Anak yang Terlihat Normal Bisa Menjadi Autis, Apa Penyebabnya?

Anak yang Terlihat Normal Bisa Menjadi Autis, Apa Penyebabnya?

Ilustrasi. (Foto: Getty Images via Liputan 6)

Batam - Banyak orang berpikir kalau anak autis itu terjadi karena faktor genetik atau keturunannya. Padahal kebiasaan calon orang tua yang buruk atau sikap setelah menjadi orang tua pun bisa menjadi penyebabnya.

Pemerhati disabilitas sekaligus pemilik Lembaga Putrakami Batam, Yuli Everi mengatakan perubahan zaman ternyata bisa serta merta menjadi penyebab anak-anak menjadi autis. 

Anak-anak yang awalnya terlihat normal bisa menjadi autis karena disebabkan oleh pola asuh orang tua yang salah.

"Sejak berdirinya lembaga sekolah Putrakami 17 tahun yang lalu, kami selalu mendapati kalau persoalan anak-anak penyadang disabilitas berasal dari berbagai latar belakang," ujar Yuli, Senin (21/1/2019).

Yuli mencontohkan dirinya mendapati temuan seorang ibu tiga anak, yang ketiganya penyandang autis. Setelah Yuli berbincang mendalam dengan sang ibu, ternyata sebelumnya ibu tersebut bekerja di sebuah pabrik yang rentan terpapar bahan kimia.

Menurut Yuli, ibu tersebut bekerja di sebuah pabrik elektronik sebagai tenaga pateri (solder). Asap yang mengandung merkuri sering terhirup olehnya.

Selain lingkungan kerja, asupan makanan juga menjadi faktor lain yang memicu keturunan terkena autis. Mengonsumsi daging yang kelihatannya bersih tapi kalau tidak diperhatikan kualitas dan dimana asalnya bisa juga berdampak kepada kesehatan calon orang tua si anak.

"Ikan-ikan di perairan Batam tidak semuanya sehat, karena banyak dari perairan tersebut sudah tercemar limbah yang berbahaya bagi kesehatan, jadi cara memasak pun juga menjadi perhatian," tambah Yuli.

Selain itu, pola asuh terhadap anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya. Dampak teknologi informasi juga ikut berperan dalam penyebab anak menjadi autis. Misalnya anak-anak yang hanya menonton telivisi dan bermain games seharian. 

Akibatnya anak tersebut jarang untuk diajak berkomunikasi sehingga syaraf-syaraf yang dimiliki si anak tidak bekerja secara optimal.

"Dengan kurangnya berkomunikasi tersebut menyebabkan si anak juga jarang untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman sebayanya," imbuh Yuli.

Selain anak yang terlambat bicara, ciri-ciri lainnya adalah anak suka berperilaku aneh seperti menggigitkan giginya ke tangan sehingga berbekas hingga membenturkan-benturkan kepalanya.

Peran orang tua sangat menentukan dalam persoalan ini misalnya menjaga gaya hidup dan pola makan yang sehat, menerapkan pola asuh anak yang benar, mengetahui sejak dini kalau si anak bisa berpotensi autis hingga melakukan terapi untuk proses pemulihan bagi yang sudah terkena.

Dengan demikian perilaku orang tua baik sebelum maupun sesudah memiliki anak sama-sama memiliki potensi untuk terkena autis. 

(sya)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews