namun, Seiringnya waktu, krisis terjadi dalam tubuh Pertamina.

Ibnu Sutowo, Ketua Otorita Batam pertama. (Foto: Istimewa)

Kondisi itu tentu berdampak besar kepada keberlangsungan pembangunan Pulau Batam. Hampir semua proyek yang sedang dilaksanakan Ibnu Sutowo terhambat. 

Hingga pembangunan Pulau Batam diambil alih oleh pemerintah di bawah tampuk kepemimpinan Menteri Penertiban Aparatur Pembangunan yang dijabat Prof. Dr. JB Sumarlin tahun 1976.

Masa awal pembangunan Pulau Batam oleh Otorita Batam. (Foto: Humas BP Batam)

Tidak butuh waktu lama, J.B Sumarlin langsung blusukan meninjau kembali arah pembangunan awal proyek Batam. Ia mengambil langkah untuk meneruskan yang sudah ada, namun lebih terarah, dengan prioritas utama membangun transhipment facility, infrastruktur: baik jalan, ketersediaan air bersih, dan inftrastruktur lainnya. 

Soeharto memutuskan pembangunan Batam pendanaannya menggunakan APBN. Proses pembangunan Batam berlangsung mulus di tangan JB Sumarlin. 

Prof. Dr. JB Sumarlin. (Foto: istimewa)

Bahkan, JB Sumarlin lebih senang menyebutkan periode kepemimpinannya sebagai periode penyelamatan, baru kemudian konsolidasi ke dalam. Pada masa JB Sumarlin ini rumusan Pulau Batam dilakukan, industri, pusat perniagaan, daerah akumulasi, pariwisata, pengembangan daerah industri. 

Tidak hanya itu, Sumarlin juga menyelamatkan beberapa proyek yang mandek setelah krisis Pertamina, seperti proyek pembuatan tangki minyak yang berada di Batu Ampar. Sumarlin dianggap berhasil menyelamatkan krisis tersebut. 

Kawasan Batam Centre di masa awal pembangunan Pulau Batam. (Foto: Humas BP Batam)

Setelah itu dalam perkembangannya, Soeharto melihat perlunya Batam dikembangkan sebagai daerah industri yang berbasis teknologi tinggi. Untuk mewujudkan itu, Soeharto kemudian menugaskan BJ Habibie untuk membangun Batam sesuai harapan dan cita-citanya. 

Pada tahun 1978, JB Sumarlin diberhentikan dengan Keputusan Presiden Repupblik Indonesia no 194/M Tahun 1978 tanggal 29 Agustus 1978 sekaligus mengangkat Prof. Dr. Ing. BJ Habibie sebagai Ketua Otorita Pembangunan Daerah Industri Pulau Batam selanjutnya. 

Masa Eyang yang Gemilang

Batam is My Baby, Saya memberi kepercayaan kepada kalian untuk memajukan Batam sebagai Kawasan Industri, Pariwisata yang bertaraf internasional. Saya titip Batam kepada Anda untuk diketahui dan untuk diingat,” ujar BJ Habibie Ketua Otorita Batam ketiga dalam buku “Fakta Pembangunan Kota Batam, Jilid II,”.

Prof. Dr. Ing. BJ Habibie. (Foto: istimewa)

Pembangunan Kota Batam dilanjutkan Habibie. Habibie menjalankan masa pembangunan Batam dengan gemilang dalam kurun waktu hampir 10 tahun. 

Kemudian, pada periode inilah pengembangan Kota Batam terus dilakukan yaitu Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan sebelum BJ Habibie menyerahkan tampuk kepemimpinan Otorita Batam kepada adiknya J.E Habibie. Karena Habibie menjabat Wakil Presiden Republik Indonesia pada 1998.

JE Habibie. (Foto: istimewa)

Meskipun menjabat sebagai Ketua Otorita Batam lanjutan, J.E Habibie berhasil melakukan beberapa hal mulai dari pemberantasan KKN, reformasi tambang pasir laut dan wacana pemindahan kantor Pusat Otorita Batam dari Jakarta ke Batam seta rekontruksi organisasi. 

Estafet kepemimpinan selanjutnya dipercayakan kepada Ismeth Abdullah. Tantangan yang dihadapi di era kepemimpinan Ismeth yakni terbitnya Undang-undang Otonomi Daerah. 

Sejalan dengan itu, pada masa Ismeth pula transformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sejalan dengan era Otonomi Daerah. Status Kotamadya Batam pun berubah menjadi menjadi Kota Batam berdasarkan Undang-undang Nomor 53 tahun 1999. 

Ismeth juga berhasil menyisipkan keberadaan Otorita Batam yang diatur dalam Pasal 21 dari Undang-Undang tersebut. Dalam pasal dijelaskan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerahnya mengikutsertakan Badan Otorita Batam. 

Di tampuk kepemimpinan Ismeth Abdullah, pengembangan pembangunan prasarana dan penanaman modal lanjutan, perhatian kesejahteraan rakyat dan pebaikan iklim investasi merupakan tujuan utama. 

Ismeth Abdullah. (Foto: istimewa)

Orientasi pembangunan fisik tidak semata-mata berupa infrastruktur yang hanya menunjang arus barang industri saja, tetapi lebih ditekankan kepada tersedianya fasilitas urban, berupa fasilitas peribadatan, sarana olah raga, pemukiman, fasilitas pemerintahan dan fasilitas umum lainnya. 

Hal itu dilakukan Ismeth juga bertujuan menciptakan pencitraan yang baik terhadap investor asing yang akan menanamkan modalnya di Batam. 

Setelah itu, pembentukan Undang-Undang Free Trade Zone (UU FTZ) dirintis memperjelas stasus Batam. Pada tahun 2004, konsep UU FTZ disetujui oleh DPR RI, tetapi wakil pemerintah yaitu Menteri Perindustrian dan Perdagangan tidak menyetujuinya.

Setelah itu tampuk kepemimpinan dialihkan ke Mustofa Widjaja. Ia menjadi Ketua ke-6 Otorita Batam, pengganti Ismeth Abdullah. Ia merupakan satu-satunya Ketua Otorita Batam yang berasal dari lingkup lembaga tersebut. 

Mustofa Widjaja. (Foto: istimewa)

Di masa Mustofa, status kelembagaan Otorita Batam diperjelas, dengan terbitnya UU Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam serta Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Akhirnya, di masa dia juga Otorita Batam diubah menjadi BP Batam.

Berjalan sejak 2005 hingga 2016, era Mustofa mentitikberatkan kepada periode pengembangan Batam, dengan penekanan pada peningkatan sarana dan prasarana, penenanaman modal serta kualitas lingkungan hidup.

Setelah itu Kepala BP Batam diteruskan oleh Hatanto Reksodipoetro (2016-19 Oktober 2017). Pada periode ini peningkatan kinerja kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, dengan kerja nyata menuju kawasan yang berdaya asing Internasional.

Hatanto Reksodipoetro. (Foto: istimewa)

Tidak sampai setahun, Hatanto digantikan Lukita Dinarsyah Tuwo, periode ini Batam sudah mulai semakin berkembang. Masa Lukita berbagai strategi dan terobosan untuk meningkatan kinerja perekonomian Batam dengan program prioritas di antaranya; peningkatan investasi melalui pelayanan dan promosi yang aktif, penyelesaian permasalahan sosial dilakukan. 

Lukita Dinarsyah Tuwo. (Foto: Batamnews)

Pada dua periode kepemimpinan sebelumnya itu, polemik BP dan Pemko Batam kembali mencuat. Pada akhirnya pemerintah pusat memutuskan menyatukan kedua lembaga tersebut dengan sebutan ex-officio BP Batam. 

Kepala BP Batam dijabat oleh Wali Kota Batam. Kondisi tersebut dilakukan menghilangkan hiruk-pikuk dualisme yang terjadi.

Edy Putra Irawady, Kepala BP Batam masa transisi. (Foto: Batamnews)

Ketika masa peralihan ex-officio tersebut, Edy Putra Irawady dipercaya menjabat Kepala BP Batam, yaitu masa transisi antara ex-officio Kepala BP Batam. Dimana saat itu proses investasi dan aktivitas BP Batam berjalan seperti biasa. 

Kemudian, September 2019 Presiden RI menetapkan ex-officio. Kepala BP Batam rangkap jabatan Wali Kota Batam Muhammad Rudi.

HM Rudi. (Foto: Batamnews)

Akhirnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan roda perekonomian nasional merupakan tujuan utama Ketua Otorita Batam dalam membangun Batam. Perjalanan panjang sejarah BP Batam sudah berlangsung. 

Saat ini Batam akan menjadi Kota Metropolitan dengan jumlah penduduk yang telah meningkat lebih dari 1,2 juta jiwa awalnya hanya 3.000-an jiwa. BP Batam terus menjadi tumpuan pembangunan ekonomi kota ini, bahkan menjadi tumpuan ekonomi nasional.

(adv/tan)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews