Menelisik Hubungan Pembunuhan Balita dan Penyakit Mental

Menelisik Hubungan Pembunuhan Balita dan Penyakit Mental

Dodi Pance Simamora melukai dirinya sendiri usai menikam keponakannya yang masih berusia 2 tahun. (Foto: Batamnews)

Batam - Peristiwa penikaman berujung maut terhadap Selin Hutagalung, balita berusia 2 tahun oleh Dodi Pance Simamora, pamannya mengejutkan publik Kota Batam pada akhir pekan lalu.

Balita perempuan itu sempat mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Namun, tiga tikaman mematikan di bagian perut dan dada membawa bocah itu ke alam baka.

Muncul pertanyaan, di mana logika Dodi tega menikam keponakannya sendiri. Selain itu, motif tindak kriminal itu juga masih menjadi misteri karena Dodi masih dirawat setelah sempat mencoba bunuh diri.

Dari keterangan tetangga korban, Dodi mengoceh tak jelas saat menikam Selin. “Dia itu sambil ngoceh-ngoceh gitu, kayak orang lagi emosi,” kata Bella, tetangga Dodi di Kampung Ubi, RT 01/ RW 09, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa.

Psikolog sekaligus pendiri Widad Community, Melly Puspita Sari berpendapat, dalam kasus tersebut, perilaku Dodi berdasarkan keterangan saksi dan keluarga masuk dalam gangguan psikotik.  

“Ini kalau dilihat dari keterangan memang perilaku gangguan patologi yang disebabkan psikologis. Dari keterangan keluarganya, saya lihat orangnya sudah masuk ke psikotik, karena sudah mulai halusinasi, komunikasi tidak kongruen dan tidak nyambung,” kata Melly. 

Baca: Istri Pelaku Penikaman Balita di Nongsa Sebut Suaminya Punya Penyakit Aneh

Psikotik merupakan gangguan berkurangnya kemampuan seseorang dalam memahami realita yang terjadi. Dalam kondisi ini, pengidap psikotik sering melihat, mendengar, atau meyakini hal-hal yang sebetulnya tidak nyata. 

Psikotik lanjut Melly masuk dalam penyakit gangguan jiwa yang perlu penanganan psikiater. 

“Psikotik ini kan jenisnya macam-macam, bisa skizofrenia. Sehingga harus ditegakkan diagnosanya oleh psikiater. Karena pasien sudah mulai kehilangan kesadaran terhadap situasi yang ada. Seperti ada orang yang merasa dikejar padahal kenyataannya tidak ada,” ujarnya. 

Penyebab psikotik bisa bermacam-macam. Seperti stres terlalu lama, tekanan terlalu panjang hingga hal-hal lain yang turut jadi pemicu.  

“Dan bisa jadi pola kehidupan dia sendiri yang membuat dia tidak bisa keluar dari tekanan,” ucapnya. 

Pasien psikotik perlu mendapat penangan psikiater untuk didiagnosa dan mendapatkan resep obat mengatasi gangguan mentalnya.

Selain itu peran keluarga dalam mendukung pasien juga tak kalah penting. Seperti membantu pasien disiplin meminum obat. Ketrampilan pasien mengatasi persoalan juga mejadi penting karena itu salah satu upaya untuk mengatasi gangguan mental tersebut.
 
“Keluarga harus membawanya ke psikiater. Ketika psikiater mengatakan harus rawat inap berarti ya harus rawat inap dulu agar lebih stabil.  Agar tidak menyakiti yang tidak berdaya, seperti anak-anak dan hewan,” tuturnya. 

Gangguan jiwa sendiri, imbuh Melly, adalah salah satu penyakit yang dimliki oleh setiap orang dan bisa muncul, kapan saja. 

Daya tahan stres berbeda-beda itu, kemudian menyebabkan gangguan jiwa dalam diri seseorang bisa muncul sementara yang lainnya tidak. 

“Kita ini memiliki gangguan jiwa, ada yang tiba-tiba bisa muncul ada yang tidak. Tidak muncul karena seseorang bisa mengatasi coping stres-nya, mengatasi permasalahan, dan mengatsi frustasi yang dialami,” paparnya. 

Namun untuk kasus tindak pidana. Melly mengtakan perlu pemeriksaan lebih dalam, karena pada beberapa kasus, alasan ini bisa saja dijadikan alibi pelaku untuk mengurangi hukuman yang didapat. 

“Kalau berada di pihak berwajib ini perlu betul-betul  pemeriksaan kejiwaan. Memastikan apakah yang bersangkutan melakukan kejahatan atau tindak pidana pembunuhan saat sedang mengalami gangguan atau tidak. Harus yang memeriksa psikiater sehingga hukumannya lebih jelas,” pungkasnya.

(das)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews