Soal Jembatan Babin, Pengusaha: Perjelas Dulu Status Ekonomi Bintan-Tanjungpinang

Soal Jembatan Babin, Pengusaha: Perjelas Dulu Status Ekonomi Bintan-Tanjungpinang

Perspektif Jembatan Batam-Bintan yang segera dibangun.

Bintan - Kalangan Pengusaha di Tanjunguban, Bintan mendukung pembangunan Jembatan Batam-Bintan (Babin) yang direncanakan akan digesa pada 2019 mendatang.

Namun ada beberapa permintaan mereka khususnya status hukum ekonomi di Batam, Bintan dan Tanjungpinang. Karena status tersebut sangat berkaitan dengan peredaran barang-barang, baik itu sembako maupun lainnya.

Salah satu pengusaha Tanjunguban, Indra Setiawan mengaku sangat setuju dengan rencana pembangunan Jembatan Babin itu. 

Namun dia inginkan pemerintah daerah dan pemerintah pusat menetapkan status yang jelas untuk Bintan dan Tanjungpinang.

"Kami dukung, tapi kami juga tak paham dengan dampak pembangunan jembatan itu. Kami minta pihak terkait jelaskan dulu status Bintan dan Tanjungpinang sebelum membangun," ujar Indra, Kamis (29/11/2018).

Perlu diketahui bahwa Kota Batam memiliki status sebagai Kawasan Free Trade Zone (FTZ). Sedangkan Bintan hanya sebagian wilayahnya saja ditetapkan FTZ dan Tanjungpinang tidak ada sama sekali.

Hal ini dinilai akan membuat perputaran ekonomi yang tidak jelas. Sehingga membuat para pelaku usaha atau pengusaha jadi was-was. 

"Jika dibangun jembatan itu, Batam, Bintan, dan Tanjungpinang itu kan jadi satu wilayah. Karena jarak tempuhnya bisa jadi 15 menit. Tapi kondisi rentang peredaran perdagangannya berbeda jauh," jelasnya.

Batam, kata mantan anggota DPRD Bintan ini, ketersediaan kebutuhan pokok harian di sana lebih lengkap. Sebab segala fasilitasnya serba ada, jumlah penduduknya paling banyak serta kebutuhannya juga memenuhi kuota.

Dengan dasar itu pengiriman barang dari luar daerah ke Kepri seperti Jakarta, Jawa, Sumatera dan Sulawesi akan terfokus ke Batam. Sedangkan Bintan dan Tanjungpinang tidak memenuhi dasar kuota tersebut sehingga barang dari luar daerah tidak bisa masuk langsung ke dua daerah ini.

"Semua pengiriman barang pastinya melalui Batam. Karena kuota Bintan dan Tanjungpinang cuma secuil, tidak mungkin ada kapal atau transportasi kirim barang ke sini langsung. Nah, jadi apa keuntungan bagi kami jika ada jembatan itu," katanya.

Kabupaten Bintan dan Tanjungpinang juga ingin seperti Batam yang diberikan kebebasan. Baik dalam segi fasilitas maupun pemberlakukan bebas pajak.

Jadi diminta pihak terkait di Kepri memberikan pandangan secara menyeluruh dan kajian yang mendalam terkait status FTZ ini. Sehingga pelaku usaha di Bintan dan Tanjungpinang tidak mengalami kesulitan dan juga dinilai sebagai pelaku kejahatan perbajakan dan pelanggar cukai maupun lainnya. 

"Inilah dampak psikologis pelaku usaha di Bintan dan Tanjungpinang. Karena kami pastinya iri dengan wadah perlakuan FTZ. Batam bebas pajak tapi ketika barang masuk ke Bintan dan Tanjungpinang harus memenuhi segala aturan dan dikenakan pajak 10 persen. Padahal ketiga daerah ini sangat dekat dan terjangkau," ucapnya. 

(ary)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews