Duriangkang Kian Dangkal: Suplai Air Bersih Batam Terancam

Duriangkang Kian Dangkal: Suplai Air Bersih Batam Terancam

Tanaman Enceng Gondok tampak memenuhi bagian pinggir Waduk Duriangkang. (Foto: Johannes Saragih/Batamnews)

Batam - Pengalihan lahan di sekitar Waduk Duriangkang bisa berdampak buruk terhadap volume air waduk. PT Adhya Tirta Batam sebagai operator instalasi pengelolaan air (IPA) Duriangkang was-was.

Dam yang merupakan tulang punggung air baku di Kota Batam ini merupakan dam estuari terbesar ke dua di Asia Tenggara setelah Singapura.

Supervisor CSR & Branding ATB, Iksa Wijanarko mengatakan, akibat alih fungsi lahan hutan di sekitar waduk Duriangkang, ekosistem perlahan berubah.

“Karena yang bisa menahan curah hujan masuk ke Dam itu kan pohon-pohon. Fungsi pohon itu menahan laju air masuk ke waduk secara pelan-pelan, selain itu kalau pohonnya tidak ada, tanah akan masuk ke waduk dan akan terjadi pendangkalan,” kata Iksa, Selasa (26/3/2019).

Selain pengalihan lahan, di waduk tersebut kini juga banyak tanaman enceng gondok. “Enceng gondok itu menghisap oksigen, selain itu juga dia menghisap air serta menyebabkan pendangkalan kalau enceng gondok itu mati,” kata Iksa.

Sekitar Dam Duriangkang sebelumnya dimanfaatkan warga untuk beternak hingga melakukan aktivitas lain seperti keramba apung, kolam darat dan perkebunan. Sementara aktivitas peternakan babi ilegal di sekitar lokasi ini sudah ditertibkan. Isu terkait pencemaran air waduk akan bakteri dari kotoran ternak itu sebelumnya juga bikin heboh.

Iksa berharap pemerintah bersama ATB bisa mencari solusi terkait eksistensi ketersediaan air baku di Dam Duriangkang.

Luas Dam Duriangkang 34,4 km2, dengan debit air 3000 liter per detik.  Duriangkang memasok air bersih yang sudah diolah di dua instalasi pengolahan air Tanjung Piayu dan Duriangkang, ke sekitar 60 persen wilayah di Kota Batam. Duriangkang memiliki volume mencapai 78.560.000 m3.

Presiden Direktur PT. ATB, Beny Andrianto menyebut DAM Duriangkang adalah penyuplai terakhir air di Batam. Benny menyayangkan banyaknya pengalihan lahan di sekitar DAM tersebut. Ia khawatir jika ini terus dilakukan, maka akan berdampak buruk.

"Karena kita semua tahu bahwa sumber air itu kan dari pegunungan juga. Jika hutan sudah tidak ada lagi pohonnya, maka serapan air sudah jelas berkurang. Lihat saja kondisi dam tersebut, hutannya sudah tidak ada lagi pohonnya, ditambah banyak tambang yang buka di tepi dam itu,” sebut dia.

Kasus dam Baloi harusnya bisa menjadi peringatan bagi pengelola regulasi di Batam. Dam Baloi yang dibangun pada tahun 1977 oleh Otorita Batam itu dinyatakan tidak produktif lagi. Pasalnya kondisi air sudah tidak layak dikelola lagi akibat menjadi lokasi pembuangan limbah rumah tangga oleh ruli-ruli di sekitarnya sebelumnya. Dam Baloi dulunya juga banyak ditumbuhi enceng gondok.

(ude)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews