Ismeth Abdulllah Gugat UU Pilkada

Ismeth Abdullah Merasa Hak Konstitusinya Dirampas, Ini Pasal-pasal yang Digugat ke MK

Ismeth Abdullah Merasa Hak Konstitusinya Dirampas, Ini Pasal-pasal yang Digugat ke MK

Mantan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Ismeth Abdullah sebagai pemohon uji materi UU Pilkada kembali mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ismeth menggugat karena merasa hak konstitusinya terampas.

Gugatan Ismeth ini sebagai bentuk pembatasan pencalonan diri sebagia kepala daerah dalam statusnya sebagai mantan narapidana korupsi.

Ismeth pernah tersandung kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran saat menjadi Ketua Otorita Batam. Ia divonis bersalah dan sempat menjalani hukuman 2 tahun pidana penjara.

“Pemohon yang akan kembali mengajukan diri menjadi kepala daerah menganggap ketentuan tersebut merugikan hak konstitusionalnya,” ujar Kuasa Hukum Ismeth Abdullah, Ai Latifah Fardhiyah  di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (2/7/2015).

Melalui Kuasa Hukumnya, Ismeth sebagai pemohon menguji ketentuan Pasal 7 huruf g dan huruf o UU Pilkada. 

Adapun Pasal 7 huruf g dan o UU Pilkada berbunyi:

Pasal 7

Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(g) tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(o) belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota.

Ismeth Abdullah merupakan mantan Gubernur Kepulauan Riau periode 2005-2010 yang divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam kasus proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran. Kasus itu terjadi saat Ismeth menjabat sebagai Ketua Otorita Batam. 

Ismeth melakukan uji materi bersama I Gede Winasa adalah mantan Bupati Jembrana, Bali yang dijatuhi hukuman penjara dua tahun enam bulan oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi. 

I Gede Winasa terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan pembangunan pabrik kompos berikut mesinnya selama menjabat sebagai bupati.

“Hambatan terhadap Pemohon I dan Pemohon II untuk maju kembali dalam Pilkada adalah pelanggaran fundamental terhadap hak-hak warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Lebih dari itu, seharusnya narapidana yang telah selesai menjalani masa hukumannya telah menjadi manusia dengan hak-hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya,” ujar Ai pada sidang perkara nomor 80/PUU-XIII/2015.

Menurutnya, hak untuk dipilih dan hak untuk memilih merupakan hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.

Adanya pembatasan dalam Pasal 7 huruf g dan o UU Pilkada, jelas Pemohon, merupakan suatu bentuk diskriminasi. 

“Selain dinyatakan secara tegas dalam UUD 1945, perlindungan terhadap hak politik warga negara juga diatur dalam UU Hak Asasi Manusia dan berbagai Kovenan Internasional,” imbuhnya.

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews