Ini Saran Pakar Tata Ruang Atasi Banjir di Batam

Ini Saran Pakar Tata Ruang Atasi Banjir di Batam

Sebuah kendaraan menerjang banjir di kawasan Batam Center, belum lama ini. (Foto: Johannes Saragih/batamnews).

Batam - Selain menjadi persoalan klasik, banjir di Batam menjadi 'penyakit menahun' yang terus terulang. Sejauh ini, memang ada tindakan pemerintah mencegah banjir, namun sifatnya hanya sementara.

Semakin lama, titik banjir di Batam bertambah dan fakta ini diakui oleh pemerintah. Contoh terakhir, adalah banjir yang terjadi di berbagai titik pada Rabu (21/11/2018) dini hari.

Warga Batam membutuhkan solusi permanen atas masalah ini. Hal ini cukup masuk akal, mengingat sekarang sudah memasuki musim penghujan dan banjir bisa mengintai setiap saat.

Pakar tata ruang Kepri, Supriyanto berpendapat ada beberapa poin akibat banjir di Batam dan beberapa solusi yang harus dilakukan.  Supaya bencana ini tidak terulang setiap hujan turun.

Menurut alumni Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro Semarang ini, langkah pemerintah menormalisasi dan melebarkan drainase di Batam tidaklah cukup. 

Batam membutuhkan sebuah masterplan drainase

Setiap tata ruang sebuah kota harus memperhitungan kemungkinan terjadi, sepertri perencanaan apabila terjadi hujan. Itu semua ada di masterplan drainase.

"Jadi air jatuh dialirkan ke mana? Itu ada dalam masterplan," kata Supriyanto yang juga alumni Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro itu, Kamis (22/11/2018).

Namun, BP Batam atau Pemerintah Kota (Pemko) Batam tidak mempunyai masterplan drainase tersebut. "Jadi tatkala izin diberikan ke pengembang, yang terjadi mereka menjalankan aturan drainase di kawasan mereka sendiri," ujar dia.

Dia mencontohkan, sebuah perusahaan pengembang membangun perumahan di Batuaji. Pengembang tersebut tidak memiliki gambaran drainase kota, sehingga mereka membangun drainase sendiri. 

"Ada yang bangun lagi, mereka hanya menyambungkan antara kawasan. Drainase kota tidak diatur, terjadilah banjir," ujar mantan Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kepri dua periode itu.

Banyaknya kolam retensi ditimbun oleh BP Batam

Peristiwa banjir juga dipicu tidak adanya kolam retensi. Sejumlah kolam retensi yang selama diandalkan untuk menahan arus air malah ditimbun.

Padahal kolam itu untuk menampung air sementera sebelum mengalir ke drainase. Sekarang kondisinya sudah berapa kolam ditimbun tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi.

"Itu sudah berapa kawasan, mulai dari Batam Center dekat McDonald, Tiban, yang parah Tiban Koperasi," kata Supriyanto. 

Padahal menurutnya, di Jakarta, Tangerang, dan kota besar lainnya kolam retensi harus dibangun di setiap kawasan hunian. "Tetapi di Batam malahan ditimbun," imbuh dia. 

Cut and fill yang serampangan

Supriyanto menuturkan, banyak terjadi proses cut and fill (pemotongan dan penggalian lahan) tidak memikirkan kondisi drainase sekitar kawasan. Sehingga ketika dilakukan pemotongan bukit, perumahan sekitar lokasi menjadi kebanjiran. 

"Kalua ada pemotongan lahan, otomatis curah hujan akan semakin tinggi, tetapi soal drainase sekitar tidak diperhatikan," kata Supriyanto. 

Hal itu terjadi tidak adanya pengendalian cut and fill oleh BP Batam. "Jadi ketika ada pembangunan, pengendalian drainase sementara tidak pernah dibuat," kata dia. 

Ia menyebutkan contohnya di kawasan Piayu, banjir terjadi setelah ada pembangunan perumahan di atas bukit. "Drainase tidak siap, makanya air mengenangi perumahan sekitarnya. Ini kan karena tidak ada pengendalian izin cut and fill," ujar dia.

Setelah banjir terjadi, pemerintah selalu menyalahkan volume hujan terus meningkat. "Ya seharusnya, sistem drainase harus direncanakan berdasarkan volume hujan tertinggi yang pernah terjadi di Batam," katanya.

Supriyanto berpendapat hal ini harus dievaluasi secara rutin. Terlebih, saat ini Batam sedang gencar membangun infrastruktur.

Baik BP Batam atau Pemko harus merencakan kembali bentuk drainase. Permasalahan ini harus diantisipasi bersama-sama, karena pemilik lahan adalah BP Batam, sedangkan menjalankan drainase adalah Pemko Batam. 

Perizinan lahan tak memperhatikan lingkungan

Aktivitas cut and fill yang izinnya dikeluarkan BP Batam tidak memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Malahan perizinan Amdal keluar setelah pemotongan lahan dilakukan. 

"Karena memperhatikan Amdal sangat perlu di Batam, pasalnya pembangunan banyak terjadi di perbukitan, dampaknya cukup besar," kata dia. 

Semestinya cut and fill baru bisa dilakukan setelah izin Amdal sudah selesai. "Karena dampak pemotongan (cut and fill) itu bisa dibaca dari dokumen Amdal, ini kan tidak," ujarnya.

Beberapa solusi atasi banjir

Ada beberapa solusi yang harus dilakukan pemerintah menurut Supriyanto. Diantaranya melakukan penyaluran air langsung ke laut. 

Baca: Soal Banjir di Batam, Pakar Tata Ruang: Pemko Belajarlah ke Batamindo

Seperti banjir terjadi di kawasan Batam Kota, tepatnya di depan Kantor Samsat. Aliran air di kawasan tersebut harusnya bisa dibuang langsung ke laut mengingat jaraknya hanya radius 500 meter saja.

"Solusi utama ya itu, kembali melakukan perencanaan drainase kota Batam, bersamaan antara BP dan Pemko," ujar Supri.yanto

Permasalahan banjir sudah terjadi beberapa tahun lalu. Bahkan 2016 lalu baik Pemko Batam dan BP Batam akan bergandengan tangan menyelesaikan persoalan ini. 

Tetapi gandeng tangan kedua intansi ini tak kunjung membuahkan hasil. Solusi positif penanganan banjir tak muncul, sehingga persoalan ini selalu hadir setiap hujan deras mengguyur Batam.

(tan)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews