MenPAN-RB Buka-bukaan Dilema Honorer hingga Pembukaan CPNS

MenPAN-RB Buka-bukaan Dilema Honorer hingga Pembukaan CPNS

Foto : detik.com

Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin memberikan penjelasan lengkap terhadap isu-isu tentang pandangan negatif dari pembukaan CPNS menjelang Pilpres 2019. 

Mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) ini bakal membeberkan seluk beluk pelaksanaan seleksi CPNS dari 'A' sampai 'Z'. Bahkan, kepada detikFinance, dia juga memberikan penjelasan mengenai kebijakan pemerintah terhadap PNS yang tersandung kasus korupsi.

Lantas, seperti apa penjelasan sosok yang juga pernah menjabat Wakapolri tersebut dengan detikFinance? Simak berita lengkapnya.    

1. Pandangan Negatif soal Rekrutmen CPNS

Ada yang menilai langkah pemerintah dalam membuka lowongan CPNS sebagai kebijakan populis. Hal ini lantaran pembukaan lowongan dilakukan jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Syafruddin pun menjelaskan, sejatinya pembukaan lowongan CPNS telah menjadi agenda nasional. Dia bilang, pembukaan lowongan ini telah direncanakan dalam lima tahun sebelumnya.

"Saya rasa apa yang dilakukan tentang rekrutmen PNS dalam waktu dekat, adalah sebuah agenda, agenda nasional, untuk program nasional lima tahunan, yang sudah direncanakan lima tahun sebelumnya," kata Syafruddin.

Menurutnya, pembukaan lowongan ini telah direncanakan sebelum pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kemudian, pembukaan baru direalisasikan berdasarkan kemampuan pembiayaan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

"Jadi namanya menetapkan program lima tahunan, tentu ditetapkan pada lima tahun sebelumnya. Realisasi daripada program itu tentu ditentukan berdasarkan anggaran, APBN," ujarnya.

2. Alasan Pemerintah di Balik Rekrutmen CPNS

Syafruddin mengungkapkan alasan pemerintah membuka lowongan CPNS adalah untuk menutup kebutuhan tenaga pengajar atau guru.

Syafruddin mengatakan, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), terdapat lebih dari 100 ribu guru yang akan pensiun hingga 2019 mendatang. Belum lagi jumlah kebutuhan guru negeri untuk memenuhi seluruh wilayah Indonesia.

"Guru kita itu menurut data Kemendikbud, tahun ini 52 ribu guru pensiun, tahun depan 50 ribu. Jadi kalau kita rekrut sekarang ini 112 ribu, itu untuk mengcover guru yang pensiun tahun ini dan tahun depan. Sementara guru sendiri ini, kekurangan guru 700 ribu, menurut data dari Kemendikbud," jelasnya.

Oleh karena itulah, kata Syafruddin, pemerintah membuka lowongan CPNS dan formasi paling banyaknya untuk profesi tenaga pengajar.

"Dan catatannya, di dalamnya ada tenaga pengajar di bidang agama. Guru-guru agama, Madrasah dan sebagainya," katanya.

Selain itu, kurangnya profesi tenaga kesehatan juga menjadi alasan lain pemerintah dalam membuka lowongan ini. Syafruddin bilang, saat ini banyak tenaga kesehatan yang dibutuhkan di berbagau pelosok Indonesia.

"Di Puskesmas itu banyak yang tidak ada dokternya, cuma ada perawat. Oleh karena itu kita rekrut dokter. Perawatnya kurang, bidannya kurang. Kadang-kadang 2 desa dilayani 1 bidan, direkrutlah bidan. Makanya 60 ribu bidan, banyak mengeluh masyarakat. Orang mau beranak ke dukun, karena bidan nggak ada. Nah kira-kira itu listening-nya, tidak ada yang lain. Jadi kepentingan negara dan rakyat," tuturnya.

3. Dilema Tenaga Honorer

Para guru honorer di beberapa wilayah demo menolak dibukanya seleksi CPNS 2018. Mereka ingin pemerintah lebih dulu fokus mengangkat langsung guru honorer menjadi PNS, bukan melalui seleksi.

Syafruddin menganggap kondisi tersebut cukup dilematis, sebab melalui peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pemerintah sudah tegas tak ada lagi pengangkatan.

"Bahwa amanat Undang-Undang, dan peraturan, PP itu sudah mengamanatkan bahwa itu harus melalui seleksi. Kenapa seleksi? Tujuannya adalah kita taat kepada aturan dan Undang-Undang. Yang kedua adalah bagaimana bangsa dan negara ini betul-betul bisa aparaturnya itu terdidik," kata Syafruddin.

Syafruddin menjelaskan sejak 2005 hingga 2013 pemerintah telah mengangkat langsung 1,1 juta pegawai honorer menjadi PNS. Jumlah itu merupakan 25% dari keseluruhan PNS yang ada di Indonesia.

Menurut data pemerintah jumlah PNS saat ini mencapai 4,3 juta orang.

"Bisa nggak dibayangkan, bagaimana sumber daya manusia Indonesia yang mengawaki negara kita ini, yang seperti saya jelaskan di depan. Diangkat dengan cuma-cuma tanpa tes, hanya persyaratan administrasi saja. (Ada) 1,1 juta, 25% sudah pengangkatan semua. Oleh karena itu, lahirlah Undang-Undang itu. Jadi ini dilematis," jelasnya.

Untuk mengakomodir masalah itu, pemerintah pun membuka skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Lewat skema tersebut, pemerintah berupaya menjadikan pegawai honorer setara dengan PNS.

"Gajinya sama. Cuma bedanya, kalau PNS itu (dapat uang) pensiun, ini (P3K) tidak dapat pensiun. Tapi bisa dapat (uang) pensiun tentu selama menjadi pegawai pemerintah ikut asuransi. Asuransi pensiun. Jadi sama saja, ujung-ujungnya sama. Karena PNS juga gajinya dipotong untuk pensiun, kan sama saja. Jadi diputar-putar sama," ujarnya.

4. PNS Korupsi Masih Terima Gaji

BKN mengungkapkan ada PNS yang tersangkut kasus korupsi namun masih mendapatkan gaji. Kondisi itu pun menimbulkan kerugian bagi negara.

Menteri PAN-RB Syafruddin mengatakan pemerintah akan memecat PNS yang tersandung kasus korupsi bila terbukti dan mendapat putusan hukum tetap (inkracht). Sementara, bila masih berstatus tersangka pemerintah belum bisa memecatnya.

"Kalau tersangka tidak. Kalau tersangka kan belum tentu diputus pengadilan. Kalau sudah inkracht. Sudah diputuskan oleh pengadilan tertinggi, bahwa itu inkracht, itu putusan akhir, putusan tetap. Kalau tersangka itu kan masih orang bisa saja bebas di pengadilan," katanya.

Walau begitu, Syafruddin mengakui, setiap kasus memiliki waktu yang panjang untuk bisa mencapai putusan inkracht. Oleh karena itu mereka masih akan tetap mendapatkan gaji dengan jangka waktu tersebut.

Dia juga mengakui bahwa negara mengalami kerugian bila semakin lama putusan inkracht didapat. Untuk mengatasi hal itu, maka peraturan yang telah dibuat bisa direvisi atau diperbaiki jadi lebih sesuai.

"Ya itu fleksibel pemikirannya di sana, tentu ada di sana-sini kerugian. Tapi demi kemanusiaan demi tentu, negara juga tidak pernah mengabaikan hak-hak kemanusiaan seseorang," katanya.

"Jadi ini harus konkret, balance, makanya aturan itu dibuat. Jadi kita ikut saja ke aturan. Kalau ada yang mau dibenahi, mau dikonkretkan, ya regulasi tinggal diubah-ubah sedikit. Semua bisa diubah, kitab suci saja nggak. Undang-Undang Dasar saja diubah," tuturnya.

(pkd)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews