Cerita Amril Bertahan Hidup di Tengah Kerasnya Kota Batam

Cerita Amril Bertahan Hidup di Tengah Kerasnya Kota Batam

Senyum Amril mengembang di tengah aktivitasnya menunggu lapak reparasi sepatu miliknya di kawasan Nagoya. (Foto: Diah/batamnews)

Batam - Ada pemandangan yang menarik perhatian ketika menyusuri area pertokoan Nagoya. Pemandangan ini sangat kontras dengan citra Nagoya yang dipenuhi kemewahan.

Asik menjahit di tengah hirup pikuk jalanan, seorang kakek tua ini seolah tak mempedulikan kebisingan yang terjadi di sekitarnya. Mata dan tangannya fokus pada tumpukan sepatu pelanggan yang menanti untuk diperbaiki. 

Amril, seorang laki-laki berusia 70 tahun bekerja sebagai tukang sol sepatu di depan Toko Obat Waras, kawasam Nagoya.

Sepi ramainya kondisi pertokoan tak pernah dihiraukannya. Bahkan ketika toko lainnya meliburkan diri dalam tahun baru Imlek, Amril seakan menjadi penjaga komplek pertokoan karena hanya dirinya saja yang tetap membuka lapaknya. 

Walaupun tubuh telah ringkih, tapi Amril tidak pernah kehilangan semangatnya. Semangat untuk tetap bekerja terpancar dari kedua mata yang mulai sayu dan keriput. 

Setiap harinya Amril mengaku bisa menjahit 5 sepatu. Terkadang jika keberuntungan sedang berpihak kepadanya, dia bisa menjahit lebih banyak dari biasanya. 

"Ya sehari-seharinya paling cuma 3 atau 5 pasang, kalau lagi rejekinya ya bisa dapat sampai lebih," kata Amril, saat berbincang dengan Batamnews.co.id, belum lama ini. 

Untuk sepasang sepatu yang dijahitnya, Amril biasanya membanderol dengan tarif jasa Rp 15 ribu saja. Lelaki tua ini tak pernah mencoba memanfaatkan keibaan orang lain dengan menaikkan harga jasanya. 

Sudah puluhan thun Amril menjadi tukang sol sepatu di tempat tersebut. Sejak tahun 2000 dia sudah memutuskan untuk menetap berjualan jasa di depan Toko Obat Waras. 

Amril bercerita jika dia nyaman berjualan di tempat tersebut walaupun sendirian. Hal itu dikarenakan lingkungan sekitarnya sangat ramah. 

"Di sini enak toleransinya tinggi. Suku apapun di sini suka bergaul, bahkan warga Tionghoa di sini pun ikut lebaran kalau kita lebaran," ujarnya. 

Senyum dari kedua sudut bibir yang keriput itu terus mengembang selama pembicaraan berlangsung. Tidak ada keluhan sama sekali dari tubuh tua itu. Dari senyumnya hanya keikhlasan yang terpancar. 

Di usianya yang sudah tua, Amril tinggal seorang diri di Kota Batam. Anak dan istrinya menetap di kampung halaman, tepatnya Padang, Sumatera Barat. 

Bukan rumah pribadi, di usia nya yang seharusnya tinggal menikmati masa tua, Amril masih kos di daerah Baloi Indah. 

Amril sempat bercerita jika apa yang dituainya di masa tua merupakan hasil yang harus diterimanya akibat perbuatannya di masa muda. 

Amril berpesan kepada seluruh anak muda untuk tidak menentang orang tua, dan keras kepala. Karena apa yang dilakukan orang tua pasti terbaik untuk anaknya. 

"Saya seperti ini itu karena keras kepala waktu mudanya, tidak mau dengerin omongan orang tua. Sekarang tuanya saya susah sendiri, padahal saya ini anak orang berada dulunya. Makanya anak-anak muda itu jangan sekali-kali menentang orang, karena orang tua itu ingin yang terbaik buat kita," ujarnya. 

(das)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews