Batam - Sengketa antara pemerintah Singapura dengan Malaysia ternyata menguntungkan bagi Batam. Akhirnya Perusahaan Ocean Tanker (Pte) LTD berpindah dari Seligi, Malaysia ke Batam untuk melakukan floating storage dan ship to ship.

Kepala Badan Pelabuhan Laut Badan Pengusahaan (BP) Batam, Nasrul Amri mengatakan ada tiga kapal milik Ocean Tanker yang pindah ke perairan Batam. Kapal tersebut terdiri dari Wu Yi San dengan 164,169 GRT, Ocean Explore dengan 62,83 GRT dan Nipa dengan 80 GRT yang sedang dalam perjalanan.

"Tentunya jika ada relasi bisnis yang kurang bagus diantara kedua negara tetangga kita, Indonesia yang diuntungkan," ujar Nasrul di Kantor BP Batam, Selasa (18/12/2018).

Namun tentunya juga didukung posisi Batam yang berada di Selat Malaka yang merupakan choke point terbesar kedua di dunia. Dan 60 persen volume minyak yang diangkut melalui laut, sepertiganya melalui Selat Malaka. Hal itu berdasarkan data dari Energy Information Administration (EIA), dan volume minyak yang diangkut melalui Selat Malak mencapai 16 juta barel per hari.

Selain itu, selat malaka merupakan rute laut terpendek yang menghubungkan antara kawasan timur tengah sebagai daerah penghasil minyak, dengan negara-negara pengguna minyak di kawasan Asia Timur dan Tenggara.

"Saat ini dengan masuknya Ocean Tanker, kapasitas muatnya kurang lebih mulai dari 70 ribu - 150 ribu ton, kalau di konvert ke barel kurang lebih muatannya antara 1-3 juta barel," kata dia.

Dengan begitu potensi angkut minyak di perairan Selat Malaka menjadi terbuka besar bagi Batam. Dari 7 kapal milik Ocean Tanker, 3 diantaranya sudah mulai masuk ke Batam, direncanakan sisanya juga akan ikut bergabung.

"Tapi sekali lagi ada keterbatasan untuk pemanfaatan area itu, dan sekali lagi mereka akan melihat efisiensi operasi," ucap Nasrul.

Sementara ini BP Batam akan diuntungkan dari kegiatan floating storage dan ship to ship tersebut dari sisi labuh dan troughput fee. Tetapi masih ada keuntungan ekonomi lainnya yang juga berpengaruh bagi Batam.

(ret)