Membaca Sinyal Politik dari Pidato Jokowi dan Prabowo Usai Putusan MK

Membaca Sinyal Politik dari Pidato Jokowi dan Prabowo Usai Putusan MK

Jokowi dan Prabowo saat menuju debat Pilpres Januari 2019 lalu.

Jakarta - Capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto sama-sama menyampaikan pernyataan politik setelah hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan sengketa Pilpres 2019. Lalu apa sinyal politik yang bisa dibaca dari pidato kedua tokoh itu?

Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, berpendapat hal yang paling menarik dari pidato Prabowo adalah tidak adanya ucapan selamat kepada Jokowi-Ma'ruf yang telah memenangi kontestasi Pilpres 2019. Hendri mengapresiasi sikap Prabowo yang menghormati putusan MK yang menolak gugatan sengketa Pilpres namun pernyataan itu dirasa belum cukup.

"Yang menarik sebenarnya dari kubu Prabowo bahwa mereka menghormati keputusan MK, jadi pidato terakhirnya itu belum... Yang kita tunggu ini kan ucapan selamat dari Prabowo untuk mengakhiri pertandingan ini secara riil. Tadi kan Pak Prabowo menghormati keputusan MK dan akan berkonsultasi dengan tim hukum, justru pak Jokowi yang mengimbau ini adalah keputusan final," kata Hendri kepada wartawan, Kamis (27/6/2019) malam.

Pernyataan Prabowo yang akan berkonsultasi dengan tim hukum setelah putusan MK tersebut dinilai Hendri belum menyudahi pertarungan Pilpres 2019. Dia berharap tim hukum dapat memberikan masukan yang tepat kepada Ketum Gerindra tersebut.

"Bahwa yang kita tunggu ucapan selamat dari kubu Pak Prabowo dan Mas Sandi, tadi kan hanya mengatakan menghormati keputusan MK dan akan berkonsultasi lebih jauh kepada para tim hukum, mudah-mudahan tim hukum memberikan masukan yang bagus dan tepat," ujarnya.

Pernyataan itu, sambung Hendri, berbanding terbalik dengan pernyataan yang disampaikan Jokowi. Hendri memuji statement politik Jokowi yang siap menjadi presiden bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Sementara Pak Jokowi dalam pidatonya berkali-kali mengatakan bahwa dia siap menjadi presiden Indonesia secara keseluruhan dan mengajak kita semua bersatu tidak ada 01 02, yang ada adalah persatuan, itu sangat baik sekali," ujar dia.

Hendri kemudian menyoroti terkait kemungkinan Prabowo merapat ke Jokowi. Dalam pidatonya, Jokowi dan Prabowo menyampaikan hal yang sama, yakni mengutamakan kepentingan bangsa dan berupaya mewujudkan Indonesia yang lebih maju.

"Apakah koalisi akan dibangun? Beberapa Presiden Jokowi mengatakan bahwa dia akan menjadi seluruh rakyat Indonesia dan mengajak untuk bersatu jadi kalaupun ada tawaran koalisi dan apakah kemungkinan koalisi 02 kemungkinan merapat ke kubu Pak Jokowi, bisa-bisa saja terjadi," ujar dia.

Bagi Hendri, kans Prabowo bergabung ke pemerintahan Jokowi sangat terbuka. Namun, sambung Hendri, rekonsiliasi tak melulu soal pembagian kekuasaan tapi juga berbagi ide dan gagasan.

"Hanya saja tantangannya begini kalau rekonsiliasi, tidak hanya power sharing, tidak hanya sebatas pembagian kursi menteri saja tapi rekonsiliasi juga harus ada kesepakatan bersama terhadap ide kedua pasangan calon presiden ini, jadi kalau mau rekonsiliasi kelihatannya mempertimbangkan beberapa ide Prabowo-Sandi yang harus bisa diimplementasikan ke pemerintahan Pak Jokowi," ujar dia.

Terlepas dari itu, Hendri berharap tetap ada oposisi yang mengawal jalannya pemerintahan Jokowi periode kedua. Menurut Hendri, jika semua partai memilih menjadi satu kubu, tak ada bedanya dengan era Orde Baru.

"Saya mengharapkan tetap oposisi kritis yang memberikan masukan kepada pemerintah yang berkuasa, walaupun memang menurut UU MKD hampir pasti memimpin DPR dengan kelengkapan dewan yang diisi 01 tapi ada baiknya 02 melobi anggota DPD terpilih nantinya sehingga MPR bisa menjadi bisa dipegang 02, kalau semua 01 petahana jadi kesatuan, maka yang kita dengar adalah nyanyian setuju keputusan," paparnya.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews