Pembakaran Musola di Papua

Ini Penyesalan Tokoh Agama Papua Terhadap Pembakaran Musola

Ini Penyesalan Tokoh Agama Papua Terhadap Pembakaran Musola

Sekelompok orang membakar musala dan puluhan rumah di Tolikara, Papua, 17 Juli 2015. (Foto:Metrotv/ Ricardo Hutahaean)

BATAMNEWS.CO.ID, Jayapura - Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Kota Jayapura, Pater Neles Tebay yang juga Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) menyesalkan peristiwa pembakaran tempat ibadah di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Jumat (17/7/2015) pagi.

"Kami menyesalkan atas peristiwa pembakaran tempat ibadah, 70 rumah dan kios di Tolikara, yang terjadi pada perayaan Salat Idul Fitri," kata Neles Tebay di Kota Jayapura, Jumat (17/07) malam seperti dilansir merdeka.

Ia menyebut, tindakan pembakaran seperti itu, baik dilakukan secara sengaja atau tanpa direncanakan, tidak dapat diterima dan dibenarkan oleh setiap orang yang beriman.

"Budaya Papua tidak mengajarkan orang untuk mengganggu, apalagi membakar tempat ibadah," katanya.

Menurut dia, tradisi atau budaya mengajarkan bahwa orang Papua tidak boleh mengganggu tempat-tempat yang dipandang keramat atau sakral atau suci menurut kepercayaan budaya setempat.

Tempat-tempat suci dalam budaya adalah tempat-tempat yang, menurut keyakinan orang setempat, dihuni oleh roh-roh.

Apabila mengganggu tempat suci itu, menurut keyakinan orang Papua maka akan ada konsekuensi dalam hidup keluarga dari orang yang mengganggu tempat tersebut.

"Konsekuensinya bisa saja para pengganggu jatuh sakit atau salah satu anggota keluarganya meninggal dunia tanpa sakit terlebih dahulu atau terjadi musibah kelaparan," katanya.

Pater mengatakan orang Papua dibina untuk menghormati tempat keramat atau sakral dalam budayanya.

Ketika agama-agama besar seperti Kristen dan Islam masuk ke Tanah Papua, tempat ibadah dari agama-agama ini seperti gereja dan masjid, dipandang sebagai tempat keramat, sakral atau suci.

"Oleh karena itu orang Papua, entah apapun agamanya, selama ini tidak pernah mengganggu, apalagi membakar entah gereja, entah masjid. Daun rumput selembar saja tidak pernah diganggu dan dipetik dari halaman gereja atau masjid," katanya.

Kejadian pembakaran mushola di Tolikara, kata dia, merupakan peristiwa pertama kali dalam sejarah Papua dimana sebuah tempat ibadah dibakar.

"Orang Papua tidak pernah membakar tempat ibadah selama ini, kecuali yang baru terjadi di Tolikara ini. Maka, sebagai orang Papua, saya memohon maaf atas peristiwa yang melanggar norma adat ini," katanya.

Ia mengakui bahwa peristiwa pembakaran tempat ibadah itu, telah mencederai upaya masyarakat sipil Papua bersama semua pimpinan agama untuk mewujudkan Papua sebagai Tanah Damai.

Sebagai salah satu tokoh agama, Neles Tebay mengatakan ada baiknya mendorong polisi untuk melakukan investigasi secepatnya bukan hanya untuk menemukan para pelaku pembakaran tetapi juga menemukan faktor penyebab utama yang memicu pembakaran itu.

"Dengan mengetahui faktor penyebabnya, kita bisa mencegah agar hal yang tidak terulang lagi di masa depan. Kami mendorong para pimpinan agama di seluruh Tanah Papua untuk secara bersama memelihara perdamaian di bumi Cenderawasih," katanya.

(ind/merdeka)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews